Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. TERLALU BERSABAR

"Rumah itu sudah dijual! Apapun yang mereka lakukan itu sudah menjadi urusan mereka dan tidak ada hubungannya dengan kita lagi!" Travis meletakkan ponselnya, dia terus menatap Alma.

"Sekarang kamu tinggal di rumah ini bersama kami dan harus mulai pergi membantu di perusahaan. Setelah menyelesaikan pendidikan harusnya kamu tidak boleh menganggur terus."

Alma tidak merespon perkataan Travis, dia malah menatap tajam ke arah ayahnya itu.

Melihat sikap putrinya seperti itu akhirnya Travis mengalah. "Baiklah, tidak apa-apa jika kamu tidak bersedia tinggal di sini bersama kami. Besok aku akan mengajakmu membeli sebuah rumah baru untukmu.

Tidak apa-apa juga kalau kamu tidak ingin bekerja. Asal kamu tidak lagi mengungkit urusan rumah yang dijual itu, kamu bebas melakukan apapun. Bagaimana menurutmu?" jelas Travis. Dia menganggap Alma hanya tidak bersedia tinggal bersamanya.

"Siapa yang butuh rumah baru darimu!" Alma berkata sembari tertawa sinis. "Aku hanya mau rumah itu! Aku akan membelinya kembali."

Travis yang tidak tahan lagi melihat Alma yang terus menentang akhirnya menjadi emosi. "Sudah berapa kali aku bilang padamu kalau rumah itu sudah terjual! Beberapa hari lagi nama orang lain akan digantungkan di atas pintu! Jika kamu melanggarnya kamu akan dikenakan denda 7.5 juta euro. Apa kamu punya uang sebanyak itu?!"

"Berapapun nilainya itu adalah peninggalan kakekku! Kenapa kamu menjualnya?!" seru Alma sambil menggertakkan giginya karena terlalu emosi. "Kamu membawa pulang putri jahanam itu aku bisa menerimanya! Kamu memarahi dan memukulku karena putri dari jahanam itu aku juga masih menerimanya, tapi jika kamu menyentuh warisan peninggalan dari kakekku, aku tidak akan membiarkannya!"

"Kamu!!" Travis sangat marah ketika mendengar semua ucapan Alma. Seketika dia berdiri dan langsung menghampiri Alma serta mengangkat tangannya.

"Kenapa?! Apa kamu mau memukulku?!" Alma tertawa sinis sembari mendekatkan wajahnya. "Pukul saja! Bunuh saja aku hari ini lalu serahkan semua harta warisanmu pada putri dari jahanam itu!"

Tangan Travis yang sudah akan mendarat di wajah Alma, dia tahan karena mendengar ucapan dari Alma. Dia kemudian perlahan-lahan menurunkan tangannya lalu menghela nafas.

"Kenapa tidak jadi memukul?" kata Alma sembari menatap Travis dengan matanya yang memerah.

"Perhatikan cara berbicaramu. Jangan selalu menyebutnya putri dari jahanam, dia itu adik perempuanmu!" Travis mencoba mendidik Alma. "Memang aku yang bersalah waktu itu, tapi anak itu tidak berdosa. Elena sangat menyukai kakak perempuan sepertimu. Apakah kamu dapat bersikap baik kepadanya?"

"Huh!" Alma menanggapi dengan sinis perkataan Travis.

"Aku akan membeli kembali rumah itu! Rumah itu adalah peninggalan dari keluarga kakek. Semuanya akan kembali ke tanganku. Lihat saja nanti!"

Setelah mengatakan hal itu, Alma berbalik dan melangkah pergi keluar dari ruang baca meninggalkan Travis sendiri.

***

Alma keluar dari kediaman besar sekitar pukul 10 malam. Dia menghabiskan banyak tenaga untuk bertengkar dengan ayahnya tadi dan kini dia merasa kelaparan karena belum makan malam.

"Kamu di mana?" Alma mengeluarkan ponselnya dan menanyakan di mana kekeberadaan Irina lewat pesan singkat.

Irina membalasnya dalam waktu yang singkat. "Aku ada di rumah."

Alma pun menceritakan tentang kondisinya dan bertanya kepada Irina apakah dirinya bisa menginap di tempatnya untuk sementara waktu. Irina dengan senang hati menyambutnya.

Dalam waktu 40 menit kemudian, Alma telah sampai di apartemen milik Irina. Setelah lulus kuliah Irina tinggal seorang diri di apartemen hasil uang tabungannya sendiri.

Irina tahu apa yang terjadi pada Alma hanya dari melihat wajah Alma yang sangat muram. Irina berkata, "Aku sudah memesankan makanan untukmu dan sebentar lagi pesanannya akan datang. Aku memesan makanan kesukaanmu dari restauran favoritmu."

Seketika suasana hati Alma menjadi membaik setelah mendengar perkataan Irina yang penuh dengan perhatian.

"Jangan menceritakan masalah itu lagi. Setiap permasalahan pasti akan ada jalan keluarnya!" kata Irina seraya menepuk pundak Alma. "Kamu harus optimis."

Alma sebenarnya ingin membalas dengan memberikan senyuman pada sahabatnya itu, tetapi saat ini dirinya sangat sulit untuk tersenyum.

"Aku tiba-tiba berpikir ...." -Alma merebahkan tubuhnya ke atas sofa dan pandangannya lurus menerawang ke depan- "mungkin aku sudah terlalu bersabar beberapa tahun ini."

"Apakah kamu baru menyadarinya sekarang? Selama ini kemana saja." Irina berkata sambil tersenyum meremehkan Alma. "Jika aku menjadi dirimu, sejak kakekmu meninggal aku akan langsung datang ke perusahaan dan merebut harta warisan. Sekarang malah datang wanita itu dan anaknya!"

"Apa yang dikatakan oleh Irina benar," pikir Alma.

Waktu itu, saat kakek Alma meninggal, dia dalam kondisi berduka dan tidak sempat berpikir tentang masalah itu. Selain itu Alma tidak memiliki otak bisnis, saat itu dia berpikir perusahaan tidak akan berkembang jika dia yang memimpin perusahaan.

Saat itu Travis—ayahnya yang sudah menjadi jajaran pimpinan perusahaan dan hubungan ayah anak masih sangat baik maka Alma dengan tenang dapat menyerahkan perusahaan pada Travis.

Namun, tidak ada yang menyangka mengenai apa yang terjadi setelahnya. Tidak berapa lama Travis memimpin perusahaan, dia malah membawa pulang ke rumah seorang wanita dan juga putrinya. Sejak saat itu hubungan Alma dan Travis memburuk.

Alma sekarang sangat menyesali keputusannya waktu itu. Harusnya dia tidak memperdulikan dirinya yang tidak mempunyai otak bisnis.

Jika saat itu dirinya tidak menyerah, perusahaan yang telah diperjuangkan oleh kakeknya seumur hidupnya tidak akan jatuh ke tangan orang lain.

Setelah Travis mengambil alih perusahaan, dia tidak hanya membawa pulang simpanan dan putrinya, tetapi dia juga membawa masuk sanak saudara wanita itu ke dalam perusahaan.

Karena masalah itu Alma dan Travis sering kali bertengkar, Travis sama sekali tidak pernah mendengarkan perkataan Alma. Mengingat masalah itu tatapan Alma jadi terpaku.

Melihat raut wajah Alma, Irina tahu jika Alma sedang memikirkan hal yang tidak menyenangkan.

"Baiklah, semangat! Aku akan membantumu merebut kembali perusahaan," kata Irina berjanji sambil menepuk dadanya.

Tanpa sadar Alma tertawa setelah mendengar perkataan dan melihat kelakuan sahabatnya itu.

"Daripada mengharapkan Irina membantunya merebut perusahaan, lebih baik aku tidur dan bermimpi indah," pikir Alma.

***

Setelah membersihkan diri dan makan. Alma membaringkan diri di tempat tidur dengan memakai baju tidur Irina. Dia tidak bisa tidur dan terus memikirkan masalah rumah yang dijual.

Cara negosiasi mungkin tidak akan berhasil dalam menghadapi Erick Xavier. Jadi dia harus memikirkan cara lain.

Di saat Alma tengah berpikir keras, tiba-tiba terlintas nama seseorang di benaknya.

"Benar! AUSTIN MARCHETTI."

Tujuan Alma mendekati Austin adalah agar dapat menikah dengannya. "Suatu kebetulan kalau ternyata Austin mengenal Erick dan sepertinya Erick takut kepada Austin. Jika Austin yang berbicara maka mungkin semuanya akan berjalan dengan lancar," pikir Alma.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel