Bab 7 Zero (I)
Bab 7 Zero (I)
.
Kalian salah besar jika menganggap Hinata akan menangis di suatu tempat dan menghindar dari masalah.
Ibarat pemain bola, Hinata adalah tipe penyerang. Counter striker, dia menciptakan peluangnya sendiri dan membuat golnya. Dia akan memotong umpan lawan, menggiringnya dengan indah dan memasukkan bolanya dengan gerakan cantik yang akan menghipnotis siapa saja.
Seperti sekarang misalnya.
Senyum aristokratnya tersungging sempurna. Sebuah perpaduan senyum sopan yang terlihat tulus, dengan kadar kemanisan yang ditakar pas sedemikan rupa.
Peragaan busana dari rumah mode Yamanaka yang dakuisisi oleh Uchiha Enterprize dan kini berganti lebel menjadi YUme (mimpi) atau Dream untuk label Eropa. Para model berjalan melalui runaway. Memamerkan koleksi musim gugur yang bahkan belum resmi dilaunching.
Ino menatap pasangan sejoli yang duduk di sampingnya. Baginya, Hinata adalah seorang teman yang derajatnya takkan pernah disamainya. Selain Hinata terlahir sebagai gadis keturunan darah biru, Hinata adalah sebuah mahakarya yang tidak akan ada duanya.
Hinata cantik dengan kesan smart dan juga elegan. Bukan jenis barbie, tapi semacam Hermione Granger. Begitu tangguh dan susah dikalahkan bahkan jika itu oleh pemeran utama sekalipun.
Jika gadis seusianya bermain dengan boneka, maka Hinata justru menekuni kuda dan mengendarai binatang itu di usianya yang kesembilan. Lebih suka bela diri ketimbang berdansa. Lebih suka gitar ketimbang piano. Dia adalah anomali di antara deretan para penerima segel bunga krisan*.
Hinata menolak menjadi biasa dan rata-rata. Dia menolak menjadi seorang yang terlalu feminim. Tapi menunjukkan sisi feminitasnya dengan gaya berbusana kasual yang berkelas. Sangat sederhana namun bergaya.
Seperti sekarang misalnya. Hem putih satinnyanya begitu sederhana namun dengan jelas dikenali rancangan Dolce&Gabbana, celana denimnya berwarna mocca juga bukan barang biasa, ada sentuhan retro klasik. Tentu saja Current Elliot special edition bukanlah barang murahan. Ah, jangan lupakan knee high boots berwarna coklat tanah yang begitu keren, menampilkan kesan aktif. Dan bukan barang yang mudah dibeli jika menilik rancangan Alice + Olivia cogniac brown dengan hak runcing lima belas senti. Dan dia membawa long coat yang sewarna dengan celananya milik rumah mode Valentino.
Hinata tidak suka baju yang bercorak, lebih memilih celana ketimbang dress, justru itu yang membuatnya terlihat maskulin untuk wanita. Ada sisi tangguh dalam image-nya.
"Kau suka yang mana Hinata?" Suara Sasuke terdengar bosan. Sudah lebih dari empat jam ia menemani Hinata semenjak insiden kamar tadi pagi.
"Hinata kelihatannya tak akan memilih apapun, Sasuke-kun." Celoteh Ino. "Yang keluar bukan gayanya."
Hinata tertawa kecil, "Ya ampun Ino. Kita tidak tahu sebelum mencoba kan," seloroh Hinata setengah hati.
Sasuke menahan dirinya untuk memperingatkan Hinata supaya menjaga kelakuannya. Tapi mengingat Ino adalah alasan utama dia diacuhkan pagi ini, Sasuke merasa jika lebih baik untuk memilih diam.
Hinata mengangkat alisnya, terutama saat seorang model lewat di depannya dengan gaya kasual namun terlihat elegan. Di tangannya memegang tas tangan berwarna hitam yang terlihat berkelas.
"Kau mau itu?" Tanya Ino.
Hinata melukiskan senyum misteriusnya. "Well Ino-chan kau seharusnya memperhatikan kalau aku berbicara." Ujar Hinata, "Kalau aku bilang, kita tidak tahu kalau tidak mencobanya, berarti aku ingin bilang, aku akan membeli semuanya."
"Apa?!" Suara Ino dan Sasuke bergema bersama.
Hinata tertawa, jenis tawa kemenangan yang terdengar bahagia.
****
Sasuke menggeret lengan Hinata dan menepi di pojok ruangan, "Apa maksudmu?!"
Hinata mengerjap, berpura-pura tidak tahu.
"Ini bukan gayamu." Final Sasuke, "Kalau kau marah, katakan saja. Kau boleh memukulku atau mengataiku sesukamu. Tapi bertindak seolah tak ada apa-apa makin membuatku tersiksa."
Hinata tertawa riang, dan justru membuat Sasuke mengernyit. Menebak-nebak apa yang dipikiran wanitanya ini.
Hinata berdehem sebentar, "Ya ampun! Kau pikir aku akan menamparmu, lalu mengurung diri dan menangis seharian?" Hinata tak bisa membendung perasaan gelinya. "Ini sudah 2016, aku sudah 27 tahun. Kami para wanita tidak akan melakukan hal-hal bodoh lagi. Kami lebih cepat move on dan menghadapi dunia dengan berani." Ujar Hinata sambil menyisipkan sejumput anak rambutnya ke belakang telinga.
Sasuke mendesah lega,
"Lagipula, kau pikir tidak ada gunanya kalau aku menangis seharian atau marah-marah tidak jelas. Lebih menyenangkan jika menghabiskan kantongmu." Kata Hinata sambil tersenyum.
Sasuke diam dan melihat Hinata dengan alis tertekuk.
"Apa kau masih ingin di sini? Aku harus ke salon sekarang."
"Akan kuantar." Tukas Sasuke.
****
Hinata keluar salon dengan over coat hitam selutut dan sepatu ankle boot berwarna abu. Persis seperti model musim gugur rumah mode Valentino yang tersesat di Mall.
.
Sasuke mengumpat ketika disadarinya Hinata tidak lagi memakai celananya, dan hanya memakai stoking berwarna hitam yang kelihatan seduktif dan memperlihatkan lekukan kaki jenjangnya.
Demi tuhan, ini mall. Berapa banyak lelaki di sini?!
Sasuke mengawasi setiap tolehan lelaki yang melintas melihat istrinya penuh damba. Sasuke tahu apa yang ada di kepala mereka. Sama seperti dirinya yang terpesona sekaligus tersulut gairah ketika Hinata keluar salon dalam mode super sexy.
.
Dan apa-apaan dengan rambut Hinata?
Wanita itu mewarnai rambutnya? Walau hanya hilight violet, akan tetapi Sasuke merasa gusar setengah mati. Dan jangan lupakan warna samar eyeshadow dan juga lipstik Hinata yang sewarna dengan rambutnya. Meski sapuannya begitu natural dan terlihat biasa saja, tapi menimbulkan gejala tak biasa terhadap Sasuke.
Damn! Dan apa-apaan dengan kontak lens ungu itu?!
"Mau kemana kau?!" Sasuke tak bisa menyembunyikan ketidak sukaannya terhadap perubahan Hinata.
Hinata memutar matanya, "Kupikir kau sudah pergi." Ujar Hinata acuh, sambil melihat sapuan kuteks warna pale violet yang menutupi dengan sempurna permukaan kukunya.
"Jawab aku kalau bertanya, sayang." Ada geraman rendah dalam suara Sasuke.
Hinata melirik Sasuke dan mendesah malas, "Aku ada janji dengan perwakilan Otsutsuki Holding. Kau bisa pulang sendiri kan?"
Sasuke mengepalkan tangannya. Sebisa mungkin menghindari konfrontasi dengan Hinata dan membuat Hinata marah. Ia akan berdamai untuk hari ini. Ia akan menjadi suami yang baik untuk Hinatanya.
****
.
.
"Hai.." Hinata menghampiri lelaki dengan jas yang duduk sendirian di meja VIP sebuah restoran yang kental dengan nuansa Eropa.
.
Toneri Otsutsuki, lelaki bermata perak dengan rambut nyaris perak itu tersenyum melihat Hinata. Ia berdiri dari tempat duduknya, menyeretkan tempat duduk dan kembali ke tempatnya dengan gerakan luwes yang membuat Sasuke iritasi mata.
.
Ya, Sasuke si posesif memilih untuk mengantarkan Hinata ke pertemuan bisnis perempuan itu. Bukannya Sasuke tidak percaya akan kemampuan Hinata, tapi saking percayanya dia terhadap pesona Hinata jadi ia tak percaya pada para predator lapar di luaran sana. Terutama si pewaris Otsutsuki Holding, cassanova lain yang terlebih dulu ditolak Hiashi.
.
"Wah.. wah.. aku tidak tahu kau mulai membawa huskey* ke mana-mana." Toneri berkata riang di balik buku menu yang ada di hadapannya. Nada suaranya nyaris tak bisa menyembunyikan sarkasme.
Meski perkataan itu kasar dan terkesan merendahkan, tapi Hinata enggan membela suaminya sendiri.
"Bukankah semua lelaki itu sama. Mereka selalu berpikir wanita itu lemah." Hinata bicara acuh sambil memindai deretan menu yang menarik atensinya. Lalu menyuruh seorang pelayan membawakan pesanannya dan Toneri.
"Bukankah itu benar?" Toneri meletakkan buku menu, menatap Hinata dengan rasa tertarik yang begitu besar.
Hinata mendengus, "Itu hanya stereotip, Tone-san." Lalu melanjutkan.
"Buktinya, kau pun harus dilindungi oleh suamimu sendiri." Toneri mengamati Hinata yang kini menyerahkan kembali buku menu ke pelayan dan menatapnya dengan tatapan tajam yang terlihat begitu seksi.
.
"Kau harusnya tahu, wanita tak perlu di lindungi karena mereka tahu cara melindungi dirinya sendiri."
Toneri tertawa, "Ya ampun."
.
"Tubuh wanita adalah senjata yang membuatmu menyerah kalah setiap waktu. Bukankah begitu Tone-san." Hinata mengintip ekspresi Toneri dari balik bulu matanya.
"Well, aku memang tak pernah bisa menandingi kecerdasanmu, lady Hyuuga." Tawa renyah pewaris Otsutsuki Holding pecah berderai.
.
"Kurasa aku bukan lagi bagian dari keluarga itu, jika kau tidak lupa." Hinata tersenyum manis, jenis kemanisan yang mampu membuat lelaki seperti Toneri berlutut minta dipilih.
"Baiklah, haruskah kau kupanggil nyonya Uchiha?" Toneri melipat tangannya di depan dada, melihat Hinata yang kini menyilangkan kakinya dengan gerakan anggun. Membuat ujung coat-nya terangkat dan menampakkan lebih banyak pahanya yang tertutup stoking hitam.
.
Toneri mengumpat-ngumpat. Andai saja ia bergerak lebih cepat dari Uchiha busuk itu. Tentu saja perempuan seperti Hinata adalah spesies spesial yang memilikinya adalah suatu berkah.
Pelayan membawakan pesanan mereka. Dan menuangkan anggur merah dengan hati-hati. Lalu undur diri setelah tugasnya selesai.
.
"Jadi bagaimana menurutmu?"
Hinata menyesap ujung gelasnya dan menarihnya kembali ke atas meja. "Aku hanya tidak menyetujui satu poin di proposalmu, selebihnya aku tidak ada masalah."
Toneri mengamati Hinata yang kini memotong daging yang ada di lasagna pesanannya yang berada piringnya.
"Kupikir kau diet."
Hinata mendengus, "Aku bukan model. Dan metabolisme aktif, aku tidak boleh pilih-pilih makanan kan."
"Well, tiap hari kau makin membuatku menyesal, lady..." Toneri mengedipkan sebelah matanya.
.
Hinata tersenyum masam, "Gombalanmu tidak bermutu."
Toneri tergelak, "Kau ini serius sekali, apa karena suamimu memandangi kita?"
.
Hinata mendongak, mengamati wajah Toneri yang terlalu senang melihat Sasuke yang berekspresi seperti Jacob Black. Tentu saja, dia siap mencabik Toneri kalau macam-macam.
.
"Hmmm.. kupikir pertemuan kita tidak efektif sama sekali." Ujar Toneri jujur.
Hinata tersenyum, lalu mengintip Toneri dari bulu matanya. "Kan sudah kubilang kalau aku akan meeting di kantormu saja."
Toneri mendesah kecewa, "Ya.. ya.. kau boleh pergi ke suamimu kalau kau tidak nyaman."
Hinata tergelak. "Oh.. kau paham kode Sasuke ternyata."
"Aku hanya sayang umur. Bisa saja kan nanti minumanku teracun sianida."
.
Hinata tertawa renyah lalu meletakkan serbet di pangkuannya di atas meja. Lalu menyesap winenya sekali lagi sebelum meninggalkan lasagna yang baru saja disentuh.
Kaki jenjangnya melangkah ke meja Sasuke. Lalu dengan tenang ia duduk di meja yang juga ditempati oleh suaminya.
"Maaf menunggu lama."
****