Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Artemis (III)

Bab 6 Artemis (III)

Air shower membasahi tubuhnya. Sasuke terkesiap melihat air yang turun berubah warna.

Sial!

Matanya tak mungkin menipu. Jejak merah di lantai putih kamar mandi jelas membuktikan kalau Hinata itu masih suci ketika ia menggaulinya semalam.

Pemahaman yang rancu berkeliaran di otaknya. Bagaimana mungkin wanita itu masih tersegel jika ia tahu kalau ia memberikan harta berharganya kepada Neji.

Ia melihat sendiri Hinata nyaris telanjang semasa SMA di kamar yang sama dengan Neji ketika study tour ke Hokaido. Dan bahkan semua orang tahu kalau Hinata kekasih Neji. Bagian mana yang membuatnya harus merasa menyesal memeperlakukan Hinata dengan kasar seperti tadi malam.

Menyudahi acara mandinya, ia menelan ludahnya dengan susah payah. Bagaimana jika pemikiran itu benar?

Bagaimana jika ia terlalu picik memandang Hinata?

Sasuke buru-buru memakai boxer dan melilitkan handuk di perutnya.

Berjalan perlahan tanpa menimbulkan suara, ia mendekati ranjang. Dengan jantung yang berdetak keras ia menyingkap sebagian selimut yang menutupi seprai. Berharap semua prasangkanya adalah sebuah ilusi kosong yang tak terbukti.

Nyatanya kenyataan itu pahit.

Lebih pahit dari secangkir kopi Vietnam tanpa gula.

Tubuh Sasuke menegang.

Hinata yang berbaring miring bergerak. Ia baru saja terbangun dan mencium bau aftershower yang menguar dari tubuh suaminya.

Ia berbalik dan melihat Sasuke menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Hinata mencoba memberi lelaki itu sebuah senyum tulus di tengah tubuhnya yang lemah. "Hei.." suara seraknya begitu sexy di telinga.

Tapi tidak demikian yang dirasakan oleh Sasuke.

"Ada apa?" Hinata menatap khawatir karena ada sebersit perasaan sakit dan juga-- sesal yang tiba-tiba muncul dari dalam mata Uchiha raven itu.

"Kau--" Sasuke mengatupkan rahangnya. Matanya terpejam, lalu memandang Hinata pias, "perawan?!"

Hinata memalingkan muka. Air mata menetes melalui celah kelopaknya yang masih menutup. Demi Tuhan, apa salahnya jika ia masih perawan?

Toh dia tidak akan merengek kesakitan kan? Dan ia menggaransi dirinya sendiri bahwa dia bisa dan mampu memuaskan suaminya.

Tapi mengapa?!

Mengapa Sasuke harus terluka oleh kenyataan itu?!

Konyol!

Harusnya dia yang menangis karena Sasuke memperlakukan kasar dirinya. Meski sakit, ia takkan menampik bahwa ada sebuah kenikmatan besar yang ia rasakan.

Lalu si cantik jelita sadar, bahwa mungkin saja, Hinata takkan memuaskannya. Oh, mungkin juga, Ino yang ada di bayangan Sasuke ketika menidurinya.

Sialan!

Pemikiran itu justru membuatnya begitu marah dan terhina. Kalimat-kalimat yang ia susun rapi dalam benaknya keluar begitu saja.

Seperti sebuah pukulan telak yang menyadarkan Uchiha berengsek itu. Namun begitu, bukan Hinata kalau dia tidak bisa menjatuhkan lawannya. Maka dengan dagu terangkat ia akan memutuskan di mana tempatnya berada.

Hinata menahan panas di dadanya. Matanya menatap tajam Sasuke dengan kecamuk sedih yang begitu kentara. Andai ia mengulang waktu. Dan tak pernah memilih Sasuke menjadi prianya. Tapi tidak! Harga dirinya melarangnya untuk meraung di depan Sasuke.

Jadi dengan tangan yang mengepal karena mencengkeram gulungan selimut yang membungkus tubuhnya, hinata tersenyum begitu sinis, matanya menyiratkan kebencian yang nyata, lalu tanpa suara bangkit dari ranjang dan berjalan tertatih ke arah kamar mandi.

Sasuke menahan perih di dadanya, ia menyesal telah melukai Hinata. "Biar aku yang pergi." Bukan maksud yang salah sebetulnya, jika Hinata menganggapnya sebagai pengecut yang melarikan diri dari masalah.

Hinata menahan tangannya untuk tidak melemparkan apapun ke kepala Uchiha.

Tidak, ia terlalu agung untuk mengucapkan sumpah serapah atau tindakan bodoh. Hatinya terlalu tinggi untuk menjambak Sasuke dan menabrakkan kepala jenius itu ke tembok. Jadi yang dilakukannya hanya, mengetatkan rahang dan berbisik dingin, "Kau tak berhak atas harga diriku, bangsat! Jangan bersikap seolah-olah kau inosen di sini." Hinata mengangkat tinggi-tinggi dagunya.

Menahan gumpalan air mata yang bersiap terjun bebas membasahi pipi porselennya. Ia menggertakkan gigi ketika melihat gerakan Sasuke yang turun dari ranjang. Meskipun ia tahu, Sasuke pasti berusaha untuk menenangkan dirinya, atau sekedar memeluknya.

Tidak!

Hinata tak suka dikasihani.

"Diamlah di situ, karena yang berhak meninggalkan di sini adalah aku." Hinata berusaha menahan getaran suaranya. Matanya menatap Sasuke penuh kebencian, persetan dengan segala cinta yang ia miliki untuk lelaki itu.

BRAK!

Hinata membanting pintu kamar mandi.

****

Haruskah ia berlutut di hadapan Hinata dan meminta maafnya. Atas semua waktu yang Sasuke hancurkan berkeping-keping. Atas semua tindakan tak bermoralnya?

Demi Kamisama! Berapa hal picik yang keluar menjadi kalimat laknat yang melukai hati wanita itu.

Cemburu benar-benar menguras hatinya dan membuat ketulusannya menguap tak bersisa.

Yang ada hanya perasaan benci yang mengakar, meski cintanya tak pernah lekang dan justru menguat seiring kebersamaannya dengan Hinata.

Hinata masih perawan!

Sasuke menjambak kasar rambutnya. Setelah mengambil kehormatan istrinya, kenapa mulutnya harus bertanya, ha?!

Setelah menghancurkan selaput dara, dia justru mengusik harga diri si Cleopatra?!

Sasuke benar-benar marah pada dirinya sendiri sekarang. Terutama sebelum Hinata bangkit dari ranjangnya,

"Tahu apa yang kuberikan kepada Neji, Sasuke? Hal berharga yang tidak pernah akan kuberikan kepadamu?! Harga diriku. Kepercayaanku. Aku kan menumpahkan segala kegelisahanku, kemarahanku, kesedihanku, dan segala perasaan berharga karena dibutuhkan."

Sasuke memejamkan mata. Merasa terluka karena kalimat tajam istrinya,

"Aku bisa memberimu segalanya, suamiku. Tubuh, benci, bahkan cintaku. Tapi sayangku, tidak dengan harga diriku. Aku tak membutuhkanmu, maka kau takkan pernah se-spesial itu."

Sasuke menggeram dengan segala kemarahan dan rasa frustasi yang berkobar hebat dalam dadanya, ia bangkit dari ranjang.

Tangannya menarik seprai dan menggeretnya tanpa belas kasian. Dia mencampakkan benda itu ke ujung ruangan dan dengan kemarahannya yang masih berkobar, ia meraih pendulum hiasan yang ada di atas meja minimalis yang ada di samping ranjang dan melemparkannya ke pintu geser kaca balkonnya hingga pecah berkeping-keping.

Sialan!

Kenapa lelaki harus diharamkan menangis?! Padahal hatinya sesak akan perasaan sedih, muak, kecewa dan marah pada dirinya sendiri.

Bagaimana?! Bagaimana memperbaiki hati Hinata agar percaya padanya lagi?!

****

Dua belas tahun yang lalu...

Love isn't easy, darling

So do I

*Me

"Keren!" Kiba melihat Hinata dengan mata yang menampilkan tanda waru yang terlihat jelas di penglihatan Sasuke. Begitu juga para lelaki yang sibuk melihat penampilan Hinata di atas panggung. Sasuke mengatupkan rahangnya keras-keras berusaha untuk tidak mengatakan apapun untuk menarik perhatian yang lain.

Hinata memerankan tokoh Kaguya no Hime. Putri yang asalnya dari bulan dan dihukum dengan dibuang ke bumi.

Pas sekali!

Sasuke mendengus tak suka. Berapa banyak saingannya di muka bumi ini untuk mendapatkan hati si putri sulung Hyuuga? Terutama setelah Ino menjadi pesulap yang memoles Hinata demikian cantik dengan kimono yang dijahit khusus oleh perusahaan mode Yamanaka demi lancarnya acara puncak bunkasai ini.

Demi tuhan, ide gila siapa yang mebuat Itachi turut serta?! Dia kan sudah alumni! Oh, tentu saja koneksi.

Itachi memerankan kaisar yang tak ingin Kaguya pergi dari bumi.

Sialan!

Harusnya peran itu jatuh pada Sasuke, tapi ia harus melepaskan jabatan itu setelah ayahnya meminta dia untuk digantikan oleh anak lelaki sulungnya sebagai (calon) tunangan resmi sang jelita.

Sasuke menarik napas dengan degup jantung menggila ketika ia melihat mata Hinata yang melihatnya. Tepat di manik mata. Seolah berbicara kepadanya.

"Aku hanya akan menikah dengan lelaki yang sanggup memberikan apa yang kuminta." Kaguya berbicara dengan nada tenang namun penuh dengan tantangan. Wajahnya begitu rupawan dengan rambut yang dibelai oleh angin. Matanya berkilat penuh dengan tekad. Ada senyum yang anggun, khas dengan kemewahan yang tak terengkuh. Seolah Hinata memang terlahir memerankannya. Seolah jiwa Kaguya berada dalam sosoknya.

Sasuke merasakan dadanya berdenyut, menajamkan segala ambisinya. Hinata telah melayangkan tantangannya. Dan Sasuke pantang untuk mundur. Dalam hati ia berjanji akan menjadi pemenang bagi putri Kaguya-nya.

Meski ia harus mencari mangkuk suci buddha, dahan pohon emas, kulit tikus putih yang berasal dari gunung berapi, mutiara naga, dan kulit kerang bercahaya milik burung walet. Atau bahkan hal mustahil yang mungkin akan disebutkan Hinata dikemudian hari.

*****

*Artemis:

Disebut juga Selene, atau dewi rembulan pada mitologi Yunani. Ia mencintai seorang manusia, dan itu membuat Zeus marah. Maka Zeus pernah menjanjikan kepada kekasih Artemis untuk memilih sebuah hal untuk dikabulkan. Sadly si lelaki justru memilih awet muda alias abadi agar bisa terus bersama dengan Artemis.

Zeus yang licik mengabulkannya dengan menjadikan si kekasih tertidur untuk selamanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel