Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Artemis (II)

Bab 5 Artemis (II)

Kembali ke masa sekarang.

Pesta baru saja usai, Hinata kembali ke penthouse suaminya. Dengan senyum kemenangan yang terlukis culas di bibirnya, ia berjalan dengan anggun menyeret kimononya.

Di belakangnya Sasuke menatap punggung Hinata, tanpa sadar menerka apa yang ada di kepala gadis itu. Adakah sedikit saja terbesit jika Sasuke mencintainya? Apakah Sasuke perlu mengakuinya?

Mungkin tidak sekarang. Tidak saat Hinata baru saja menghancurkan dua pernikahan. Satu milik Itachi dan pernikahannya sendiri.

"Ucapanmu bagaikan belati. Kau tidak sadar berapa banyak orang yang terluka karena mulutmu itu, sayang?!" Sasuke Uchiha menahan geraman rendah yang keluar seperti serigala yang terluka.

Hinata berbalik dengan gerakan anggun sekaligus melankolis, seperti gerakan seorang ratu sejagat yang berbalik untuk memberikan senyum kemenangan yang terlukis begitu cantik sekaligus merendahkan. "Oh. Kurasa, apa peduliku?! Toh aku tak mendapatkan manfaat dari itu?!"

Sasuke habis kesabaran, lalu berjalan dengan langkah besar mendekati Hinata, tangan wanita itu sudah siap melayangkan pukulan ke pipinya namun dengan sigap ditangkapnya pergelangan tangan mulus istrinya, "Kau, diam sajalah!"

Namun tawa ironi Hinata pecah berderai, "Sebagai wanita aku berhak cemburu kan?! Jadi sebenarnya siapa yang kau selamatkan? Hatinya Ino?"

Sasuke menghempaskan tangan Hinata hingga perempuan itu terjengkang dan ambruk ke ranjang.

"Ckck.. kau bilang Itachi dingin?! Kau lebih bar-bar dan juga dingin kepadaku. You're cruel and selfish bastrad!"

"Demi Tuhan, Hinata!" Sasuke mengerang, "Apakah kau tak bisa melihatnya?!"

Hinata tersenyum menjengkelkan, perpaduan senyum ironi, senyum meremehkan dan senyum culas. "Melihat apa? Melihat kau yang begitu marah setiap kali ada hubungannya dengan Ino? Melihatmu marah ketika nama Itachi ku sebut? Jadi, apa? Apa yang membuatmu merasa harus kupedulikan?!" Hinata bangkit dari tempat tidur, memberikan tatapan maut ke arah Sasuke.

Sasuke meremas dasi bordeaux dan mencampakkannya ke lantai. Lalu mengusap wajahnya kasar. Sampai kapan debat kusir ini berlanjut.

Sampai ia melolong seperti serigala yang menandai kekuasaannya?!

Sasuke mengatupkan rahangnya. Menahan mulutnya untuk berkata lebih banyak. Karena Hinata akan membalasnya berkali lipat lebih tajam dengan nada sarkastiknya.

"Aku tidak ada hubungannya dengan Ino!" Sasuke menegaskan.

"Begitu pula denganku." Jawab Hinata acuh, "Bukan salahku jika Itachi jatuh cinta pada siapa."

Sasuke kehilangan kendali kesabarannya. Mulut Hinata adalah bensin dan ia adalah api. Percuma saja meletakkan keduanya dalam satu ruangan. Yang ada justru Sasuke yang tanpa aba-aba menerjang Hinata ke ranjang. Dan menegaskan bahwa ia adalah alpha di sini. Di teritorinya.

****

Alice: How long is forever?

White Rabbit: Sometimes, just one second

*Alice in wonderland

.

Ada titik di mana Sasuke menyukai kata keabadian. Sesuatu yang bernama selamanya. Seperti hidup dengan Hinata selamanya. Terdengar hidup dan berwarna. Hinata dan selamanya adalah gabungan frasa yang membentuk kalimat yang indah. Misalnya kalimat, hidup dan memiliki Hinata selamanya. Indah kan?

Keindahan itu kini terpampang di depannya, berada dalam jangkauannya, dan begitu nyata.

Ada yang berdenyut nyeri di dalam relung hatinya. Menghempaskannya ke tepi asa dan mendorongnya berulang kali hingga ia mengira ia sudah habis. Merasa ditolak oleh Hinata bukan hal baru, tapi setiap kali ditolak itu rasanya masih sama. Sakit.

Mungkin sebersit pemikiran gila sekaligus klise berenang dalam otaknya. Mungkin Hinata takkan meninggalkannya bila wanita itu hamil.

Dan bila hanya itu yang bisa membuat Hinatanya bertahan di sisinya. Ia akan menjadi lelaki berengsek itu. Menghamilinya supaya wanita itu terikat dengannya.

...

..

.

Sasuke menarik obi silver milik Hinata dan melemparnya sembarangan. Bibirnya menyerang istrinya beringas. Ada sebuah emosi yang mencoba disalurkannya pada setiap sentuhan dan juga jamahannya.

Hinata terengah ketika Sasuke melepaskan bibirnya untuk mengambil napas, mata mereka bertatapan seolah saling mengukur, siapa yang lebih cinta siapa. Siapa yang akan dipuaskan siapa.

Sasuke mencium kening Hinata, bukan sebuah ciuman yang mungkin akan dibayangkan Hinata.

Seharusnya mereka saling mencaplok. Bukan saling mengikrarkan diri untuk saling berbagi.

Hinata jengah, mendorong tubuh Sasuke dan menggulingkannya ke ranjang.

Sekarang posisinya berbalik. Hinata di atas, dan Sasuke berada di bawah.

Hinata menatap Sasuke dengan intens, lalu tanpa canggung mendekat ke muka pewaris kedua perusaan Uchiha itu.

Hinata dengan keahlian yang tak pernah Sasuke duga, memagut bibirnya mesra. Seolah mengejeknya bahwa Hinata telah ahli menjinakkan para serigala lapar.

Pemikiran itu membuat Sasuke marah. Marah yang membangkitkan geloranya. Terutama saat Hinata dengan tangan nakalnya telah membuat celananya melorot dan tonjolannya berdiri tegak seolah mengajukan diri minta dipuaskan.

Sial.

Dia ereksi dengan keras.

Hinata dan tangan sialannya telah membuat sebuah kenikmatan yang hanya bisa dibayangkannya selama ini. Gerakan konstan up and down membuat angannya melaju tinggi.

Dan makin tersiksa ketika benda kenyal, lembab dan hangat menyapu miliknya. Memberikan jilatan surgawi yang membuatnya melambung tinggi. Melebihi para astronot di langit sana.

Hinata terlalu mahir memuaskan egonya. Terutama saat disadarinya sesi licking telah berakhir dan dimulainya invasi mulut cantik yang menjeratnya dalam kenikmatan yang membuatnya frustasi.

Tanpa aba-aba, Sasuke memilih untuk bangkit dan duduk dengan tergesa. Membuat Hinata berhenti dan melepaskan kuluman. Alisnya terangkat sebelah dengan gerakan menggoda. Dan Sasuke malas untuk memberikan aksi basa-basi di malam pertama mereka.

Ia menggulingkan Hinata di bawah tubuhnya. Bukan saatnya, Hinata mengambil kendali. Karena Sasuke sadar jika posisinya lebih tinggi dari Hinata. Ia yang akan membuat gadis itu mengerang dan memohon ampun untuk segera dimasuki.

Menggingit ujung cuping Hinata membuat desahan erotis keluar begitu saja dari kerongkongan Hinata.

Tak ada yang akan ditahan Hinata sekarang. Tidak setelah ia memproklamirkan diri sebagai pejantan dan Hinata adalah ratunya.

Sasuke menandai semua hal yang terpampang, dimulai dari leher, dan juga dada wanita itu. Lalu Sasuke meneruskan ciuman basahnya ke bawah, ke lekukan payudara, dan turun dan berhenti di pusarnya yang berleluk indah. Membuat jejak-jejak yang sensual yang membuat Hinata terus menerus mendesah dan juga mengumpat-umpat.

Tangan Sasuke mengitari keliman celana dalam Hinata hingga membuat wanita itu kehabisan napas. Dan menarik benda segitiga sialan itu jauh dari tempatnya. Lalu dengan keahlian seorang pria yang sudah punya pengalaman tinggi dalam memuaskan pasangannya.

Hinata menjulurkan tangan saat disadarinya, temperatur berubah begitu panas dan sensual. Ia mematikan lampu ruangan dengan satu jentikan. Membuat lampu temaram yang disiapkan Sasuke seketika menyala otomatis.

Siluet mereka terlihat begitu erotis, dan Sasuke tak tahan menghajar Hinata malam itu juga.

..

.

Sasuke menyiapkan dirinya di depan milik Hinata, dan dengan satu hujaman tajam ia telah memasukkan miliknya ke dalam pusat gairah wanita itu.

Sasuke merasakan begitu banyak kepuasan saat tahu bahwa milik Hinata terjaga elastisannya dan terasa sempit dan menggairahkan.

Sasuke makin menajamkan hujaman, membuat tubuh Hinata terdorong-dorong ke belakang.

Kasar, cepat, dan bertenaga.

Membuat Hinata kehabisan napas dan juga suara.

Hanya desahan-desahan penuh gelora yang terpantul dan menggema dalam ruangan itu. Dan mereka meraih puncak yang indah seperti letusan kembang api di malam pergantian tahun.

Begitu spektakuler dan juga indah dalam satu kemasan cantik.

Hinata yang terkulai dalam dekapannya, dan Sasuke yang mulai tertidur dengan Hinata dalam rengkuhannya.

****

..

.

Sasuke terbangun dengan sebuah perasaan bahagia, terutama saat tubuh mungil Hinata yang ia yakini masih telanjang memunggunginya.

Rambut wanita itu masih berantakan dengan cara yang menakjubkan. Begitu halus, bagai sekumpulan benang-benang sutra yang disebar di sampingnya.

Sasuke tersenyum singkat saat disadarinya ia butuh mandi dan memulai aktifitasnya lagi. Ia harus segera berangkat ke kantor pusat untuk pengajuan cutinya.

Lagipula ada hal besar yang menunggunya setelah ini.

Mungkin sebuah sarapan di tempat tidur untuk sang istri tercinta bukanlah ide buruk. Ia bersedia menjadi lelaki menye dan berbuat romantis untuk sang pujaan hati.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel