Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9. KEKURANGAN PRIA KAYA

Alma terus menghisap rokoknya. Dia membayangkan ekspresi Elena saat mendapatkan Austin. Dia pun tertawa.

Saat Austin memasuki balkon, dia mendengar suara tawa Alma. Dia mengerutkan keningnya, lalu berjalan mendekat ke arah Alma. Sedangkan Alma yang masih sibuk dengan dunianya sendiri tidak tahu kalau di belakangnya ada orang.

"Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Seketika Alma terkejut ketika mendengar suara bariton Austin hingga menjatuhkan rokok yang ada di tangannya ke lantai.

Namun, kekacauan tersebut hanya terjadi sebentar saja. Kini Alma sudah bisa tersenyum kembali. Dia mendekati Austin sambil terus tersenyum, lalu bertanya, "Apakah Tuan Marchetti tidak berbincang lagi dengan adikku? Dia terlihat sangat memujamu."

Austin tidak menjawab pertanyaan Alma, dia malah mengerutkan keningnya ketika melihat rokok yang ada di lantai. "Kamu merokok?"

"Benar."

Sembari menjawab, Alma membuka tasnya dan mengeluarkan rokok dan korek api, sekali lagi Alma menyalakan sebatang rokok dan menggantung di bibirnya.

"Tindakannya seperti berandal jalanan." Sekali lagi Austin mengerutkan kening ketika melihat kelakuan Alma.

Alma mendekatkan tubuhnya ke tubuh Austin. Dia bahkan merangkul leher Austin. Alma menghisap rokok yang ada di tangan, lalu asapnya dihembuskan ke wajah Austin.

Austin tidak masalah dengan asap rokok karena dia sendiri juga seorang perokok, tetapi dia merasakan kerongkongannya menjadi panas ketika dia menunduk dan melihat bibir Alma yang bergerak membuka menutup. Pikirannya berkelana, tapi tidak berlangsung lama. Dalam beberapa menit Austin dapat menenangkan kembali pikirannya.

Di saat Alma merasa bangga akan sikapnya tiba-tiba Austin memegang pinggang dan mendorong tubuh Alma hingga membentur pagar pembatas balkon. Alma merasa kesakitan. Dia hendak melayangkan kemarahannya, tapi pria itu kini menghimpit tubuhnya ke tubuh Alma. Membuat Alma tak bisa bergerak sedikit pun.

“Tuan Marchetti! Kenapa kau—”

Perkataan Alma terpotong kala Austin membenamkan bibirnya ke bibir Alma. Seketika mata Alma terbelalak terkejut saat Austin mencium bibirnya.

Napas Alma nyaris putus kala Austin mencium bibirnya dengan begitu liar. Otak Alma sejenak seakan tak bekerja kala Austin tak henti-henti mencium bibirnya. Ciumannya begitu brutal dengan teknik yang begitu mahir hingga Alma tidak mempunyai kesempatan untuk melawan.

Selanjutnya yang terdengar di balkon adalah suara decapan bibir saat berciuman. Suara yang mengundang gairah di malam hari. Bibir Austin terus menjelajah dengan liar di atas bibir Alma. Berontak adalah sia-sia karena sekarang tubuh Alma telah terpenjara oleh Austin.

Alma menutup kedua matanya, dia pun membuang rokok yang ada di jarinya, lalu dia kalungkan kedua tangannya di leher Austin. Alma membalas ciuman Austin dengan penuh gairah.

Alma terus menempelkan tubuhnya ke tubuh Austin. Dadanya dia tempelkan ke dada Austin. Kakinya dia angkat satu lalu dikaitkannya di paha Austin secara perlahan-lahan.

Alma merasakan respon tubuh Austin. Terdengar suara 'hmm' dan terasa hembusan nafas Austin. "Ternyata pria memang tidak tahan godaan dan sepertinya dia sudah tergoda," pikir Alma.

Saat Alma merasa berbangga diri tiba-tiba Austin berhenti. Dia melepaskan ciumannya bahkan di saat satu kaki Alma masih di tubuhnya.

Alma menjilat bibirnya. Kepalanya menengadah untuk melihat Austin. Matanya basah seakan sedang mengatakan protes 'kenapa berhenti pada saat ini'.

Austin tahu jika Alma merasa tidak puas. Dia pun dapat merasakan gerakan Alma sangat terlatih.

Emosi Austin kembali menggebu saat dirinya tiba-tiba teringat telah 2 kali memergoki Alma dan Erick. Austin raih dagu Alma dengan jarinya, lalu berkata dengan dingin. "Sudah berapa banyak pria yang kamu goda?"

"Aku tidak ingat," jawab Alma seraya menurunkan kakinya lalu berjinjit. Bibirnya didekatkan ke telinga Austin dengan menghembuskan sedikit nafas, dia berbisik. "Tuan Marchetti, kamu sangat menakjubkan."

Austin sontak tertawa setelah mendengar bisikan Alma. Dia semakin menguatkan pegangan pada dagu Alma. "Apa kamu sudah pernah mencobanya?"

"Apakah masih perlu dicobanya?" Alma berkata sambil mengedip-ngedipkan matanya.

Alma mengangkat tangan untuk menyentuh Austin. "Rasakan saja sebentar."

"Singkirkan tanganmu," seru Austin. Suaranya tiba-tiba menjadi serak.

"Bagaimana jika aku tidak mau," balas Alma. Dia tidak menurunkan tangannya malah mencubit Austin dengan nakal.

Austin menjadi marah dengan sikap murahan Alma. Dia melepaskan dagu Alma dan beralih memegang tangan Alma dengan erat. Kekuatan pegangan tangan Austin sangat kuat hingga seakan membuat pergelangan tangan Alma terasa putus.

"Apakah kamu mengerti bagaimana menghormati diri sendiri? Apakah aku harus mengajarimu?" ucap Austin dengan nada yang mengandung kemarahan.

"Tuan Marchetti tadi mendorongku ke pagar dan mwnciumku. Apakah itu disebut menghormati diri sendiri?" balas Alma.

Austin membalas dengan senyuman dinginnya dan berkata, "Hanya nafsu sesaat."

Setelah berkata-kata, Austin melepaskan tangan Alma. "Aku tidak tertarik dengan wanita murahan sepertimu."

Deg!

"Wanita murahan."

Sebutan itu merupakan pukulan keras yang langsung tertuju pada dada Alma. Sebenarnya sudah banyak orang yang menyebutnya seperti itu, tapi dia tidak peduli. Namun, kali ini perkataan itu keluar dari bibir Austin langsung dan itu terdengar sangat menusuk di telinga Alma.

"Tuan Marchetti telah mendorong wanita murahan sepertiku ke pagar dan menciumku, 'kan?" Alma membalas perkataan Austin sembari tersenyum. Senyuman yang penuh makna, matanya juga tersenyum senang seakan tidak memperdulikan penilaian Austin.

Alma merapikan gaunnya, meraih tas dan hendak melangkah pergi meninggalkan tempat, tetapi baru satu langkah dia melangkah, pria di belakangnya menarik pergelangan Alma.

Alma bersemangat melihat mata Austin kemudian berkata dengan tajam. "Kenapa? Apa Tuan Marchetti masih ingin bermesraan dengan wanita murahan ini di balkon lagi?"

"...." Untuk pertama kalinya Austin tidak dapat membalas perkataan seorang wanita. Dia mengingat kembali perkataan yang telah dia ucapkan tadi memang sungguh keterlaluan.

"Untuk apa kamu mencari Erick Xavier?" Austin diam-diam mengalihkan pembicaraan. "Siapa tahu aku dapat membantumu."

Mendengar perkataan Austin tersebut mata Alma menjadi berbinar. Karena terlalu emosional dirinya jadi melupakan tujuan awal mendekati Austin.

"Benarkah?" kata Alma seraya menyunggingkan senyuman. Benarkah Tuan Marchetti bersedia membantuku?"

Austin dapat melihat perubahan emosi Alma yang begitu cepat. Dia pun berdehem lalu berkata, "Ceritakan dulu masalahnya."

"Tuan Muda Xavier membeli rumah warisan kakekku sekarang aku ingin merebutnya kembali." Alma bercerita dengan santai kepada Austin.

Sebenarnya Austin sudah mengetahui masalah itu sejak awal. Dia hanya ingin menanyakan lagi dan mendengar langsung dari Alma.

"Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu?" kata Austin sambil berjalan mendekati Alma dan menatapnya.

"Aku kekurangan pria kaya yang melindungiku," balas Alma. Tangannya dia kalungkan ke leher Austin. "Jika ingin menikahi nona dari keluarga De Carli, Tuan Marchetti bisa mempertimbangkanku."

Austin menatap sepasang mata Alma yang menawan kemudian tertawa. Dia memang tertawa kecil, tetapi tawanya tidak berbeda dengan sebuah cemooh. Austin seperti menertawakan Alma yang yang tidak tahu diri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel