Bab 13 Melamarmu
Bab 13 Melamarmu
"Kamu tidak butuh seseorang untuk melengkapi hidup kamu. Yang kamu butuhkan adalah seseorang yang bisa menerima kamu."
I Love You From 38.000 ft
Melihat Daffa dan Ayahnya semakin dekat, Kirena segera pergi menghindar bersama Kleana. Bisa kacau semuanya jika dia bertemu dengan Daffa terutama Ayahnya. Bagaimana pun juga semenjak dirinya pergi dari rumah waktu itu, dia tidak pernah lagi berkomunikasi dengan sang ayah.
"Gila, itu tadi horor sekali." Kleana mengusap dadanya, bahkan detak jantungnya terdengar oleh Kirena.
"Meski tadi itu horor, tapi jantung aku tidak berdetak cepat seperti kamu."
Kleana mendelik. "Kamu lupa, ya? Aku lagi tidak mau diganggu sama kakak kamu. Dia itu ... untung wajahnya tampan dan dompetnya tebel coba kalau ..." Perempuan itu segera berhenti saat ditatap tajam oleh Kirena. "Bercanda."
Kirena mendengus, dia melihat ke sekitar. Baru sadar kalau Kleana membawanya masuk ke dalam suatu ruangan. Dan ketika dia melihat Keniko tengah duduk di kursi kerja seraya menatap mereka dengan pandangan datar, mendadak Kirena berubah panik.
"Kenapa kamu bawa aku masuk ke dalam ruangannya dokter Keniko?" tanya Kirena berbisik pada Kleana, benar-benar sebal pada sahabatnya.
Kleana menyengir lebar. "Soalnya ini tempat paling aman."
Kirena menggerutu dalam hati, tidak punya pilihan lain selain ikut berjalan menghampiri Keniko yang tampaknya mulai kesal dengan sikap Kleana.
"Maaf, kami masuk begitu saja ke sini." Kirena mewakili untuk meminta maaf agar Keniko tidak terlalu marah. "Kami tidak sengaja masuk ke sini. Saya kira ..."
Tiba-tiba Kleana menggebrak meja mengejutkan Kirena tetapi tidak dengan Keniko karena dokter itu masih juga menatap Kleana dengan pandangan datar. "Aku butuh bantuan."
Keniko menelengkan kepala, meski terlihat tampan dan keren tetap saja membuat Kirena sedikit ketakutan melihat tatapan dinginnya. "Kamu sudah mengatakannya ratusan kali."
Kleana memutar bola mata. "Kali ini aku serius. Diluar sana ada monster yang lebih menakutkan dari Annabelle, Voldemort saja lewat." Perempuan itu langsung nyengir lebar saat Kirena mendelik kesal.
"Kamu sudah mengatakannya ribuan kali." Lagi, Keniko menyahut datar.
Kleana merengut. "Keniko, aku serius!"
Samar, Kirena melihat senyum di wajah Keniko.
"Panggil aku Onii-chan dulu." Dengan polos Keniko meminta.
Kirena melongo sedangkan Kleana berseru, "Ogah!"
Sebelah alis Keniko terangkat. "Kalau 'Mas'? 'Abang'? 'Kakak'?" Melihat wajah Kleana memerah entah malu atau kelewat kesal, Keniko terkekeh pelan lalu menyuruh Kirena dan Kleana untuk bersembunyi di dalam toilet karena sebentar lagi Daffa dan Darrel akan datang ke ruangannya.
Sontak saja Kirena panik, meski kesal pada Keniko yang sepertinya sengaja mempermainkannya dengan Kleana, perempuan itu tetap bersembunyi di dalam toilet.
"Ayah kamu sakit, Ren?" Kleana berbisik pada Kirena. "Atau Abang kamu yang sakit?"
Kirena juga tengah memikirkan hal tersebut, apa ayah atau kakaknya sakit sehingga datang menemui Keniko. "Mungkin check up seperti biasa kali." Perempuan itu mengedikkan bahu, setahunya ayahnya selalu rutin memeriksa kesehatan, tapi tidak pernah tahu kalau dokter yang menangani ayahnya adalah Keniko.
Kleana mengangguk lalu menyandar ke dinding, meski tahu pemeriksaan yang dilakukan Darrel atau Daffa akan memakan waktu lama, tetapi perempuan itu terlihat santai.
"Kleana," panggil Kirena pelan. "Aku benar-benar penasaran. Sebenarnya kamu ada hubungan ya sama dokter Keniko? Kalian pacaran?"
Kleana menahan tawanya agar tidak kelepasan. "Aku pacaran sama manusia es itu? Yang benar saja? Meski tampan dan dompetnya tebel, aku pasti mikir ribuan kali buat pacaran sama tuh es kutub."
"Lalu? Kenapa kamu kelihatannya akrab sekali sampai dokter Keniko nyuruh kamu manggil dia dengan banyak panggilan."
Kleana menghela napas. "Keniko itu kakak aku, makanya sikapnya kejam sekali sama aku."
Kirena melongo, Keniko adalah kakak Kleana? Yang benar saja? Tetapi, kenapa dia baru tahu sekarang kalau sahabatnya ternyata punya kakak yang keren seperti Keniko padahal mereka tinggal serumah hampir setahun? Sesaat Kirena merengut, Kleana tahu semua tentang hidup juga rahasianya tetapi dia sendiri tidak tahu apa pun tentang Kirena.
"Kenapa kamu tidak pernah memberi tahu aku kalau kakak kamu sekeren itu?"
Kleana menyipitkan mata lalu mendesah. "Karena kamu tidak pernah nanya; Kle, apa kamu punya kakak? Kle, apa kamu punya keluarga? Padahal itu pertanyaan sederhana, lho."
Mendengar hal tersebut membuat Kirena terdiam, menyadari sesuatu.
Kleana mendesah lagi, lebih panjang. "Apa kamu sadar kalau selama ini kamu terlalu sibuk sama masalah kamu sampai melupakan orang lain? Bahkan lupa sama ibu kamu sendiri. Menebus rasa bersalah perlu, tapi tidak sampai lupain kehidupan asli dan lingkungan sekitar kamu." Perempuan itu menatap Kirena serius. "Sebelum ngelihat kejadian itu, sebelum kamu tahu segalanya, aku lihat kalau masa depan kamu menjanjikan terlepas dari pengaruh keluarga kamu, tapi sekarang yang aku lihat dari kamu hanyalah keputus asaan."
Kirena menatap ke arah lain asal tidak menatap Kleana.
"Kamu tidak bisa melakukan semuanya sendirian, Ren." Kleana tersenyum kecil. "Kamu harus mempercayai seseorang yang bisa menopang kamu ketika rahasia yang selama ini kamu sembunyiin terungkap. Karena aku tidak menjamin kamu bakal baik-baik saja ketika keluarga kamu tahu tentang Jimmy."
Kirena tidak memenyangkal karena yang dikatakan Kleana tidak ada yang salah. Semuanya akan berantakan ketika semua orang tahu tentang Jimmy, suatu saat nanti dia pasti membutuhkan seseorang yang menjadi alasannya tetap bertahan.
"Reynald ..."
Kleana berdecak. "Hubungan kalian itu palsu. Lagian, Reynald itu Omnya Jimmy, ya kali kamu nikah sama Om adik kamu sendiri."
Kirena tidak bisa berkata apa pun lagi, dia tidak punya hal untuk menjadi bantahan.
"Makanya, aku saranin agar kamu ikut progam terbaru aku; Wedding Festival. Benar-benar menjanjikan. Kamu pasti dapat ..."
"Diem kamu. Berisik." Dalam hati Kirena menggerutu, kapan Kleana bisa benar-benar bersikap serius dan tidak membuatnya kesal terus?
"Tapi kali ini aku serius, Ren. Berhenti menebus kesalahan orang lain. Ada baiknya kalau kamu lebih peduli sama diri kamu sendiri."
***
Untuk kesekian kali dalam dua hari ini Kirena membuat kesalahan, pertama dia memecahkan gelas, salah memberikan menu lalu lupa membuat pesanan. Daripada kesal, Kai selaku bos Kirena malah terlihat kebingungan dengan sikap perempuan itu. Soalnya ini pertama kalinya Kirena tidak fokus seperti ini.
"Ops." Kirena melongo saat lagi-lagi dia memecahkan gelas untuk yang keempat kali, perempuan itu segera menatap Kai seraya tersenyum. "Kamu bisa memotong gajiku lagi."
Sesaat Kai melongo, dia mengerjap lalu segera menghampiri Kirena. "Saya benar-benar penasaran." Tatapan Kai menajam. "Kamu kenapa, sih? Ada masalah? Tidak biasanya kamu kacau begini."
Kirena segera menundukkan kepala, enggan membalas tatapan Kai. "Aku hanya ... tidak ada apa-apa. Semuanya baik-baik saja."
Sebelah alis Kai terangkat, sama sekali tidak percaya dengan jawaban Kirena. "Ya sudah kalau tidak mau memberi tahu. Gelas yang tadi, karena harganya mahal, kamu harus menggantinya dengan sebagian gajimu."
Kirena hanya menganggukkan kepala.
Karena Kirena saja, Kai segera menambahkan, "bicara-bicara harga gelasnya sejuta."
Kirena yang sedari tadi menunduk dan diam saja segera mengangkat kepala, matanya membelalak terkejut. "Apa?!"
Melihat hal tersebut, Kai tertawa hingga menarik perhatian beberapa pelanggan wanita. "Mahal soalnya gelas itu buatan tangan, yang desain dan pembuatnya asal Jepang."
Tanpa sadar mulut Kirena terbuka karena terkejut, kedua matanya menatap pecahan gelas mahal itu dengan pandangan nelangsa. Harusnya dia hati-hati tadi bukannya ceroboh.
"Tidak papa, bisa dicicil, kok. Mau saya potong berapa per bulannya? Seribu? Sepuluh ribu? Lima puluh ribu atau seratus ribu ... awww." Kai segera mengusap kepala saat seseorang memukul belakang kepalanya. "Sakit, bodoh!" Kai mendelik pada laki-laki di belakang.
Kirena menengok ke belakang. "Kaisar? Kukira kamu marah terus tidak mau datang ke sini."
"Kaisar?" Laki-laki itu mengulang, keningnya berkerut dalam. "Jangan pernah menyebut sama dia. Bisa-bisa dia muncul lagi."
Kirena mengerjap, saling berpandangan dengan Kai saat menyadari sesuatu. Apa jangan-jangan Kairo sudah kembali?
"Kamu ... Kairo?" tanya Kirena dan Kai bersamaan.
Laki-laki itu mengangguk. "Tentu saja aku Kairo. Memang siapa lagi?"
Kai tidak tahan untuk menginjak kaki Kairo. "Beraninya bilang seperti itu. Dasar tidak sadar diri, sudah tahu kamu punya dua kepribadian." Kai mendesah, sesaat dia terlihat penasaran. "Tapi, gimana caranya kamu muncul lagi? Perasaan kemarin malam yang ada di tubuh itu Kaisar, deh."
Meski terlihat jengkel karena Kai terus-terusan menyebut nama Kaisar, namun karena dia bukan Kaisar yang suka sekali bersikap kasar, dengan sabar Kairo menjelaskan bahwa dirinya juga tidak tahu kenapa Kaisar bisa selengah itu sehingga dirinya bisa mengambil alih.
Selesai menjelaskan semuanya, Kairo menatap Kirena sambil tersenyum manis. "Hai, Kirena. Lama ya tidak ketemu. Apa kabar?"
Entah mengapa Kirena merasa aneh mendengar pertanyaan Kairo sekarang padahal terakhir kali bertemu sekitar dua hari lalu.
"bicara-bicara," karena Kirena diam saja, Kairo kembali bicara. "Kamu masih jadi tunangan si pecundang itu?"
"Hah? Pecundang?"
Kairo mengangguk. "Iya, pacar yang bentar lagi putus sama kamu mana?"
"Kenapa memangnya?"
Kairo tersenyum miring. "Aku mau lamar kamu di depan pecundang itu. Lihat, aku bahkan sudah membeli cincinnya. Bagus, kan?
Kai dan Kirena hanya bisa mendesah panjang.