Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Zero (II)

Bab 8 Zero (II)

Sasuke berdecak, "Kalau tahu kau bersamanya, aku takkan membiarkanmu berangkat."

Hinata terkikik, "Ayolah. Ini hanya bisnis."

"Pikirmu kami para predator tidak akan memahami predator lain, eh?!" Suara Sasuke makin dingin.

Hinata menatap wajah suaminya yang mengeras. "Kau cemburu?"

"Kau menyangka aku akan dengan sukarela mengantarkan istri cantikku ke hadapan pria berengsek seperti Toneri. Aku bahkan tahu siapa saja yang jadi langganan si monster bulan itu."

Hinata terkekeh, "Ya ampun.. kalian bahkan punya julukan mesra?"

"Tsk! Teruskan saja tawamu." Sasuke kehilangan moodnya.

.

"Kau ingin pesan apa?" Tanya Hinata dengan mesra.

"Samakan saja." Ujar Sasuke acuh.

****

.

.

Setelah makan malam yang sudah kehilangan rasa, Sasuke memutuskan untuk pergi ke kamar kecil. Ia perlu mencuci muka dan mungkin juga merokok.

Ada banyak hal yang harus diselesaikan. Tapi dia bingung harus memulai dari mana.

.

Sementara itu sebuah bahaya menjelma menjadi seorang perempuan sexy dengan gaun mini yang mengundang hasrat. Hinata langsung memutar mata jengah, sudah kebal dengan yang beginian.

.

Lalu perempuan berambut merah dengan dandanan yang terlalu over itu duduk di meja Sasuke. Membuat mata Hinata menyipit dengan kernyitan di dahinya.

"Hai.. aku Karin. Aku kekasih Sasuke. Aku adalah wanita nomor satu dari semua koleksinya. Satu-satunya wanita yang dekat dengan dia, dan juga harusnya dia nikahi, " pidatonya sama sekali tak membuat Hinata gusar.

.

Hinata mendengus dengan gestur geli yang begitu kentara, menertawai siapapun pelacur di depannya ini dengan gaya yang begitu anggun sekaligus mencemo'oh. "Ya Tuhan.." Hinata berbicara dengan tawa kecil yang seperti genta. "Apa katamu? Wanita nomor satu?" Hinata tak lagi membendung tawanya.

"Ya. Dan aku adalah wanita nomor satu yang seharusnya dia nikahi. Bukan kau, kau hanya orang asing yang memiliki banyak nilai nol." Nadanya menyiratkan rasa overconfident yang membuat Hinata melihatnya dengan tatapan kasihan.

Hinata tertawa kecil, jenis tawa melecehkan yang membuat telinga Karin gatal.

"Bagimu aku adalah angka nol. Tak memiliki apapun yang layak di sebut sebagai pertama, Karin-san. Tapi angka nol-lah yang mengawali setiap angka. Kau harus pahami itu, oh- atau kau memang tak memahaminya?" Hinata mengangkat gelasnya dan menyesap aroma wine ke hidungnya sebelum meneguknya dengan gerakan anggun yang indah. Seolah menunjukkan betapa dia jauh lebih berharga dari wanita yang berdandan minim ini.

"Kalau kau tidak lupa," Hinata menaruh gelasnya kembali ke meja, lalu menyunggingkan senyum angkuhnya, "Di namamu tidak tertera nama Uchiha. Tapi dalam sekali pandang orang pasti menilaimu sebagai gundik yang berpengalaman." Hinata menatapnya tanpa rasa sopan. Sebuah gerakan di mana mata jelitanya memindai wanita di depannya dengan pandangan jijik.

"Kau!" Karin hilang kesabaran, lalu mendengus, "Kau takkan bisa memuaskannya! Bahkan sehari sebelum pernikahanmu,dia msih bercumbu denganku."

Hinata tertawa seolah itu adalah candaan konyol, meski hatinya diremas lagi seperti sebelumnya. Seperti ketika Sasuke dengan dungu menanyakan keperawanannya. Tapi Hinata sudah terlatih untuk situasi yang bahkan lebih mengerikan di bandingkan ini. Jadi, dia dengan tenang justru bersiap melancarkan serangan. Dia dicetak menjadi wanita independen yang terkadang begitu bitchy dan menyebalkan.

"Tidak masalah Sasuke seperti itu. Mana ada kucing yang tak akan memakan ikan asin. Lagipula Uchiha yang mana yang bisa kuharapkan lepas dari dosa?"

"Kau bodoh!" Ejek Karin.

"Benar, tapi akan lebih idiot jika aku justru menyerah di sini. Sasuke adalah bistik dengan harga paling tinggi. Tidak masalah kau makan satu potong, asal ia masih berada dalam piringku, berarti akulah pemiliknya." Hinata berbicara dalam satu tarikan napas. Lalu tersenyum manis seolah tak ada apapun.

.

.

"Karin apa yang kau lakukan di sini?!" Suara Sasuke membuat atensi dua orang itu terpecah.

.

"Sayang. Kenapa kau berkata seperti itu?" Suara manja Karin membuat Hinata habis kesabaran. Tapi sebagai wanita bermartabat ia tidak akan mengamuk di depan banyak orang.

Ia adalah seorang menantu Uchiha. Juga seorang Hyuuga dengan kasta tertinggi, jadi dia akan memberikan sebuah pukulan psikis yang tidak akan di lupakan oleh wanita sundal ini.

.

"Sudah kubilang aku tak ingin lagi bertemu denganmu!" Geram Sasuke dingin.

.

Hinata mendengus geli melihat suaminya yang begitu dingin mengusir mantan teman kencannya. Lalu ia memanggil pelayan dan meletakkan platina card ke nampan untuk membayar billnya. Matanya masih memandang opera sabun antara suaminya dan mantan teman ranjangnya yang telah kurang ajar membuatnya kesal.

Tapi tenang saja. Sasuke akan membayarnya lunas. Hinata akan mencat itu dalam kepalanya. Tidak ada yang gratis dari setiap sakit hati yang Hinata terima.

.

"Sasuke-kun. Aku kangen." Karin makin berani merapatkan tubuhnya ke suaminya.

Sasuke berusaha melepas belitan ularbetina itu, namun tetap saja ia sudah terlambat untuk menghindari tatapan istrinya yang menyiratkan perasaan muak.

.

"Lepaskan!" Sasuke menggeram. Berusaha menarik lengannya dari noda. Toh sudah terlanjur ia berdosa, tapi setidaknya ia harus menjaga nama baik Uchiha dan harkat istrinya. Sial! Hinata akan membalasnya pasti. Dia dapat melihat kilat kepuasan di mata cantik si jelita itu.

.

Hinata itu adalah sebuah ranjau. Sekali ia salah bergerak, dipastikan ia takkan selamat.

.

Seorang pelayan sedikit mengendurkan ketegangan. Dengan sopan menyerahkan kembali kartu tanpa batas milik Hinata.

.

"Ngomong-ngomong, apa kau masih ingin di sini?" Hinata berbicara tanpa melihat Sasuke dan lebih tertarik memasukkan kembali kartunya ke dalam clutch hitam milik Channel yang sengaja dipamerkannya kepada Karin.

.

Sasuke menarik napas. "Tidak."

"Bagus." Hinata tersenyum manis, "Aku tidak suka tempat yang murahan dan kotor. Lain kali, kau harus memastikan tidak ada lalat." Lanjutnya sambil mengibas udara.

.

Karin hampir maju saat Sasuke mencekal lengan Karin dan menatapnya tajam penuh dengan peringatan, -kalau--kau--maju--sejengkal--kau--mati.

.

Hinata melangkah anggun menjauhi meja reservasinya. Lalu Sasuke melepas kasar lengan Karin dan berbisik dingin, "Aku sudah memperingatkanmu. Jadi jangan salahkan aku kalau bertindak jahat."

Kaki Sasuke mulai menjauhi Karin yang matung dengan bulu kuduk berdiri karena merasa ngeri atas ancaman Sasuke.

.

.

Sasuke berusaha mengimbangi langkah Hinata, dan buru-buru meraih tangannya. "Aku bisa jelaskan." Nada bicara Sasuke sarat akan permohonan.

Hinata berhenti dan menatap mata obsidian milik orang berengsek yang berulang kali mematahkan hatinya. Tapi entah mengapa, ia justru semakin ingin bertahan di sisi orang keparat seperti Sasuke ini. Oh, mungkin baginya itu adalah suatu tantangan yang harus ia takhlukkan. Sepadan dengan rasa sakit hati, ia akan membuat Sasuke bertekuk lutut di kakinya. Ia yakin itu.

Hinata mengangkat alisnya dengan gerakan sensual. Lalu menelengkan kepalanya seolah tidak mengerti apa yang Sasuke bicarakan.

"Aku dan dia sudah selesai."

Hinata menggut-manggut seolah penjelasan Sasuke itu tidak menarik dan ia membalas sekenanya. Tapi ia memuji Sasuke karena tidak memilih kata kami sebagai kata ganti hubungan keduanya. Setidaknya, kalimat aku dan dia sudah selesai, lebih nyaman terdengar daripada kami sudah selesai. Bah! Kalau Sasuke tidak lihai memilih kata, mungkin Hinata sudah menamparnya.

Tentu saja cassanova seperti Sasuke harus pintar bicara, kalau tidak mana mungkin banyak wanita yang menyodorkan tubuh mereka sendiri untuk diterkam buaya lapar seperti anak kedua keluarga Uchiha itu.

"Kau berkencan dengannya?"

Sasuke mengeluarkan napas kasar, "Percayalah itu hanya one night stand. Aku mabuk setelah pesta lajang. Kau bisa tanya Naruto."

Hinata menatap Sasuke jengah, "Karin sepupu Naruto. Akan jadi apa jika skandal ini tercium heh?"

"Naruto sudah tahu. Dia juga tahu kalau Karin yang menjebakku. Kita bisa pergi ke tempat Naruto kalau kau tak percaya." Ada nada frustasi yang tak bisa disembunyikan Sasuke.

.

Pria Uchiha itu begitu marah terhadap kesialannya hari ini. Setelah dosanya berupa sebuah pertanyaan tentang virginitas Hinata, malah kini satu aib lagi yang harus ia terima.

.

Hinata meyisipkan rambutnya ke belakang, gerakan kecil yang begitu sensual dan membuat Sasuke merasa was-was jika si jelita minta cerai. Sungguh, dari skala satu sampai sepuluh, cinta Sasuke untuk Hinata telah menempati angka sembilan koma sembilan, tinggal nol koma satu persen lagi, dan Sasuke akan mati kalau Hinata meninggalkannya.

.

"Kau bisa marah Hinata, sungguh. Jangan buat aku menerka apa yang kau lakukan. Aku bisa gila kalau kau melayangkan surat gugatan."

.

Hinata tertawa geli, "Ya ampun." Ujarnya. Dari semua gombalan Sasuke, kenapa pula harus menyerempet perceraian. Sungguh. Ini tidak romantis bagi kebanyakan orang. Tapi bagi Hinata kalimat itu sungguh manis dan juga realistis. Menurutnya, kalimat 'aku mencintaimu' yang diucapkan Sasuke akan terdengar penuh kepalsuan.

.

Tangan Hinata lalu terulur, mendekap kedua sisi pipi Sasuke, "Aku bukan orang bodoh yang melepas suamiku untuk pelacur, sayang..." mata perak yang cantik itu menatap Sasuke dengan sebuah ketegasan dan kesungguhan.

.

Sasuke mendesah pasrah, meski kata-kata Hinata sangat kasar, tapi Sasuke tak bisa menyembunyikan seringainya. Ia merasa bahagia akan kenyataan bahwa Hinata akan tetap berada di sisinya. Ia tak perlu kata-kata romantis tentu saja. Hinata dan kata sarkasmenya adalah satu paket, keduanya adalah bagian yang tak bisa lepas. Asal Hinata di disinya, maka itu sudah cukup.

.

Sasuke menurunkan tangan Hinata dari kedua sisi wajahnya. Lalu memeluk wanitanya dengan sebuah pelukan hangat. Pipi hinata menempel di dadanya yang berdetak. Ia mencium ujung kepala istrinya.

.

"Ngomong-ngomong Sasuke.." ujar Hinata di sela pelukan mereka di tempat parkir.

"Hn?"

"Berikan dompetmu!"

****

.

.

Sasuke tidak menyangka akan jadi begitu pada akhirnya. Tapi Hinata memang penuh dengan kejutan. Dia pikir, Hinata yang meminta dompetnya akan menguras semua isinya dengan membeli semua etalase toko.

.

Nyatanya?

.

Wanita yang kini tidur bergelung di sisinya itu justru mengajarkan sesuatu yang membuat hatinya makin sulit melepaskan diri.

.

Hinata memilih untuk memborong semua makanan di sebuah gerai makanan cepat saji dan mengantarkannya langsung ke panti asuhan yang tak jauh dari kediaman mertuanya, sang Hyuuga Hiashi.

.

Hinata mengabaikannya dan bertindak layaknya bos menyuruhnya membawakan ini-itu dan membagikan semuanya.

.

Justru itu, itu yang membuat Sasuke begitu menginginkannya sampai serasa ingin mati saja.

Ada senyum tulus dan sarat kehangatan yang tak pernah diberikannya pada keluarga Hyuuga atau Uchiha. Senyum yang sampai ke matanya.

Ketika Sasuke merangkulnya dalam rengkuhan mesra, Hinata tersenyum melihat anak-anak yang yang begitu gembira menyantap makananya.

"Setiap kebahagiaan harusnya dirayakan dan dibagikan." Racaunya.

.

Sasuke diam dan mendengarkan.

"Aku bahagia kau mengatakan cintamu. Sesuatu yang kutunggu semenjak post-it yang kau tempelkan di lokerku di musim semi pertama masa SMP kita."

.

Sasuke tersenyum, bukan jenis seringaian. Tapi senyum tulus yang membuatnya tampak seperti pangeran berkuda putih dan bukan iblis tampan.

Bibir Sasuke mendekat. Mengecup pucuk kepala Hinata. "Ti amo, bella mia..*"

"Gracias, ma'lucifer..*"

.

Baiklah, momen mereka tak akan jauh-jauh dari menyisakan sebuah dengusan dan seringaian.

Romantis memang bukan milik keduanya. Hinata akan ressistan dengan gombalan. Dan wanita itu lebih dekat dengan kaliamat sarkasmenya.

Itu lebih baik, setidaknya mereka punya waktu untuk berbagi kehangatan hati. Bukan cuma diisi dengan pertengkaran setiap hari.

Sasuke mendesah lega, lalu mencium kecupan di bibir menggoda istrinya. Yang tentu saja dihadiahi injakan heels oleh kaki jenjang Hinata. Namun begitu Sasuke masih sempat mengerling nakal dan berbisik, "Akan kuhabisi kau di ranjang."

.

Hinata tersenyum nakal, "Ugh... apa kau akan berubah jadi hulk kalau kau marah?!" Ujarnya dengan kerlingan menggoda dan segera beranjak menghindari tangan Sasuke yang berusaha menangkapnya.

Tentu saja. Kabur adalah keahlian wanita itu.

.

Sasuke menyeringai. Hinatanya sudah kembali.

Wanita yang membuatnya jatuh cinta sudah kembali. Di mana mereka memulai semuanya dari nol. Sebuah titik di mana hanya mereka berdua didalamnya.

Hinata adalah angka nol-nya. Yang membuatnya berlipat lebih kuat, atau berlipat lebih lemah.

****

.

*) simbol bunga krisan = adalah simbol kerajaan Jepang. Bisa diartikan bahwa Hinata adalah kalangan ningrat yang memiliki kekarabatan dengan Kaisar.

*) huskey alias siberian huskey nama jenis anjing serigala kutub. Itu loh yang biasa buat ngegambarin warewolf. Jadi intinya tuh si Toneri mau bilang, kalau si Sasu tuh kayak anjing (alpha), dengan maksud nyindir gitu.

*) ti amo, bella mia = aku mencintaimu, cantikku.

*) gracias, ma'lucifer = terimaksih, lucifer (iblis) ku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel