Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 The Witch Bitchess (3)

Bab 11 The Witch Bitchess (3)

Kali ini habis sudah kesabaran Sasuke. Ini sudah hari ketujuh di mana kepulangan Itachi dari rumah sakit.

Boro-boro ia bisa tenang bersama istrinya dan menikmati masa bulan madunya. Ia malah harus setiap hari bertengkar dengan Hinata perihal Itachi.

.

Itachi... Itachi... Itachi...

.

Nama itu adalah musuh terbesarnya sekarang.

.

"Berhenti Hinata. Aku suamimu. Harusnya kau mengurusiku ketimbang suami orang lain!"

.

Tangan Hinata masih belum berhenti memasukkan perlengkapan dan pakaiannya ke dalam koper. "Jangan kekanak-kanakan!" Sahut Hinata. Ia tak mengurungkan niat untuk ke mansion utama Uchiha dan merawat Itachi.

.

"Demi Tuhan, Hinata! Dia bohong!" Sasuke menggeram. Ia yakin, Hinata tahu bahwa Itachi sengaja menabrakkan dirinya ke truk agar Hinata bisa bersamanya.

.

"Dia sakit Sasuke. Kau harus memahami itu." Hinata memandang Sasuke dengan tatapan lelah dan juga kesal.

"Kenapa aku harus? Kenapa dia harus memintamu. Kau istriku, dan kenapa pula aku harus mengizinkanmu kembali kepadanya." Suara Sasuke penuh dengan emosi.

.

Hinata menatap tajam suaminya, "Dia kakakmu. Berhenti bersikap konyol."

"Konyol katamu?!" Mata Sasuke menggelap menatap Hinata tak percaya, ada gurat amarah yang tak sungkan diperlihatkannya. Dia tertawa pahit, "Berapa banyak memorimu dengannya? Aku tak tahu. Berapa lama kalian berjuang menjalin kasih sebelum kau berlabuh padaku." Tuduhnya.

.

Hinata memejamkan mata, "Kenapa kau tidak pernah percaya." Geram Hinata.

"Karena kau selalu memelihara banyak kebohongan dariku!" Tukas Sasuke tajam.

.

"Demi Tuhan, Sasuke!" Hinata menggeram, "Berhenti, oke. Aku tahu batasku. Kau harusnya juga tahu. Berhenti manja dan lihatlah kenyataan. Bukan aku yang tak bisa move on, tapi kau dengan segala insecure dalam kepalamu itu!"

.

Sasuke meradang!

Hinata bilang apa?! Insecure? God-damn-it!

.

"Biaklah URUS SAJA Itachi! Kau tidak perlu kembali!" Emosi Sasuke.

.

Tapi hanya seringai Hinata yang menjadi jawabannya. Meski itu adalah seringai kepahitan, Sasuke tak peduli.

.

Ia sudah terlanjur sakit hati. Sasuke menelan ludahnya pahit. "Menurutmu aku minder?" Ada tawa sumbang dalam suara Sasuke, "Ya. Mungkin betul." Katanya dengan nada sakit yang membuat Hinata merasa dadanya sesak akan perasaan bersalah.

.

"Bagimu yang selalu menjadi anak pertama tidak akan pernah bisa merasakan apa yang kurasakan. Kau tidak pernah diabaikan kan, kau akan menjadi putri yang dilindungi dan diinginkan. Kau tidak punya parameter pembanding yang harus kau takhlukkan." Getir suara Sasuke membekukan tubuh Hinata.

"Aku," Sasuke terdiam untuk melarutkan segala rasa sakit dan juga kekosongan, "Harus tahu diri menjadi bagaimana dan siapa. Terimakasih sudah membuat mataku terbuka lebar. Maaf sudah berharap banyak atas pernikahan ini." Katanya sambil beranjak pergi dari ruang tengah.

.

Langkahnya tampak terluka. Dan Hinata membenci dirinya sendiri karena telah bertindak terlalu realistis untuk Sasuke. Kadang... cinta saja tak pernah cukup untuk sebuah biduk bernama pernikahan.

.

***p90***

...

..

.

"Aku mencintaimu."

"Aku tahu." Hinata mendorong kursi roda Itachi di suatu sore. Mereka masih menyusuri jalan setapak ke kebun bunga milik keluarga Uchiha. Tempat yang indah yang dulunya dirawat oleh nyonya besar Uchiha.

.

"Maaf untuk tidak bisa mencintai pilihanmu." Guman Itachi.

.

"Aku juga minta maaf untuk itu." Kata Hinata ringan dan tanpa beban. Ia lalu memilih untuk memutar kursi roda Itachi untuk saling berhadapan dengannya. Lalu mereka saling memandang.

.

"Kenapa Hinata?"

Hinata tersenyum sendu, dan Itachi melihat kesedihan di matanya. "Karena cinta itu bukan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan. Tapi untuk saling berbagi semangat. Kita tidak memiliki api itu Itachi. Dan aku lelah berpura-pura."

.

"Kau jahat." Ucap Itachi sesak. Selalu ada rasa sakit akibat penolakan Hinata kepadanya.

"Aku tahu." Hinata mengakui.

.

"Kau penyihir jahat. Setelah kau buat aku memujamu, lalu kau memilih dia."

"Aku tahu."

.

"Dan kau mengutukku dengan cintamu."

Hinata lalu berlutut, memandang Itachi dengan perasaan sayang antar saudara. Ia memilih menarik napas sebelum ia berbicara, lalu meremas tangan Itachi pelan. "Kita tahu, kalau kau akan lebih bahagia di mana ada orang yang mencintaimu."

.

"Aku hanya mau kau." Bisik Itachi serak.

"Tidak." Hinata menjawab tegas dan mantap. "Kau hanya tidak ingin kehilangan momen terbaikmu. Tapi waktu berjalan Itachi. Kita tidak bisa terus berjalan ditempat dan membiarkan waktu menghajar kita. Waktu bergerak maju. Kau tidak membutuhkan aku, kau hanya takut kehilangan."

"Kenapa harus Sasuke." Serak suara Itachi mengoyak perasaan bersalah Hinata.

"Karena dia tujuanku. Dan aku yakin kau akan segera memiliki tujuanmu sendiri." Ada lengkung tulus di bibir Hinata. Tak ada mata yang menyala penuh dengan ambisi. Di depan Itachi ia membiarkan topengnya terlepas.

.

Itachi memejamkan mata. Lengannya terlipat di atas matanya. Seolah menghalau cahaya. Lelaki itu tak mengatakan apapun. Tapi rasa sakit yang dideranya mampu membuat Hinata sesak akan perasaan bersalah.

"Jangan mengulang kesalahan orang tua kita Itachi."

Itachi menurunkan tangannya. Lalu ia duduk dengan tegak di atas kursi rodanya. Matanya yang tadi terpejam kelihatan basah. Ia menatap Hinata sendu.

.

"Mengejar kesempurnaan hanya akan menyebabkan kita semua sakit. Kau telah melihatnya dalam diriku dan dirimu sendiri. Cocok bagi orang lain bukan berarti kita harus bersama. Kadang kita perlu mundur dan melihat suatu dari cara yang berbeda. Menggunakan kelamahan kita untuk berdamai dan menjadikannya kekuatan."

.

Hinata membiarkan suara angin musim semi berdesauan dan membasuh wajah keduanya.

.

"Aku pernah menjadi bagian dalam hidupmu. Dan itu adalah sesuatu yang Indah. Tapi kau punya tujuan yang menunggumu di sana Itachi. Maaf jika aku harus menyabotase kalimatnya Ino. Tapi kau akan menjadi ayah. Seorang ayah yang hebat, yang mampu memberikan kehidupan yang gemilang untuk anakmu."

Itachi masih diam.

.

Hinata tersenyum lalu mendesah pelan. "Aku tak bisa membayangkan kalau kita punya anak, betapa berat hidupnya diisi dengan segala protokoler dan tuntutan untuk menjadi sempurna. Dia dipisahkan dari kita dan digembleng dengan standar untuk mengalahkan kita. Kasian sekali, menilik betapa sempurnanya kita." Hinata mengibaskan tangannya diudara.

.

Itachi tersenyum. Lelaki itu menghembuskan napas dengan kasar. Seolah menghempaskan semuanya dengan satu gerakan. Ia kemudian tersenyum, "Ya, dan aku tak bisa membayangkan kau akan menjadi penyihir yang membuat anakmu lari ketakutan."

Hinata terkekeh, "Aku tidak berencana memiliki anak dalam waktu dekat."

"Untungnya Ino tidak terlalu terobsesi karir seperti dirimu."

"Oh, sekarang kau membuatku cemburu, Tuan sempurna." Hinata berpura-pura marah, ia berdiri sambil berkacak pinggang, dagunya terangkat tinggi dengan mata menyipit.

.

Tapi Itachi justru tertawa. Sangat lepas hingga Hinata tahu kalau lelaki itu sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Teringat lagu dari salah satu band favorit adiknya.

.

i tried to show you i'm strong

just get all along うまく甘えたい気持ちが

下手くそな強がりにしかならず

.

(i tried to show you i'm strong

just get all along umaku amaetai kimochi ga

hetakusona tsuyogari ni shika narazu)

.

― Aku coba tunjukkan padamu bahwa aku kuat

― Sepanjang semua perasaanku dapat membaik

― Tak peduli betapa kerasnya, aku pastikan menjadi kuat

*One Ok Rock

.

.

Hinata masih berdiri di hadapan Itachi. Langkahnya tampak ringan. Dengan riang ia membalik kursi roda itu dan kemudian mendorong kursi roda Itachi lagi. Keduanya menikmati semilir angin dan juga keheningan yang dulu sempat hilang menjadi sebuah rasa sakit.

Tapi kini semua berubah.

Itachi telah merelakan.

.

.

"Sasuke akan sangat sibuk. Kau tahu," gumam Hinata sambil terus mendorong kirsi roda Itachi.

Itachi mengangguk. "Dia akan jadi Direktur Eksekutif, pengangkatannya senin depan. Dan aku makin banyak waktu luang dengan alasan sakit."

.

"Bukankah itu baik. Kau bisa membangun sesuatu hubungan baru bersama Ino. Dia sangat cantik dan baik hati. Tidak akan sulit memberikan hatimu padanya."

Itachi mengangguk-anggukan kepalanya. "Ya. Aku berharap cepat jatuh cinta padanya."

"Percayalah. Hari itu akan segera datang." Ujar Hinata mantap, lalu mendorong kursi roda Itachi.

.

.

***p90***

.

.

"Kau kembali?!" Sasuke menatap Hinata yang kini mengganti higheelsnya dengan sandal rumah berbentuk pororo.

Wanita itu masih diam. Tapi mata peraknya mengamati penampilan Sasuke yang berantakan. Jambang yang tumbuh liar dan kantong mata tebal. Dan pria itu lebih mirip gembel daripada cassanova yang mengaku bisa mendapatkan wanita manapun.

Lelaki itu berjalan terhuyung. Lalu segera mendekapnya erat dalam pelukan. Menghirup semua aroma Hinata dalam satu tarikan napas.

"Kau nyata."

.

Jika Hinata dalam keadaan normal, akan tertawa renyah menertawai semua gombalan dan keabsurd-an suaminya. Tapi setelah minggu berat saling melukai. Kata-kata itu membuat Hinata tak bisa membendung air mata yang meluncur turun.

"Terimakasih sudah kembali." Bisik Sasuke di sela kecupannya di kening Hinata.

.

Hinata tak mampu berkata apapun. Ada perasaan hangat sekaligus mengharukan yang memenuhi dadanya. Kenyataan bahwa Sasuke benar-benar takut kalau Hinata lebih memilih Itachi ketimbang lelaki itu membuat Hinata merasa dicintai demikian besar. Ya, cinta Sasuke sudah cukup untuk membuatnya memilih lelaki itu lagi dan lagi.

.

"Tandaima, ma'numero uno..*." bisik Hinata di sela isakan kecilnya.

"Okaeri.. my bicthy witch.*" Kata Sasuke sambil mengecup dahinya mesra

Hinata tersenyum bahagia. Tangannya yang mengaggur kini memeluk suaminya erat.

.

Sasuke menarik napas dan menghembuskannya pelan. Segala hal yang menghantuinya belakangan ini telah sirna. Ia takkan kehilangan Hinata. Mungkin lobi-lobi cantik agar Hinata meninggalkan posisinya sebagai Wakil Direktur Operasional di Hyuuga Chemical Industries dan pemilik firma hukum Hyuuga's Lawyer. Ia ingin Hinata di rumah, menjadi ratu dalam jagad raya kecil mereka.

Oh, memohon bukan gaya Sasuke. Mungkin menuangkan pil kontrasepsi ke kloset adalah pilihan jenius sekarang.

.

***break***

.

*) Tandaima, ma'numero uno... = Aku pulang, nomor satuku...

*)Okaeri, my bitchy witch... = Selamat datang, penyihir jalangku...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel