Bab 8 Rencana Camilla
Bab 8 Rencana Camilla
Pesta telah usai. Dan Camilla sudah bersiap meninggalkan rumah Aurel ketika ia bertemu dengan keponakan suaminya di dapur.
Wajah Aurel sangat tidak sedap di lihat. Tidak ada sikap ramah yang berusaha dia perlihatkan ketika dia berbicara. Pandangan matanya sangat tajam dan begitu menusuk sehingga Camilla harus menahan diri untuk bertanya.
“Kau akan pergi sekarang?” tanya Aurel setelah yakin kalau Camilla tidak akan memulai bicara lebih dulu.
“Benar. Aku masih mempunyai pekerjaan yang harus aku selesaikan,” jawab Camilla berjalan dengan langkahnya yang tertatih.
“Berikan tas itu padaku.”
Aurel sama sekali tidak bermaksud untuk bersikap kasar pada Camilla. Tetapi gerakannya yang begitu kuat dan tidak terduga membuat Camilla kehilangan keseimbangan dan nyaris membuat dia tersungkur kalau saja dia tidak berpegangan pada sisi lemari pakaian.
“Kau tidak apa-apa?”Aurel sangat khawatir melihat Camilla yang masih berpegangan pintu.
“Yakin mau pulang sekarang?” tanya Aurel.
“Yakin. Sudah terlalu lama aku meninggalkan rumah.”
“Semalam kamu kemana? Kenapa tidak terlihat ketika Derrek dan keluarga mu datang? Sengaja?” tanya Aurel menyelidik ketika mereka berjalan keluar.
“Tidak. Aku menyadari kalau kaki ku sakit. Aku juga menyesal tidak bisa bertemu dengan Derrek dan juga keluarga kakak ku. Jadi jam berapa mereka pulang? Apakah mereka tidak bertanya tentang diriku?” tanya Camilla berusaha meredam kemarahan Aurel.
“Mereka tidak bertanya tentang dirimu karena mereka sangat gembira. Kau tahu Derrek sepertinya sudah menentukan pilihannya.” Suara Aurel yang ketus dan kasar membuat Camilla terkejut.
“Aurel. Aku tahu usiamu lebih dewasa dari aku. Tapi apakah aku boleh memberi saran padamu? Kharis Dewangga adalah pria yang baik. Selain sebagai seorang suami dia juga ayah yang baik. Apakah kamu akan menyia-nyiakan semua kebaikannya hanya untuk mengejar yang tidak pasti?”
“Kau tidak tahu apa-apa tentang kami. Jadi jangan terlalu banyak ikut campur dan menilai keluargaku,” teguran yang diberikan Aurel sangat dingin dan juga membuat Camilla terdiam dan terus berjalan menuju mobilnya.
Camilla segera masuk ke dalam mobilnya Mercedes-Benz GLB-Class membuat bibir Aurel berkedut geli. Dan tidak tahan untuk berbicara mengomentari jenis kendaraan yang dipilih oleh wanita yang pernah menjadi tantenya.
“Apa yang dikatakan oleh mereka yang menjadi tetanggamu saat kamu pergi dengan kendaraan ini? Bukankah sangat berlebihan seorang wanita yang hidup sendiri mempunyai kendaraan semewah ini?”
“Mereka tidak pernah mengatakan apapun. Karena aku tidak pernah membawa mobil ini pulang bersamaku. Aku cukup dengan sepeda motor yang bisa mengantar ke mana aku pergi,” jawab Camilla tertawa.
Aurel juga ikut tertawa meskipun di dalam hatinya masih bertanya-tanya tidak mengerti dengan kehidupan sehari-hari Camilla.
“Camilla. Apakah kau akan menemui Derrek sebelum pergi?”
Pertanyaan Aurel terdengar terburu-buru membuat Camilla menurunkan jendela mobilnya dan menatapnya penuh tanya. “Untuk apa? Aku tidak mempunyai kewajiban untuk bertemu dengannya,” katanya dengan mengerutkan alisnya sehingga nyaris menyatu.
“Kau tetap tidak akan menemuinya meskipun dia menunggu mu?”
Camilla menatap tajam ke mata Aurel. “Katakan padaku mengapa aku harus? Kalau kamu bisa menjawabnya aku akan menemuinya.”
Aurel seperti mencoba untuk menahan dirinya untuk bisa berbicara dengan pelan. Dan dia berhasil ketika mulai bicara. “Aku yakin kalau kamu sudah mengetahui bahwa Derrek pada tahun depan akan maju sebagai calon Presiden di Alluvia. Dan kekurangannya hanya satu yaitu seorang istri. Entah mengapa aku berpikir kalau kamu berusaha menjodohkan Beth dengannya. Alasan mengapa Derrek ingin bertemu denganmu mungkin untuk membahas tentang perkenalan yang sudah kamu mulai.”
“Kau benar. Aku memang akan mengenalkan Beth dengannya. Tapi apakah berhasil atau tidak. Aku tidak mempunyai urusan lagi. Sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Kalau Derrek ingin melangkah serius, maka dia harus bicara pada Sam dan Lolita. Bukan padaku.”
“Jadi kau tidak akan menemuinya?” tanya Aurek penasaran.
“Sampaikan permintaan maafku kalau nanti kamu bertemu dengannya. Aku harus segera pergi Aurel. Selamat pagi.”
Tanpa menunggu jawaban dari Aurel, Camilla segera menjalankan mobilnya dan keluar dari halaman rumah keluarga Dewangga yang sangat luas.
Derrek menunggu dengan gelisah di ruang duduk yang sangat luas. Dalam hati dia bertanya-tanya apakah Aurel akan menyampaikan pesannya pada Camilla atau tidak. Dan dia masih terus menunggu sampai Andreas datang menemuinya dengan membawa sebuah alat perekam kecil di atas baki kecil.
“Apa ini?” tanya Derrek heran.
“Pesan dari Nyonya Dewangga. Beliau menganggap kalau dia mengirim pesan Tuan tidak akan percaya.”
Andreas memberikan penjelasan pada Derrek dan dia pun segera meninggalkan pria itu dan mulai mendengarkan suara yang berhasil di rekam oleh Aurel.
“Jadi kamu menginginkan seperti itu Camilla. Baik! Aku akan mengikuti saran yang kau berikan.”
Wajah Derrek begitu menyeramkan dan suaranya begitu mengagetkan ketika memanggil Andreas.
“Ya Tuan.”
Andreas datang dengan cepat dan dia sangat terkejut melihat wajah Derrek yang menyimpan kemarahan.
“Kita kembali ke Rengginas sekarang. Kau ikuti mobilku,” perintah Derrek dengan suaranya yang seperti ingin menghukum seseorang.
Andreas bergerak dengan cepat dan berlari menyusul Derrek menuju mobil Bugatti Centodieci yang baru semalam dia kendarai sementara Andreas menuju mobil yang berada di belakangnya. Mobil yang dia gunakan saat menyusul Derrek datang ke kota Bellavos.
Derrek membawa mobil nya dengan cepat. Kemarahan sudah membuatnya gelap mata. Tetapi hanya dalam waktu seperempat jam saja, kemarahan Derrek sudah dapat dikendalikan dan dia berhasil mengatasi keadaan dengan cepat sehingga Derrek mengurangi kecepatan kendaraannya. Dalam kecepatan normal membuat Andreas yang mengikutinya bernafas dengan lega sampai mereka tiba di rumah Derrek yang besar dan mewah bak istana.
Derrek memasuki rumahnya dengan langkahnya yang lebar dan cepat sementara para pelayan berbaris rapi menyambutnya.
“Jangan ganggu aku sampai aku memanggil kalian!” perintah Derrek saat dia melewati mereka semua. Sementara Andreas memasukkan mobil yang baru di pakai oleh Derrek ke dalam garasi mobil.
Andreas sedang menikmati secangkir kopi ketika seorang wanita yang usianya sudah lewat setengah abad datang menghampirinya. Dan wanita itu adalah Aunty Lisda. Wanita yang mengurus Daniar dan Derrek ketika mereka masih kecil.
“Ada apa denganya? Sudah lama aku tidak melihat Derrek yang seperti itu?” tanya Lisda pada Andreas yang hanya mengangkat bahu tidak mengerti.
“Jangan berbohong padaku Andreas. Aku yakin kamu mengetahuinya.” Katanya mencibir.
“Maaf Nyonya. Saya memang tidak mengetahuinya. Saya hanya mengetahui kalau Tuan baru akan pulang setelah pesta yang diadakan oleh Keluarga Dewangga.”
“Sunguh kamu tidak mengetahuinya?” Lisda berusaha memastikannya kembali namun, Andreas hanya menganggukkan kepalanya/
“Apa yang mengganggunya. Aku tidak pernah melihatnya seperti ini?” gumannya sambil berjalan pergi meninggalkan Andreas sendiri.
Di ruang kerjanya yang luas, Derrek berjalan mondar-mandir. Dia sangat marah karena Camilla menolak bertemu dengannya dan menganggap dia bukan orang yang harus ditemuinya.
“Camilla Parker Winter… Akan kita lihat sampai kapan kamu akan menghindariku.”
Dalam kemarahannya, Derrek segera memanggil sekretarisnya untuk menemuinya karena dia tidak akan bersedia menunggu untuk melakukan rencananya.
Suara sepatu yang beradu dengan lantai terdengar begitu kencang karena orang tersebut melangkah begitu cepat dan baru berhenti ketika berada di depan sebuah pintu berukir.
Dengan menarik nafas dan mengeluarkannya dengan pelan, orang yang baru datang mulai mengetuk pintu sampai terdengar suara berat yang memintanya masuk.
“Selamat sore Tuan.”
“Sore. Duduklah!”
Derrek memperhatikan sekretarisnya yang baru datang. Dari wajahnya terlihat kalau dia baru saja meninggalkan tempatnya berlibur. Namun, Derrek sama sekali tidak perduli. Dia hanya tersenyum miring melihat keadaan sekretarisnya itu.
“Kau tahu kalau kamu terlambat 15 menit?” suara Michael terdengar tajam saat bertanya pada sekretarisnya.
“Saya tahu Tuan.”
Suara sekretarisnya yang mengakui keterlambatannya membuat Derrek tertawa. “Kamu bisa melanjutkan liburan mu lagi setelah kamu selesai membuat surat yang aku perlukan.”
“Surat? Maaf Tuan, apakah saya harus membuat surat perjanjian bisnis?” tanyanya heran.
“Bukan. Aku ingin kamu membuat surat lamaran untuk putrinya Samuel Winter yang bernama Elizabeth Winter.”
“Apa?!”
“Kau sudah mendengarnya Wina. Jadi kerjakan sekarang! Setelah itu kamu boleh pergi.”