Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8. AKU HARUS MEMENANGKANNYA

"Dia adalah milikku! Kurasa Tuan Muda Xavier sudah mengetahui ini, 'kan." Austin memotong perkataan Erick.

"Tidak mungkin! Jika dia adalah milikmu maka dia tidak akan mengemis kepadaku untuk rumah itu." Dengan kepintaran yang Erick miliki, dia masih bisa berpikir tentang fakta yang ada. "Asalkan kamu yang berbicara, aku—"

"Austin ...."

Alma yang takut Erick akan berbicara yang tidak-tidak segera membuka mulut sembari perlahan mengangkat tangannya yang halus untuk memegang leher dan menatap wajah Austin.

Meskipun Alma mempunyai tinggi seperti model, tetapi tinggi badannya itu hanya sebatas mata Austin jadi mau tidak mau Alma masih harus sedikit mendongak agar dapat melihat wajah Austin.

"Kita keluar saja, aku tidak ingin berada di sini."

Alma terpaksa mengatakannya. Dia berbicara dengan lembut dan manja seperti sepasang kekasih yang saling bermesraan. Sejenak Austin menatap Alma, lalu dia pun tersenyum.

Tanpa memperdulikan Erick yang masih berada di antara mereka berdua, Austin merengkuh Alma ke dalam pelukannya dan pergi meninggalkan Erick sendirian.

***

Saat kembali memasuki ruangan pesta, Alma menghentikan langkahnya.

"Tuan Marchetti terima kasih atas bantuanmu tadi." Alma sengaja berkata-kata denga bahasa yang formal agar terkesan lebih menghormati Austin.

Austin menatap Alma. Bibirnya yang tipis mulai bergerak. "Aku pikir kamu akan menyalahkanku karena telah menggagalkan hal baikmu."

Alma pun tersenyum. Dia tahu jika Austin sedang menyindirnya.

Ya, ini kali keduanya Austin melihat dirinya dalam keadaan yang seperti itu. Jadi dalam pikiran Alma kemungkinan saat ini Austin juga sama dengan orang lain yang merasa diri Alma adalah seorang wanita yang bisa dipakai.

"Benar juga," ucap Alma. Dia tidak marah, malah kembali tertawa. "Aku masih tidak puas jadi Tuan Marchetti masih harus menjadi orang yang baik sampai akhir."

Sampai di sini, Alma mengangkat tangannya yang halus. Jarinya dia arahkan ke dada Austin, lalu bergerak membentuk sebuah bulatan kecil sembari menatap Austin dengan penuh pesona.

"Kamu sangat menginginkan seorang pria ya?" kata Austin dengan suara beratnya seraya menangkap tangan Alma untuk menghentikan gerakan jarinya.

"Benar. Tuan Marchetti seharusnya tahu kalau aku bisa mati jika harus jauh dari pria," balas Alma sambil mengedipkan matanya dengan nakal.

Melihat sikap menggoda wanita seperti Alma di hadapannya membuat jakun Austin naik turun. Jari Alma yang membuat bulatan di dadanya seperti langsung terasa masuk ke dalam hatinya. Hingga sampai detik itu hatinya bergejolak dan tidak tertahankan.

Respon Austin membuat Alma menjadi bingung dan baru menyadari akan apa yang telah dia lakukan. Jika mereka terus seperti itu maka pasti akan mengundang perhatian banyak orang. Bagi Alma hal seperti itu merupakan hal yang baik.

Setidaknya di kota tempat tinggalnya tidak ada yang berani mengganggu Austin. Jika orang lain menganggap dirinya mempunyai hubungan dengan Austin maka orang lain juga akan menghormati dirinya. Berpikir demikian Alma jadi tidak ragu untuk menempel tubuhnya pada Austin.

"Jangan sembarangan." Austin yang mengetahui pemikiran Alma memberikan peringatan dengan suara pelan.

Alma merespon dengan menyipitkan matanya, lalu tersenyum. Senyumnya merekah.

***

Seperti yang sudah diduga sebelumnya. Saat Austin membawa Alma ke dalam ruangan pesta langsung banyak pasang mata yang mengamati keduanya.

Mereka berdua adalah dua orang yang mempunyai nama dengan reputasi masing-masing di kota mereka, tetapi keduanya tidak pernah ada yang berani mengaitkan satu sama lain. Kini melihat Austin memeluk Alma, para tamu pun mulai membicarakan mereka.

"Tuan Marchetti memeluk saya saat memasuki ruangan seperti ini apakah tidak takut merusak reputasi anda?" tanya Alma kepada Austin sambil tertawa.

Austin menunduk, lalu menatap Alma dengan tatapan tajamnya. "Apakah reputasi sangat penting bagimu?"

"Tidak," jawab Alma dengan cepat. Dia tertawa dan memutar bola matanya. "Bagi saya reputasi adalah barang yang paling tidak berharga."

Setelah mendengar jawaban dari Alma tersebut Austin menjadi tertawa kemudian berkata, "Sepertinya begitu."

***

Pada undangan pesta tuan Clark, Travis pun pasti datang. Travis yang mendengar kalau Austin juga datang menghadiri pesta tersebut sengaja membawa Elena. Dia sengaja akan mengenalkan Elena pada Austin karena dalam pikiran Travis jika keduanya cocok maka derajat keluarga De Carli akan terangkat.

Namun, dia tidak menyangka Austin muncul bersama Alma.

"Ayah, mengapa Kakak ...?" Elena yang juga melihat Alma bersama dengan Austin merasa sangat sedih hingga membuatnya ingin menangis.

"Mereka hanya teman. Sudahlah, ayo jalan. Aku akan mengenalkanmu kepada Tuan Marchetti," tukas Travis seraya menepuk-nepuk pundak Elena, lalu mengajaknya pergi menghampiri Austin.

Saat Alma berbincang dengan Austin, dia melihat ayahnya yang membawa Elena melangkah mendekat ke arah mereka. Seketika senyum di wajah Alma hilang pada saat itu juga. Raut wajah Alma yang mendadak berubah membuat Austin bingung.

"Austin, sudah lama kita tidak bertemu." Travis mendekat dan menyapa sambil tersenyum pada Austin.

Austin sudah mengenal Travis karena sebelumnya dia sudah pernah bertemu dan berbincang dengan Travis. Lingkup pergaulan orang-orang kaya di kota sangat kecil.

Austin mengangkat dagunya perlahan, lalu membalas sapa dari Travis. "Tuan De Carli, sudah lama kita tidak bertemu."

"Alma tidak merepotkanmu, 'kan?" tanya Travis pada Austin kemudian dia menatap ke arah Alma dan berseru, "Cepat ke sini!"

Alma hanya membalas tatapan Travis dan tidak memberikan respon apa-apa.

Sedangkan Austin yang diam-diam sudah mengetahui hubungan antara Alma dan Travis yang tidak harmonis hanya tertawa, lalu dia menatap wanita yang ada di samping Travis. "Siapa dia?"

"Dia adalah putri kecilku ... Elena." Melihat Austin tertarik kepada Elena, Travis dengan cepat mengenalkannya.

"Elena adalah juniormu. Dia juga kuliah di Universitas yang sama denganmu. Sekarang dia di tahun ketiga."

"Benarkah?" balas Austin sambil menatap Elena. "Kebetulan sekali. Halo adik kelas."

Wajah Elena memerah dengan tersipu dia membalas Austin. "Halo, kakak kelas."

Melihat keakraban keakraban mereka, Alma yang berdiri di samping Austin merasakan hatinya menjadi tidak karuan. Tanpa berbicara apapun, Alma berbalik badan dan berjalan menuju balkon.

Saat Alma berbalik, aroma parfumnya semerbak di udara dan tercium oleh indera penciuman Austin.

"Aroma yang sangat tajam, sama seperti karakter wanita ini," batin Austin.

***

Alma berjalan sendiri ke arah balkon. Memikirkan Elena membuat hatinya menjadi tidak tenang.

Begitu sampai di balkon, Alma membuka tasnya untuk mengeluarkan sekotak rokok dan korek api, lalu menyalakan sebatang. Dihisapnya dalam-dalam rokok itu kemudian Alma mengangkat kepalanya dan menghembuskan asap putih rokok itu membentuk bulatan-bulatan di udara.

Sebenarnya Alma sendiri belum mempunyai rencana pasti terhadap Austin, tetapi saat melihat Elena tersipu malu karena Austin maka dengan segera Alma mengubah idenya.

Setelah Travis membawa Elena tinggal di rumah sudah banyak sekali barang Alma yang direbut oleh Elena.

Alma tidak peduli walaupun Elena selalu berusaha merebut barang miliknya dan Alma tidak pernah bertengkar dengan Elena karena masalah itu. Namun, sekarang Alma tiba-tiba ingin bersaing dengan Elena.

"Aku harus memenangkan Austin!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel