Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Dua Wanita Ular

Bab 10 Dua Wanita Ular

"Dirty minded friends make life so much better."-Unknown

Kai menganga saat melihat Kaisar tengah memukuli seseorang tanpa ampun, dia melihat ke sana ke mari untuk mamastikan tidak ada orang yang melihat Kaisar. Kai mencoba memanggil Kaisar agar berhenti, takutnya ada seseorang yang memergoki mereka lalu dikejar lagi seperti tadi.

"Kesetiaan yang Anda berikan tidak akan menyelamatkan Anda." Kaisar berkata dingin seraya menendang pelan tubuh di bawahnya. "Di mana USBnya?! Katakan atau saya membunuh Anda sekarang juga."

Laki-laki yang dipukuli oleh Kaisar mencoba untuk mengangkat kepala dengan wajah kesakitan, wajahnya berlumuran darah, beberapa giginya tanggal.

"Wajah memelas Anda membuat saya semangat buat menyakiti Anda. Sebelum rasa senang menguasai hati saya, ada baiknya Anda memberikan apa yang saya inginkan." Kaisar menarik napas panjang. "Di mana USBnya?"

Dengan susah payah, laki-laki itu menunjuk sepatunya tetapi tidak berkata apa pun karena terlalu lemah dan sakit. Kaisar segera melepas sepatu laki-laki itu, tersenyum separuh saat melihat benda dicarinya akhirnya ketemu.

"Kalau saja Anda memberitahunya sejak awal, saya tidak akan melakukan hal ini pada Anda."

"Kaisar," panggil Kai. "Kamu sudah nemuin USBnya 'kan? Kita harus pergi dari sini sekarang. Bodyguard laki-laki itu lagi jalan ke sini. Kira-kira tiga menitan lagi." Dia menjelaskan sambil melihat keluar gang kecil.

Kaisar menggersah, dia melihat ke arah laki-laki itu dan pada USB di tangannya. Sekilas dia melihat mata laki-laki itu terbuka.

"Dia tidak akan tahu kalau itu kamu." Kai berkata seolah mengetahui apa yang dipikirkan Kaisar. "Kamu pukul dia dari belakang jadi dia tidak lihat wajah kamu terlalu jelas."

Sebelah alis Kaisar terangkat, dia menyingkirkan kaki laki-laki itu agar tidak menghalangi jalannya. "Penjelasan kamu selalu sama. Kamu harus belajar banyak kosa kata baru biar penjelasan kamu lebih luas dan menarik."

Kai mendesis. "Mentang-mentang kamu lebih lama tinggal di Indo daripada aku kamu jadi ngelunjak, ya. Lagian percuma saja aku jelasin pakai banyak kata, kamu tidak akan pernah dengar penjelasan aku."

Tanpa berkata apa pun Kaisar segera menarik tangan Kai dan berlari menjauh sebelum bodyguard laki-laki itu mengetahui keberadaan mereka. Ketika mereka berhasil keluar dari gang panjang barulah mereka berhenti berlari dengan napas terengah. Sekilas Kaisar melihat ke belakang gang, memastikan bodyguard laki-laki itu mengejarnya.

"sepertinya orang yang kamu pukuli orang penting sampai dikawal sama dua bodyguard." Kai berkata setelah berhasil mengatur napasnya.

"Memang, dia anak kedua salah satu Menteri negara ini." Kaisar menjawab enteng.

Kai mengerjap, menatap Kaisar horor. "Dasar gila! Kalau sudah celaka baru tahu rasa. Kenapa juga kamu bikin tuh orang sekarat begitu, hah? Gimana kalau bapaknya balas dendam sama kamu? Kamu akan habis."

"Mau gimana lagi, dia punya USB yang aku cari. Si Karsa juga! Nyuruh nyurinya dadakan seperti gini. Aku juga yang repot." Kaisar berguman kesal, dia menatap Kai saat menyadari sesuatu. "Tapi, kenapa kamu nyariin aku? Aku tidak buat masalah di kantor perasaan. Atau jangan-jangan kamu kangen sama aku?"

Kai melongo seketika.

Kaisar mendesah panjang, berdiri penuh gaya dan tampang percaya diri. "Harus aku akui kalau aku ini tampan maksimal, tapi sori selain kamu sudah menikah ... hati ini, hati Kairo maksudnya, sudah terisi penuh sama satu orang yang buat aku frustasi."

Kai melengos, enggan mendengarkan curhatan Kaisar. "Berhenti mengkambing hitamkan Kairo. Hatinya ya hati kamu juga. Apa susahnya sih ngaku kalau kamu juga suka sama Kirena."

"Aku suka sama Kirena? Jangan bercanda!" Kaisar terkekeh. "Dia bukan tipe aku. Tipe aku itu seperti Megan Fox atau minimalnya Kendall Jenner."

Kai memukul kepala Kaisar gemas. "Kamu akan jomblo seumur hidup kalau menjadikan Megan Fox sama Kendall Jenner tipe perempuan idaman kamu. Ngaca sana. Muka kamu tidak tampan-tampan amat."

Kaisar mendelik, hawa di sekitarnya mendadak terasa begitu dingin. Perlahan dia melangkah mendekati Kai dengan tatapan dingin. "Tarik kembali ucapan kamu. Perlu aku kasih tahu, ada banyak agensi terkenal yang menawari aku buat bergabung sama mereka."

Kai balas menatap Kaisar datar. "Tapi sayangnya kamu tidak ada bakat jadi model apalagi aktor, makanya semua agensi yang pernah menawari kamu kerja sama langsung cabut setelah tahu sikap kamu."

Kaisar menggersah. "Sialan. Kamu sudah bosan hidup, ya. Kamu mau seperti laki-laki itu? Babak belur, atau dibikin sekarat saja."

"Jangan cuma gertak saja. Sini maju kalau berani."

Emosi Kaisar tersulut, dia sudah menarik kerah kemeja Kai saat tiba-tiba seseorang menahan tangannya yang hendak memukul Kai. Sontak saja Kaisar tambah kesal, dia menepis tangan orang itu dan menatapnya penuh emosi.

"Brengsek satu ini. Kenapa baru datang, hah? Beraninya merintah aku seenak jidat kamu." Kekesalan Kaisar kini ditujukan pada Karsa, partner kerjanya.

Kaisar menyengir lebar. "Maaf, aku juga baru dikasih perintah tadi pagi."

Kaisar menjitak kening Karsa. "Yang sopan! Aku ini empat tahun lebih tua dari kamu. Astaga, kenapa Pak Tua itu malah memberi orang tidak berguna seperti kamu."

Karsa sama sekali tidak tersinggung, dia malah tersenyum semakin lebar. "Sebelum kamu marah dan nerusin berantemnya sama Kai, ada baiknya kamu memberi USB itu ke aku. Mau aku periksa soalnya."

Karsa menggersah kesal, dia menendang kaki Karsa dan membuat laki-laki itu mengeluh kesakitan. "Nih, sana pergi. Awas saja kalau kamu nunjukin wajah kamu di depan aku. Aku tidak akan segan-segan buat bikin kamu sekarat lagi seperti dulu."

Karsa mengerjap, perlahan dia mundur menjauh setelah berhasil mendapatkan USBnya kemudian tersenyum lebar. "Tenang saja. Nanti kalau aku datang nemuin kamu aku pakai masker hitam sama topi." Tatapannya tertuju pada Kai. "Hai, Kai. Apa kabar? Aku harap kulit kamu tidak cepat keriput kalau Kaisar muncul lama-lama."

"Bocah satu itu!" seru Kaisar marah.

Karsa tertawa lalu berlari pergi secepat mungkin.

"Ouhh, dia masih keren seperti biasa." Kai tersenyum melihat kepergian Karsa.

"Awas saja kalau kamu ikut-ikutan seperti Kleana, jadi perebut pacar orang."

Kai berdecak, dengan kesal menjewer Kaisar tanpa hati. "Sekarang karena urusan kamu sudah selesai. Kamu harus ikut aku buat nyelesein kerjaan Kairo."

Kaisar berusaha melepaskan tangan Kai dari telinganya. "Itu kerjaan Kairo bukan aku."

"Aku tidak peduli. Mau Kairo atau kamu, pokoknya kamu harus selesaikan kerjaannya."

Kaisar mendesah panjang, tahu tidak bisa menolak. Dengan pasrah dia mengikuti Kai.

***

Beberapa kali Karsa mengerjapkan mata, menatap pada layar laptop dan berkas di hadapannya lalu pada Kaisar yang kini sedang duduk sambil melipat tangan di depan dada, kedua mata laki-laki itu tertuju ke arah meja konter. Karsa mendesah panjang.

"Ini tuh kerjaan kamu untuk apa memberi ke aku? Aku bukan copywriting!" seru Karsa kesal.

Kaisar menatap dingin Karsa. "Kamu bilang tangan dan otak kamu bisa melakukan segala hal, kamu harus buktiin ucapan kamu sekarang."

Karsa melongo, tidak percaya hal yang dia katakan secara tidak sengaja pada Kaisar malah dijadikan kesempatan oleh partner menyebalkannya itu. "Itu cuma candaan. Lagian, kenapa sih kamu muncul di waktu tidak tepat seperti gini? Harusnya kamu sabar dulu sampai kerjaan Mas Kairo selesai."

Mata Kaisar menyipit. "Mas Kairo? Kamu manggil Kairo 'Mas'? Hah! Kamu bahkan manggil aku dengan nama doang."

Karsa mengerjap seolah baru menyadari hal tersebut. "Kamu mau dipanggil 'Mas' juga?"

Sebelah alis Kaisar terangkat. "Hanya orang bodoh dan gila hormat yang melakukannya." Dia mendesah panjang. "cepatan kerjain saja. Tidak nyambung juga tidak apa, toh yang bakal disalahin juga Kairo aku bukan aku."

"Tapi ..." Karsa langsung menutup mulut rapat-rapat saat melihat ekspresi Kaisar berubah dingin. "Oke. Aku akan usahain semampu aku, Mas Kaisar."

Kaisar mendelik, dia sedang meminum espressonya saat melihat Kirena sedang bicara dengan seorang laki-laki yang diketahuinya adalah tunangan Kirena. Mendadak suasana hati Kaisar yang buruk tambah buruk saja. Dia mengalihkan perhatian, tapi segera memalingkan pandangan begitu melihat Sagar dan Raga.

"Kenapa mereka malah di sini. Kompromi bikin aku kesal, ya."

Karsa yang saat itu sedang sibuk mengetik di laptop langsung menatap Kaisar. "Ohh ..." Dia bergumam ketika tahu apa yang sedang diperhatikan Kaisar. "Mereka di sini juga ternyata. Kita gabung saja sama mereka. Aku bisa konsulta ..." Kata-kata Karsa terhenti begitu saja saat melihat tatapan dan wajah Kaisar semakin dingin. "Kita di sini saja."

Kaisar menarik napas panjang, tatapannya kembali tertuju pada Kirena dan Reynald. Dia merengut saat merasakan hal tidak enak dalam hatinya, kenapa? Kaisar bertanya-tanya. Kenapa dia tidak suka melihat Kirena bicara dan tertawa seperti itu dengan laki-laki lain? Kenapa tiba-tiba amarahnya langsung tersulut melihat Kirena bersikap manis pada laki-laki lain? Sekarang ini jika saja dia tidak bisa menahan rasa kesalnya, mungkin saja sekarang ini Reynald sudah habis di tangannya.

"Sialan." Kaisar mengumpat saat hatinya semakin kesal. "Karsa, kamu bisa cari tahu tentang Reynald? Karena wajahnya pasaran sekali, pasti mudah cari data tentang dia."

"Reynald?" Karsa bergumam. "Reynald siapa? Musuh baru? Bandar narkoba? Penculik? Atau apa?"

Kaisar memutar bola mata. "Si brengsek yang sukanya main tikung. Pokoknya cari saja tentang dia." Dia menunjuk Reynald dengan dagunya. "Itu orangnya."

Karsa segera melihat orang yang dimaksud Kaisar, mulutnya menganga. "Itu 'kan ... Reynald, asistennya Pak Angkasa."

"Asisten Angkasa?"

Karsa mengangguk. "Iya, dia asistennya Pak Angkasa. Semua orang tahu kali. Beda sama kita yang identitasnya disembunyiin. Reynald beda lagi. Divisi kita juga beda. Tapi dia lumayan terkenal di kantor pusat. Orangnya pintar sekali, baik, sopan ..."

"Sana jadi partner si brengsek itu saja."

Buru-buru Karsa tersenyum. "Meski Reynald hebat, tapi kamu tetep yang terbaik."

Kaisar hanya berdecak. "Pokoknya kamu cari tahu tentang dia."

"Tidak mau. Entar kamu menghancurkan hidup Reynald seperti yang lain-lain. Aku ini bukan spealisnya nyari gituan. Harusnya kamu minta bantuan sama Nero. Dia 'kan hacker, kalau mau tanya-tanya informasi tinggal bilang saja sama Nero."

Kaisar menjitak kening Karsa. "Bocah! Turutin saja apa kata aku."

Karsa hanya bisa menurut, dia kembali mengetik lagi di laptop. Begitu pekerjaan yang dikasih Kaisar selesai, laki-laki itu tersenyum lebar. Ingin memberitahu pada Kaisar tetapi tidak jadi saat melihat wajah Kaisar yang semakin dingin. Tidak ada ekspresi apa pun di wajahnya. Namun matanya lain lagi. Karsa sangat menyadari kalau mata Kaisar tidak setenang yang terlihat. Dengan ragu Karsa melihat apa yang sedang diperhatikan Kaisar.

"Ampuun deh, harusnya tadi aku tidak ngajak Kaisar ke sini." Karsa mendesah panjang. Tahu apa yang ada dalam pikiran partnernya sekarang.

"Aku akan menghancurkan mereka berdua tanpa ampun." Kaisar menatap Karsa tanpa ekspresi apa pun di wajahnya. "Telepon Nero. Suruh dia buat cari tahu dua wanita ular itu."

Karsa mengedip kaget. "A-apa yang mau kamu lakuin sama mereka?"

Kaisar tersenyum miring, terlihat menakutkan. "Tentu saja memberi mereka pelajaran."

Karsa menelan ludah, seharusnya dua wanita itu tidak cari gara-gara dengan perempuan yang disukai Kaisar.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel