Bab 3 I'm Cold
Bab 3 I'm Cold
Inilah yang Hinata benci dari kalangan borjuis Uchiha. Mereka saling pamer apa yang di miliki sekarang. Dan mereka tidak tabu memperkenalkan para selingkuhan kepada kerabatnya sendiri.
Terlalu terbuka.
Terlalu vulgar.
Terlalu materialistis.
Mereka selalu melihat manusia dari cashingnya. Penampilan nomor satu. Karena itu setiap bagian Uchiha selalu saja tampak memukau.
Hinata benci berada di tempat di mana ajang pamer seperti sekarang.
Ia melihat pakaiannya sendiri. Sebuah kimono modern dengan belahan dada rendah dan belahan paha yang tinggi. Menampilkan sensualitas aristokrat dan juga sisi angkuh Hinata.
Mengukuhkan siapa dirinya. Bangsawan murni Jepang. Yang akan mengawinkan barat dan timur. Peradapan lampau dan modern. Dia adalah garis keturunan para Raja.
Boneka sempurna untuk klannya.
Ketika yang lain menggunakan gaun mewah ala barat. Maka Hinata datang dengan menggunakan kimono modern dengan kain yang hanya satu di dunia ini. Kain yang dilukis oleh seniman tradisional yang legendaris. Lalu dirancang oleh seorang jenius menjadi sebuah kimono sialan yang harus ia kenakan.
Memamerkan berapa yen yang melekat di tubuhnya.
Sasuke datang dengan baron tuxedo. Lengkap dengan dasi bordeaux dan juga hem putih berkerah tinggi.
Hinata mengutuk siapapun yang merancang baju sialan yang dikenakan oleh seorang Sasuke yang begitu pas di tubuh pria itu.
Celananya menggantung pas dipinggul Sasuke dengan garis tegas namun terlihat nyaman dan memanjang membuat kaki Sasuke tampak begitu jenjang dan kokoh, pun begitu juga dengan atasan putih yang dibuat menurut bentuk tubuh Sasuke yang sudah sempurna. Sasuke memancarkan semua veromonnya, bahkan Hinata merasa ada sesuatu yang bergelanyar di inti tubuhnya.
Terpesona. Tersihir.
Dan Hinata benci mengakuinya.
Dan dengan langkah yang begitu jumawa, Sasuke menghampirinya. Melingkarkan tangan nakalnya ke sekeliling pinggul sang hime-sama.
Dengan tenang Sasuke merendahkan kepala. Bibirnya nyaris menempel pada cuping telinga Hinata, berbisik pelan.
"Sialan! Seharusnya kau dikamar saja."
Hinata tak tahan untuk tidak menyemburkan tawanya. Aneh sekali. Benar-benar aneh. Sasuke seperti seorang lelaki kasmaran yang sedang cemburu.
Dan sejenak waktu berhenti.
Sasuke tersihir oleh tawa renyah Hinata yang tak pernah diperlihatkan wanita itu kepadanya.
Tangannya reflek terulur, menyusuri pipi yang begitu menggoda untuk dikecup.
Rona merah menyebar sempurna ketika jemari Sasuke mengelusnya perlahan. Membuat pipi sang Ratu tampak seperti kue mochi rasa stawberry.
"Every time you laugh.. I falling for you." Bisiknya mesra.
Hinata mengecup mesra janggut sang arjuna. "Haha.. and you being a bastard who always make me mad everytime," balasnya sambil berbisik tepat di wajah hawt milik suaminya.
***wh***
Segala pusaran waktu tersedot ke belakang. Di mana keduanya bermula. Di dalam pendulum waktu yang bergerak mundur.
...
..
.
Jauh... jauh sebelum mereka mengenal apa arti kata guru dan mengenyam pendidikan formal, Hinata dan Sasuke bertemu pertama kalinya dalam festival Tanabata.
Seperti biasa, Hyuuga Hiroshi dengan possesif dan juga muka datarnya menguarkan aura kharismatik yang begitu disegani. Tangannya menggenggam tangan mungil cucu pertamanya yang begitu imut dan cerdas. Sementara tangan yang satunya membawakan permen kapas yang disukai oleh cucunya.
Ada hal yang selalu menjadi pertanda kecil yang terjadi untuk sebuah takdir besar yang kelak akan menjadi nyata.
Hari itu, langit tiba-tiba hujan. Menyebalkan sekali bagi pria tua sepertinya yang benci basah. Jadi dia menepi di sebuah kios takoyaki.
Lalu pundaknya ditepuk pelan. Hiroshi menoleh dengan cepat dan mendapati si aneh Izuna yang tertawa bahagia.
Dan segalanya mengalir bagai sungai yang menuju hilir.
Izuna Uchiha adalah pria tua yang kelebihan rasa humor. Baginya semua hal adalah lucu. Dan Hiroshi adalah kebalikannya, segala hal yang ia lihat adalah hal yang menyebalkan, kecuali cucu kesayangannya.
"Kau punya cucu yang imut."
"Oh tentu saja!" Hiroshi menyombongkan diri.
"Aku juga punya cucu yang menyenangkan. Satunya berumur delapan tahun dan luar biasa cerdas dalam bidang akademik. Dan satunya berusia empat tahun yang luar biasa kreatifnya dalam hal mengerjaiku."
"Oh." Hiroshi mencoba datar namun gagal dan terpaksa menampakkan tawa berharganya melihat wajah hopeless sahabat buluknya dulu di sekolah.
"Aku tak melihat keduanya."
"Itu!" Tunjuk Izuna pada dua bersaudara yang tampak kontras. Seorang anak kecil jangkung dengan yukata berwarna hitam tampak begitu tenang saat melihat adiknya yang berjuang mati-matian menangkap ikan koi dengan jaring kertas.
Si adik memilih memakai pakaian biasa dan sepatu kets yang terlihat nyaman daripada yukata.
Hiroshi melihat keduanya. Lalu menyeletuk, "Mereka tampak tampan."
Tawa Izuna menggema seperti gong. Lalu mengibaskan tangannya. "Kau ini." Ujarnya geli, "Semua keturunan Uchiha itu bibit unggul. Tidak ada yang payah. Kalau kau mau sukses memiliki cicit yang luar biasa tampan dengan harta melimpah dan dianugrahi otak cemerlang, suruh saja cucumu menikah dengan Uchiha."
Itu kelakar yang luar biasa menyesatkan.
Sebab, saat kalimat itu terlontar. Hinata yang dari tadi diabaikan oleh kedua orang tua narsis itu telah melihat perjuangan Sasuke. Si anak bandel yang begitu gigih mengambil ikan koinya.
Dan sebuah senyum lebar yang begitu cantik terbit dari wajah ayu Hinata saat Sasuke berhasil mendapatkan buruannya. Dan secara tak sengaja si jabrik kecil menoleh kepada Hinata saat gadis cilik itu bergumam, "Sugoi."
Dan Sasuke cilik memberikan seringai angkuh menyebalkan yang justru terlihat hebat di mata Hinata kecil.
Dan sejak saat itu, benang merah keduanya bertautan. Hanya saja, butuh proses yang panjang di titik di mana mereka berinteraksi.
****wh****
Kembali ke tempat Hinata dan Sasuke sekarang, kedua sejoli itu tampak begitu mesra dengan adegan menari waltz yang bergerak seirama.
Sasuke tak pernah tahu sisi Hinatanya yang ini. Ia berpikir Hinata hanya tahu cara berkelahi dan mengabaikan manner dance di sebuah pesta.
Namun ia menepis segala keingintahuannya karena Hinata berbisik lirih, "Kau pasti kaget, aku juga. Aku tak pernah berdansa, tapi denganmu segalanya tampak mudah." Wanita Uchiha itu terkekeh kecil, menampakkan lesung pipit yang merupakan favorit Sasuke.
If I...
...should stay.
I would only be in your way...
So I'll go,
...but I know.
I'll think of you every step of the way.
Lalu ini membawa kenangan dalam perjalanan keduanya. Lagu Withney Houston membahana dinyanyikan oleh salah satu live band yang disewa oleh keluarga Uchiha.
And I...
... will always love you.
Bah!
Lagu dari jaman Hinata dan Sasuke SD itu seakan menyindir pasangan yang ngakunya musuh yang kini keromantisannya membuat mual.
Kenangan seakan melempar mereka kembali ke masa mereka di sekolah dasar.
****wh****
...
..
.
"Minta maaf!" Tangan Hinata kecil mengepal di sisi tubuhnya. Pipi tembamnya makin berwarna merah karena marah. Jusnya tumpah ditabrak anak lelaki bandel yang menyenggolnya dengan sengaja.
Tapi anak lelaki kecil itu malah tersenyum-senyum seperti orang tolol. Dengan cengirannya yang ceria dan terkesan tak ambil pusing justru membuat naik emosi Hyuuga Hinata cilik.
Tentu saja pemandangan si imut Hyuuga Hinata yang berpipi merah seperti boneka Cina membuat siapapun terpesona bahkan jika itu adalah lelaki blonde dengan mata biru terang yang tampak memikat.
Seorang anak lelaki dengan rambut jabrik aneh datang mendekat. Lalu dengan tidak sopannya menepuk kepala si anak berambut kuning. Lalu tanpa aba-aba mendorong kepala si blonde hingga membungkuk. Dengan acuh si jabrik bilang, "Percuma kau marah. Dia tidak akan mengerti. Anggaplah ia sudah minta maaf."
Bibir Hinata mencebik.
"Dia gaijin*. Lagipula ia sudah membungkuk, kan." Sasuke langsung menarik Naruto untuk meninggalkan gadis pemarah itu.
"Dasar kasar. Kau ini sama saja dengan gaijin itu." Hinata mendengus marah, memutar matanya sebal.
Sasuke berbalik, matanya menyipit tajam, lalu dengan sinis ia tersenyum dingin, "Dasar manja! Sana mengadu saja pada orang tuamu!" Tangan Sasuke mengibas udara seperti mengusir lalat.
Dada Hinata sakit. Merasa marah tapi ia justru semakin dongkol ketika Sasuke dengan tenang bicara,
"She's pretty, uh?"
Dan Naruto menyahut, "Yeah! Hei.. Sasuke, can we be a friends?" Matanya mengerjap penuh permohonan.
"Sorry Naruto, we should to go. Next time, okey..."
Sementara dua orang itu bercakap-cakap, Hinata merasa takjub. Ada anak kecil yang begitu hebat. Dan dia tidak tahu mengapa ia begitu bersemangat untuk lebih pandai lagi.
Agar suatu saat bila ia bertemu kembali dengan anak lelaki tampan yang menyebalkan itu, ia bisa memberikan tatapan yang sinis yang bisa membuat egonya bangga. Ingat, dia Hyuuga. Harga diri dan kehormatan lebih penting daripada nyawa.
....
...
..
.
Hinata mendengus kesal. Sial! Dia lagi.
Nama Sasuke Uchiha berada tepat di atas namanya. Dengan nilai nyaris sempurna pria itu bertengger sebagai jawara ujian penerimaan siswa baru Akademi Hojo.
Bagaimana mungkin, setelah perjuangannya yang tak kenal lelah dia masih saja tertinggal dari lelaki busuk itu?!
Kini ia justru melihat seringai menyebalkan Sasuke ketika naik podium sebagai perwakilan murid junior (SMP) baru di akademi Hojo.
Kesialan bertambah ketika matanya melihat Itachi, kakak Sasuke adalah perwakilan siswa senior (SMA) baru di akademi yang sama.
Sial.
Sampai kapan ia harus merelakan harga dirinya dilukai oleh kedua Uchiha itu?!
Hinata bertekad akan melampaui Uchiha itu demi kepuasannya sendiri.
....
...
..
.
Sasuke Uchiha berdiri di sana dengan senyum kemenangan yang terlukis begitu arogan. Meski Hinata melihat betapa banyak gadis-gadis berbisik betapa tampan dan kerennya rival abadinya, ia masih melihat Sasuke sebagai pribadi yang menyebalkan.
"Lihat.. Sasuke keren ya," Ino Yamanaka, sahabatnya menatap Sasuke dengan mata berbinar-binar.
"Tsk, kau belum kenal saja. Masih mending Itachi daripada cecunguk itu." Hinata menjawab di sela dengusan malasnya.
"Kau kenal keduanya?" Ino menatap Hinata tidak percaya.
"Ah, hanya karena kedua kakek kami bersahabat, kami sering bertemu dangan dalih liburan atau makan malam bersama."
"Kau hebat sekali, Hinata."
"Simpan pujianmu, Ino-chan. Kau boleh memujiku kalau aku berhasil mempecundangi kedua Uchiha itu." Ujar Hinata dengan senyum misteriusnya.
Ketika Sasuke turun podium, sang sulung Uchiha menggantikannya berbicara.
Berbeda dengan Sasuke yang terkesan badass, Itachi terlihat lebih calm dan juga berwibawa. Aura yang dipancarkanpun lebih tenang dan juga terang. Ibarat kata, Itachi adalah mutiara, tanpa harus diasah, ia sudah menawan. Jika Sasuke adalah dewa, maka Itachi mahadewanya.
Ino memandang takjub akan Itachi. Sementara Sasuke sempat menyeringai melihat kedua gadis yang bersebelahan yang kini menatap kakaknya tanpa berkedip.
***wh***
Waktu kembali terlempar lagi saat Itachi menepuk bahu Sasuke.
"May I—?" Itachi meminta berdansa dengan sang ratunya pesta, Hinata.
Sasuke menahan dirinya untuk menyuruh sang kakak menyingkir, mengingat bagaimana sang kakak menyebabkan ia harus patah hati.
Tapi Sasuke segera mengenyahkan segala prasangkanya. Dan mendapati wajah Ino yang menatapnya sendu.
Ada apa gerangan?
Sasuke bertanya dalam diam.
Melepaskan pegangan tangan Hinata dan menyerahkannya pada Itachi, kini giliran Ino berdansa dengan Sasuke.
...
..
.
"Hai.. adik ipar," Itachi berbisik di sela gerakannya dalam menari waltz. Tubuh jangkungnya begitu lihai bergerak sesuai tempo.
Hinata memutar matanya malas, "Mulai lagi."
Itachi terkikik, "Lihat.. Sasuke sepertinya berubah menjadi singa lapar. Awas saja ya, sepertinya kau harus beli ranjang baru."
Hinata mendengus, "Memangnya dia siapa? Edward Cullen?!"
Itachi tertawa, jenis tawa bahagia yang begitu tulus dan menyentuh matanya. "Berbahagialah, Hinata. Setidaknya cukup aku saja yang merasa beku karena kau menolakku."
Hinata tersenyum masam, "Awas kalau kau buat Ino menangis!" Hinata langsung mengganti topik sebelum ia harus mendengar semua perkataan Itachi yang membuatnya makin merasa bersalah.
Itachi tersenyum kecut, "Ino bahagia kok. Aku sedang berusaha membahagiakannya. Aku beruntung, setidaknya ada wanita cantik yang tergila-gila denganku. Meski kau tahu siapa yang bisa membuatku gila."
"Hentikan drama ini, Ita-nii." Hinata memutar malas mata cantiknya lagi.
Itachi menyudahi gerakannya, lalu membungkuk ala ksatria dan mengecup punggung tangan Hinata seperti seorang gentleman. "Ini bukan drama. Cintaku bukan drama." Lirihnya.
Hinata menelan ludahnya. Ada banyak rahasia yang disembunyikannya seorang diri. Bahkan rahasia yang luput dari pandangan mata Sasuke.
Ia adalah seorang Hyuuga kan? Ia bisa mengelabui seorang Uchiha dengan baik.
...
..
.
Lamunannya terputus saat aroma Sasuke masuk dalam indra pencumannya. Tubuhnya yang kokoh, tiba-tiba merengkuh Hinata dalam pelukan sensual. "Hebat sekali, Nyonya muda Uchiha membuat kakakku yang dingin menjadi pribadi yang hangat." Rajuknya sinis.
"Oh, kau cemburu." Hinata terkikik di sela pelukan Sasuke.
"Siapa yang tidak?! Itachi itu dingin. Bahkan terhadap istrinya."
"Oh, bahkan seorang adik bebas mengurusi rumah tangga kakaknya? Hebat sekali!" Hinata melepas dekapan Sasuke kasar.
Sasuke mengernyit. "Ada apa denganmu?!"
"Sepertinya mendengarkan curhatan Ino adalah bagian penting dari kegiatanmu ya, suamiku?"
Sasuke mengernyit, "Itu hanya simpati." Uchiha Sasuke tidak menyukai nada sindiran yang menuduh dari Hinata.
Hinata tersenyum sinis. "Kau boleh bersimpati pada Ino, sayangku. Tapi satu hal yang harus kau lihat. Kakakmu itu hanya kesepian. Hatinya beku karena kebahagiaanmu. He's cold to the freeze, because you stole his bride."
Mata Sasuke mengerjap bingung.
"Dia tahu kau mencintaiku, karena itu dia mengejar Ino."
Dunia terjungkir sempurna. Hatinya mendadak dingin, tangannya gemetaran meski ini musim panas. Tapi Sasuke berhasil menampakkan wajah datarnya.
Lucu, Sasuke merasa dirinya baru saja ditenggelamkan ke lautan Artic. Ia merasa beku, kebas, terlalu sakit hingga tak bisa lagi terasa sakitnya.
Jadi siapakah bajingan diantara bajingan Uchiha?!
Dia, yang dengan arogannya menyangkal perasaannya terhadap Hinata. Memilih Ino sebagai tempat sampah perasaannya yang meluap dan menyangka ia tergila-gila pada Ino, yang nyatanya hanya kamuflasenya belaka.
Sementara sang kakak yang lebih memilih untuk melepaskan calon istrinya, yang tak pernah ia mau ketahui. Membuat Itachi memilih seorang wanita yang tidak pernah benar-benar dicintainya. Sedangkan kini si Hyuuga jelita telah menjadi miliknya.
Lucu. Ironi hari ini adalah, Itachi mencintai Hinata. Lebih dari dirinya. Lalu kemana cinta Hinata?
Pertanyaan itu tak pernah diutarakannya, dan lebih baik tanpa jawaban. Karena yang terlihat di sana adalah Hinata yang sedang tersenyum angkuh, mengerling maja dengan gerakan sensual bibirnya bicara tanpa suara,
"Itachi loves me, Ino loves him, because of that, I kick him for you."
Aneh, meski gairahnya berada dalam kepanasan level tertinggi. Di mana egonya terpuaskan oleh rasa hangat kemenangan atas kakaknya. Ia merasa tubuhnya mengigil kedinginan hingga hatinya beku. Mati rasa karena perasaan bersalah yang mengakar hingga jantungnya nyaris berhenti.
****