Bab 2 Wanita Keras Kepala
Bab 2 Wanita Keras Kepala
Sepanjang perjalanan menuju klinik, Derrek sering kali melirik ke arah Camilla yang duduk diam dan sesekali tangannya terulur ke arah kakinya yang terluka.
“Sakit bukan? Aku tidak mengerti dan tidak habis pikir mengapa kamu keras kepala. Atau kamu sudah berubah?” sindir Derrek pelan.
“Aku bukan keras kepala. Aku hanya tidak ingin membuat kamu repot. Dan, astaga Derrek! Bagaimana dengan motor yang tadi aku kendarai? Apa yang harus aku katakan pada Auerel kalau sampai motor tersebut hilang?”
Camilla benar-benar khawatir ketika sadar bahwa motor Aurel dibiarkan begitu saja di pinggir jalan.
“Tidak usah khawatir. Nanti ada pelayanku yang akan mengambil motor kamu. Apa kamu lupa kalau kita tadi berada di wilayahku? Atau….” Derrek tidak meneruskan kata-katanya dan hanya tersenyum sambil melirik Camilla.
“Atau apa?”
“Atau kamu memang sedang menuju rumahku?” lanjutnya.
“Ke rumahmu? Untuk apa?”
“Mana aku tahu. Jadi boleh aku bertanya sedang apa kamu di sini?”
Camilla tidak menjawab pertanyaan Derrek dan dia hanya tersenyum membuat Derrek harus berusaha keras agar tidak memaksanya.
Derrek cukup mengenal Camilla sejak mereka masih kecil. Camilla adalah wanita yang cantik bahkan ketika usianya masih anak-anak. Derrek selalu melihat Camilla bermain bersama adiknya dan Derrek sebagai seorang remaja mempunyai impian suatu hari akan menjadikan Camilla sebagai istrinya.
Derrek kembali melirik wajah Camilla yang tidak berubah sejak terakhir dia bertemu dan dia berpikir kalau wanita yang memiliki sifat ceria dan kadang sangat tidak bisa diduga sudah berubah dan menjadi lebih pendiam.
“Ayo turun! Kita sudah tiba di klinik!” katanya sambil membuka pintu mobil.
Camilla mengikuti Derrek membuka pintu mobil. Tapi ketika dia melangkah keluar, Camilla berteriak kesakitan membuat Derrek bergerak cepat dan menghampirinya.
“Ada apa? Mana yang sakit?” katanya panik. Dan dia sangat terkejut ketika luka di kaki Camilla kembali mengeluarkan darah. “Setahuku tadi kamu hanya tertimpa motor. Tapi kenapa ada luka separah ini?”
“Aku juga tidak tahu. Tolong bantu aku!”
Tanpa diminta dua kali, Derrek memapah Camilla menuju klinik untuk mendapatkan perawatan.
“Selamat siang Suster. Apakah dokternya ada?” tanya Derrek pada seorang suster yang duduk di depan meja pendaftaran.
“Ada. Boleh saya tahu siapa yang sakit?” tanya suster yang mengamati Derrek dengan rasa tertarik mengabaikan Camilla yang berdiri kesakitan.
“Teman saya yang sakit Suster.”
Derrek sangat jengkel dengan sikap suster yang mengawasinya secara berlebihan. Dan jelas hal tersebut sangat mengganggunya.
“Oh Maaf,” katanya tersipu. “Boleh saya tahu nama Nyonya?”
“Nama saya Camilla Parker. Usia saya saat ini 25 tahun. Dan saya mengalami luka karena jatuh dari motor,” jawab Camilla ramah.
Derrek tersenyum geli ketika mendengar ucapan Camilla yang lugas. “Masih wanita yang sama. Selalu berpikir cepat dan tidak membuang-buang waktu.”
“Tunggu sebentar akan saya catat dulu data Anda.”
Suster itu mencatat data Camilla setelah memeriksa tekanan darah dan berat badannya. “Mari ikut saya ke ruangan dokter. Beliau yang akan memeriksa dan memberikan pengobatan pada Anda,” katanya berdiri dan berjalan menuju salah satu ruangan yang berada di lorong.
Camilla dan Derrek masuk ke ruang periksa dan bertemu dengan dokter jaga yang ternyata masih cukup muda yang memberi perhatian lebih pada Camilla membuat Derrek menatapnya tajam.
“Luka Anda tidak parah dan hanya perlu menjaganya agar tetap kering.”
“Terima kasih, Dok.”
Setelah mendapatkan pengobatan Derrek merangkul Camilla dan membawanya kembali ke mobil.
"Di mana kamu menginap. Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?" ucap Derrrek menawarkan diri saat mereka sudah berada di dalam mobil.
“Apakah aku punya pilihan?” katanya balik bertanya.
“Tidak. Karena kamu sudah berada di mobilku dan aku juga sudah menyebabkan kamu terjatuh dari motor maka aku yang akan mengantarmu pulang,” jawab Derrek tersenyum puas.
Camilla tidak mengerti mengapa sikap Derrek berbeda terhadapnya. Dia tahu kalau Derrek selalu menjaga jarak dengannya. Sejak dia menikah dengan Baron maupun setelah dia menjanda. Tidak sekali pun Derrek bersikap ramah padanya. Seolah-olah dengan menjaga jarak dengannya Derrek terhindar dari skandal yang bisa membuat nama baiknya rusak dan mengganggu konsentrasinya pada saat perusahaannya mulai berkembang dan maju. Sejalan dengan keinginannya untuk masuk ke dunia politik.
“Ada apa? Apa yang membuatmu terdiam dan memandang wajahku begitu lama? Terus terang aku tidak bisa berpikir kalau kamu menyukaiku,” seloroh Derrek yang hanya mampu membuat wanita di sebelahnya tersenyum.
“Aku hanya heran. Selama ini aku tidak pernah berpikir kalau kamu bisa bersikap ramah padaku. Aku ingat pandanganmu yang membuatku merasa tidak layak berada di dekat kalian. Kamu dan juga adik perempuanmu,” sahut Camilla pelan tapi cukup membuat Derrek tertegun.
Derrek tidak menduga sama sekali kalau Camilla berpikir kalau dirinya tidak layak. “Kau salah. Aku tidak pernah berpikir seperti itu.”
“Kalau begitu aku yang sudah curiga secara berlebihan. Aku yakin kalau kamu mengetahui rumor yang beredar bukan? Jadi aku harus memastikan apakah kamu akan mengantarku pulang?” Tanya Camilla memastikan.
“Tentu saja aku akan mengantarmu. Dengan atau tanpa persetujuanmu,” sahutnya tegas. “Lalu di mana kamu tinggal selama di kota ini?”
“Aku tinggal di rumah Aurel dan aku yakin kamu ingat bagaimana reaksi Aurel terhadap dirimu. Kalau tidak ingin aku mengatakan bahwa dia bersedia hidup sendiri menunggumu melamar dirinya,” goda Camilla mengingatkan sikap Aurel terhadap Derrek.
“Tapi akhirnya dia memutuskan untuk menikah dengan Kharis Dewangga bukan?”
Wajah Derrek berubah masam ketika teringat bagaimana wanita yang seumuran dengannya membuat dirinya malu dan terpaksa pergi meninggalkan pesta yang di buat oleh Baron untuk memperkenalkan wajah istri ketiganya yang memiliki kecantikan bak Dewi dari Nirwana yang baru diketahui oleh Derrek keesokan harinya bahwa istri Baron adalah Camilla Parker.
“Aku tidak mengira kalau kamu langsung pindah ketika Baron meninggal. Apakah Aurel mengusirmu?” Tanya Derrek cemas.
“Tidak. Aku memang memiliki rumah tersebut. Tetapi kau tentu mengerti untuk mengurus rumah sebesar itu memerlukan biaya yang cukup besar. Jadi aku menjualnya pada Aurel,” jawab Camilla tersenyum.
“Lalu apa yang kamu lakukan di sana? Apakah kamu sudah menikah kembali?” Tanya Derrek ragu-ragu.
Derrek terpaksa bertanya padanya agar dia tidak salah sangka. Cukup sekali dia di cap sebagai laki-laki yang menyebabkan kematian suami dari seorang wanita yang di cintainya.
“Aku belum berpikir melakukan hal yang lain. Termasuk untuk menikah kembali.”
“Jadi apa yang kamu lakukan di lingkungan barumu?”
“Banyak. Aku menjadi salah satu relawan di salah satu layanan rehabilitasi dan aku juga memiliki usaha perdagangan yang mulai berkembang,” jawab Camilla setelah diam cukup lama.
“Tidak memiliki keinginan untuk terjun ke politik? Aku yakin kamu cukup mampu. Selain almarhum suamimu seorang senator, kamu juga sudah pernah menjadi seorang pimpinan organisasi masyarakat.”
“Apa boleh aku mengartikan kata mampu yang kamu ucapkan adalah untuk memiliki seorang suami yang menjadi anggota parlemen? Aku cukup mampu menilai kemampuan yang aku miliki Derrek dan tidak memerlukan seorang teman untuk mengingatkan diriku sebagai wanita yang hanya menjadi nyonya rumah di setiap pesta yang diselenggarakan suaminya,” jawab Camilla dengan nada getir.
Wajah Derrek memerah dan dia sama sekali tidak bermaksud membuat Camilla berpikir lain tentang ucapannya.
“Kamu salah paham Camilla. Kamu tahu dengan jelas bahwa aku sama sekali tidak bermaksud seperti yang kamu katakan tadi,” sanggahnya.
“Aku tahu. Dan aku percaya kamu mengatakannya dengan tulus,” jawab Camilla tersenyum.
“Terima kasih.”
Derrek mengalihkan perhatiannya ke jalan ketika ponselnya berdering dan terlihat nama pelayannya di layar ponselnya.
“Ya hallo?”
“Halo Tuan. Saya sudah membawa motor Nyonya Dubois ke rumah Nyonya Aurel Dewangga. Namun, di sini hanya ada pelayan. Jadi saya menyerahkan motor Nyonya Dubois pada pelayannya,” ucap Tedy salah seorang pelayan Derrek yang dia minta untuk mengantar motor Camilla ke rumah keponakannya. Aurel.
“Kau dengar? Motormu sudah sampai di rumah pemiliknya bahkan kamu sendiri belum tiba di rumah,” beritahu Derrek tertawa.
“Sekali lagi terima kasih Derrek. Seperti yang kamu katakan tadi bahwa aku tertalu tidak peduli dengan luka yang aku alami sehingga aku sering bertindak ceroboh,” katanya mengakui dan menyesal.
Derrek tertawa pelan. “Aku tidak akan membantah karena seperti itulah dirimu. Ceroboh dan tidak peduli bila menyangkut keselamatan diri sendiri.”
“Dasar. Padahal aku berharap kamu menyanggahnya dan mengatakan bahwa aku salah,” gumam Camilla merajuk membuat Derrek tertawa tanpa dapat menahan dirinya lagi.