Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Artemis (I)

Bab 4 Artemis (I)

Pernah dengar Helen dari Troya? Seorang perempuan yang bisa menggegerkan kerajaan Yunani. Dan membuat perang besar karena kecantikannya.

Menurut penelitian Helen bisa juga diartikan Selene atau Artemis, si dewi rembulan dalam mitologi Yunani. Sejarah mencatat kalau dia mencintai musuh dari kerajaannya. Dia menghianati Minelous dan lebih memilih Paris sebagai kekasihnya.

Perang besar itu tak dapat dielakkan dan memaksa Minelous si bijaksana memilih untuk mempertahankan harga diri dan melupakan cintanya.

Mungkin aku bukan Helen. Tapi aku bisa membuat Itachi dan Sasuke pecah kongsi. Pernah dengar devide et impera? Taktik lama bangsa Portugis demi mendapatkan rempah dari negeri Indonesia. Maka aku menggunakan hal yang sama untuk kedua Uchiha itu.

Mungkin kalian bertanya. Kenapa aku harus membenci mereka kalau aku mencintai salah satunya.

Jawabannya sangat simpel, aku tidak suka mempertaruhkan harga diriku menjadi rendah di hadapan mereka. Apalagi jika karena surat wasiat konyol.

****

HINATA point of view

Musim semi 2004.

Uchiha Sasuke benar-benar berengsek kelas wahid. Setelah ia begitu menyebalkan mengalahkanku dalam ujian masuk, ia masih berani membuatku malu di depan kelas.

Sialan, memang.

"Aku tidak menyukai menjadi ketua dewan siswa, lagipula kita kan masih kelas satu. Kenapa tidak kau tunjuk Hinata saja."

Aku mengepalkan tanganku di depan meja. Memasang senyum manisku untuk mencoba tidak terkecoh atas pelecehan verbal Sasuke barusan. "Maaf, Uchiha-kun. Kebetulan sekali, aku sudah menjadi sekertaris. Jika kau tidak lupa." Aku menahan tanganku untuk tidak menampar mulut culasnya.

Apa-apaan ini? Setelah ia mengusulkanku dan membuat hampir semua orang percaya bualannya kalau aku adalah sekertaris impian, lalu dia seenaknya mengejekku dengan dia yang seolah menolak menjadi dewan siswa?!

Dasar iguana sialan! Dia pikir aku tak tahu tak-tik alibinya? Dia pikir kamuflase kacangan macam ini aku tak tahu begitu?! Ia sengaja menghinaku yang cuma sekertaris dewan siswa kan?!

Keparat kau Uchiha busuk!

Aku menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan. Lalu dengan senyum terbaikku aku akan membalasnya. "Jika Uchiha-kun tidak bisa menampuk beban itu, maka Neji-kun bisa dipertimbangkan. Kurasa, banyak hal tidak bisa diukur melalui nilai akademik. Kadang nilai etika dan norma adalah kunci yang memang tidak bisa diukur dengan eksakta."

Aku melihat kilat kemarahan di matanya. Rasakan itu Uchiha sialan!

"Neji Hyuuga merupakan pria paling bertanggung jawab yang pernah kukenal. Dan aku bisa menjaminnya dengan harga diriku."

"Kau sengaja mencalonkan pengawalmu sendiri?" Sasuke menyeringai sinis, seolah mengejekku karena berpikir seperti abege labil yang sedang dimabuk cinta dan buta akan keadaan di sekitarku.

Tentu saja aku takkan mengakui kehebatannya. Egoku takkan pernah mengijinkan diriku memuji atau mengakui segala kebaikan dari para Uchiha. Terutama setelah surat wasiat itu.

Aku memberikan jurus senyum paling manis yang kupelajari dari ibu tiriku. "Oh, Uchiha-kun, kalau aku tidak mengenalmu, tentu aku berpikir kau sedang cemburu." Aku kemudian terkikik sopan. Memberikan dia candaan manis akan membuatku menang.

Semua orang di depan kami berkasak-kusuk sendiri,

"Kalian manis sekali, andai saja kau belum pacaran dengan Neji, Hinata..." Ino dengan riang mencetuskan ide gila yang terdengar seperti iblis yang akan diijinkan masuk surga.

Dia mengerutkan alisnya yang hitam dan memandangku dengan dingin, "Kau pacaran dengan Neji?!" Ada geraman amarah yang keluar begitu saja.

Oh, aku suka ini. Menggoda Sasuke Uchiha memang menyenangkan. Aku memberikan wajah imutku, lalu dengan manja aku mengerling, "Neji sangat baik, dan dia seorang gentleman. Dia takkan memandangku seperti mahluk hina dan akan memperlakukan gadis dengan baik." Aku memuji semua kelebihan Neji. Dan semua itu fakta, bukan bualan.

Sasuke mendengus. "Oh, nikmatilah masa mudamu dengan baik Hinata." Sasuke beranjak dari tempat duduknya.

Sebelum langkahnya mencapai pintu, Hinata berbicara dengan nada yang begitu manis. Namun begitu, Sasuke enggan untuk sekedar berbalik dan melihat ke dalam manik mata ametys milik Hinata.

"Untuk orang yang mengaku tidak tertarik dengan tawaran Obito-san, kau terdengar sangat perhatian." Hinata menatap punggung Sasuke yang terlihat begitu bidang dan kokoh daripada milik si jangkung Itachi.

Sebelum tangan Sasuke meraih pintu, suara merdu Hinata terdengar lagi, "Arigatou, Sasuke-kun, kau baik sekali."

Blam!

Pintu ruangan rapat, tertutup, meninggalkan beberapa pasang mata yang tampak tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Tapi meski memenangkan pertarungan atas Sasuke, Hinata justru merasa kalah. Apalagi saat ia sadar, bukan dia yang melenggang penuh kemenangan, karena pada dasarnya Sasuke telah meninggalkan permainan ini lebih dulu.

****

...

..

.

Sasuke berjalan ke atap gedung. Dadanya sesak, ada sebuah api yang berkobar besar ketika Ino mencetuskan kaliamat, "Kalian manis sekali, andai saja kau belum pacaran dengan Neji, Hinata..."

Dalam amarah tertahankan, Sasuke mencengkeram pinggiran dinding pembatas. Ingin melompat saja. Tapi ia mendengus, seringai menyakitkan terlukis jelas di bibirnya.

Bahkan menjadi musuh sempurna di mata Hinatapun, tak bisa membuat gadis itu berpaling kepadanya. Segala atensinya hanya seperti lalat yang sekedar lewat.

Ia mendesah, mungkin hatinya perlu hiburan. Dan ia bisa memulainya dari si kuning sahabat rival abadinya.

Raven: Hi.

YellowGirl : Hai Sasuke-kun.

Tumben chat privat denganku. Raven: Hn.

YellowGirl: Pasti kepo soal

Hinata lagi ya :)

Raven: Hn. Ketahuan?

YellowGirl: Hihihi..

sekarang Hinata kelihatan kesal.

Sasuke menarik napas ketika ia mengetikkan sebuah nama,

Raven: Neji?

YellowGirl: Oh, dia bilang tidak bisa jadi dewan siswa.

Raven: Maksudku mereka benar-benar jadian?

YellowGirl: Entahlah.

Soalnya Hinata biasa menangis di pelukan Neji. Terus, dia sering membela Neji dari Tuan Hyuuga. Tadi malam malah aku melihat mereka berciuman.

Sasuke meremas ponselnya. Lalu dengan cepat mengetik, 'sampaikan selamat saja.'

YellowGirl: Wah-wah, seperti prodi saja.

Raven: Sialan.

YellowGirl: Gimana kabar Itachi?

Raven: Bagian mana yang ingin kau tanyakan?

Ada jeda lama ketika Ino membalas chat Sasuke.

YellowGirl: Hinata sepertinya curiga hubungan kita. Dia tanya apa kau sedang PDKT denganku. Hahahaha.. dia tampaknya salah paham dengan kedekatan kita.

Jari Sasuke tergantung di udara. Ia gamang bertanya apakah Hinata sudah bilang kalau gadis itu dijodohkan dengan Itachi atau belum.

Soalnya kan Ino cinta mati dengan kakaknya. Sebagai imbal balik Sasuke yang memberi informasi kepada Ino, gadis blonde itu maka dengan semangat menggebu akan membocorkan apapun tentang Hinata. Termasuk kesukaannya akan permainan kendo, hobinya yang memecahkan soal matematika. Dan juga cita-citanya yang dilamar di rooftop gedung tertinggi dengan cincin antik yang memiliki sejarah, seperti berlian Hope milik Marie Antoniette.

Sasuke merogoh kotak rokok di kantongnya, ia butuh pelampiasan. Persetan dengan Hinata yang tak menyukai bau tembakau, toh dirinya tidak pernah dipilih.

Hanya satu yang bisa membuatnya terpilih. Yaitu ketika Itachi menyerah akan surat wasiat itu.

Sial!

Itachi tentu tidak bodoh, saham lima belas persen dari Uchiha Enterprize tidak sedikit. Itu bisa membuatnya menjadi milyarder dalam satu kedipan mata. Hanya orang bodoh yang melepasnya. Apalagi, Hinata merupakan selera Itachi, type Lara Croft.

Memenangkan Hinata ibarat sudah menakhlukan dunia. Terdengar prestius bukan?!

Jadi otak jeniusnya harus bekerja, jika ia ingin memiliki Hinata, maka ia harus merubah buruannya.

Mendekati Ino, maka akan membuat Hinata akan berusaha mendekatkan Ino dengan Itachi. Karena Sasuke tahu, Hinata tidak akan pernah membiarkannya bahagia.

Hinata tahu, selamanya Itachi adalah orang yang ingin dilampaui oleh Sasuke.

Hinata akan memakan umpan.

Seolah-olah mendekatkan Itachi pada Ino. Jebakan cantik. Ini adalah trik kamuflase spektakuler.

Tapi Sasuke lupa, satu komponen yang terlupakan. Dia lupa, kalau kakaknya benar-benar mencintai Hinata. Head over heels.

***

We're so close

Yet not so close enough

*anonim

Tak.. tak.. tak..

Hah-- hah-- hah--

Napas Hinata menderu di dalam topeng pelindungnya. Matanya menyipit, dia belum kalah.

Tidak akan.

Maka itu dia mengambil kuda-kuda lagi, memejamkan mata sejenak, melepaskan semua beban sebelum mengambil satu serangan.

Tak-tak..

Tak-tak-tak,

Hinata mempercepat gerakan sehingga 'tak'

Dia memukul kepala si lawan.

Lalu semua gerakan berhenti. Hinata mengamati sosok yang terbalut atribut kendo. Lalu dia mendengus, "Kau lagi. Bukannya kau ada kencan dengan Ino."

Sosok di depannya membuka pelindung kepalanya menampilkan lelaki rupawan dengan rambut basah karena keringat. Sasuke menyeringai, menatap Hinata dengan pandangan tak bisa diartikan.

Hinata melepas pelindung kepalanya, rambutnya terurai sempurna. Sasuke terkesima, dalam bayangannya rambut Hinata yang menempel di kening wanita itu dan peluh yang membasahi pelipis dan leher gadis itu membuatnya tampak seksi.

Hinata bergerak menjauhi arena. Mengambil handuk dan menaruh pedang kayu beserta pelindung kepalanya. Ia mengusap peluhnya dengan handuk berwarna ungu muda.

Tanpa terasa, Sasuke sudah mendekat, terlalu dekat hingga Hinata bisa mencium bau tembakau sekaligus juga sake dan aroma pinus yang bercampur dengan keringat.

Hanya satu kata yang mendeskripsikan wangi sasuke, manly. Bukan wangi bocah abege dengan colonge.

Sasuke mendekap Hinata dari belakang, tanpa suara.

Sebenarnya siapa mereka?

Yang mendeklarasikan diri sebagai musuh yang tak mengenal kata menyerah. Mencari sebuah kalimat kemenangan yang tak pernah akan keluar dari dua bibir yang memilih untuk diam dan membatu.

"Sialan." Sasuke membalik tubuh Hinata kasar dan mendorongnya ke sudut ruangan. Mengajarkan Hinata betapa putus asanya perasaannya sekarang.

Terutama setelah sang asisten berkata bahwa Itachi menyetujui Hinata sebagai jodohnya. Dan Neji?

Berengsek!

Pelindung Hinata itu telah merampas perhatian Hinata darinya.

Ciuman itu bukan sesuatu yang lembut dan penuh dengan cinta. Hinata merasa harga dirinya disobek.

Ia tahu, ia dan Sasuke tidak akan menginjak apa yang disebut dengan cinta. Karena cinta yang ia kenal tidak mungkin berbentuk pria berengsek seperti ini.

Hinata mendorong Sasuke menjauh dengan sisa kekuatannya.

Tidak!

Seorang gadis tidak boleh cemen.

Karena di dunia ini dipenuhi lelaki-lelaki berengsek seperti Sasuke dan juga ayahnya.

Ia mengusap wajahnya kasar. Lalu gadis itu mendengus, "Setelah kau lambungkan aku dengan post it yang kau taruh di lokerku, atau di buku-buku yang ku pinjam. Lalu kau berkencan dengan sahabatku. Hebat sekali." Hinata menatap geram wajah Sasuke yang tampak sendu.

Sasuke diam. Berdiri di sana dengan tatapan sakit akibat penolakan Hinata.

"Pikirmu aku siapa? Kalau kau bosan dengan yang lain lalu kau akan kembali padaku? Bahkan bicara cintapun kau tak sanggup."

Sasuke hendak buka suara sampai Hinata dengan cepat memotongnya,

"Kalau kau suka dengan sahabatku, maka jangan buat aku muak dengan semua ini." Hinata melemparkan kotak ke wajah sasuke hingga kertas-kertas biru muda itu berjatuhan ke lantai.

"Kau tak perlu mengasihaniku yang selama tiga tahun mau saja terjerat bualanmu. Karena aku sudah bangun. Dan kau belum."

Ada tamparan tak terlihat yang membuat Sasuke merasa sakit. Seolah kau tiba-tiba tersadar akan sebuah kesalahan besar. Semuanya fiktif, seharusnya perasaannya kepada Hinata hanyalah sebuah permaian, tapi kenapa? Kenapa ia harus risih ketika mendengar Itachi bersedia bertunangan dengan Hinata. Dan kenapa pula ia harus kesal setengah mati ketika mendengar Hinata ada rasa dengan Neji.

Ketika Sasuke mendongak, si surai indigo telah menghilang. Yang ada hanya ruangan kosong tempatnya berdiri, dengan hujan deras di luar sana. Serta kertas-kertas biru yang berhamburan di kakinya.

Hatinya mencelos, saat matanya tak sengaja melihat tulisan tangannya sendiri.

Satu dari seribu

Aku mau kamu

(*mongseptember; Petjah)

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel