Bab 9 Tawaran manis
Hari sudah kian larut, Rey pun tidak bisa beranjak pergi dari sana, entah mengapa hatinya berat saat akan berpamitan, terlebih lagi...perasaannya ikut tidak karuan saat melihat gadis polos itu masih sesekali terisak di samping brangkar tempat neneknya di istirahatkan. Tanpa terasa sudah pukul delapan malam kala itu, bibi nya sepakat untuk menungguinya disana. Namun tetangga yang tadi datang dengan sang bibi sudah berpamitan pulang pukul empat sore tadi.
"Aku pasti sudah gila! ya...benar benar gila! kenapa aku sudah susah susah membelikan makanan ini untuk mereka? sejak kapan aku menjadi peduli dengan orang lain?" Ucap gerutu Rey dengan membawa dua spaghetti yang baru saja ia beli online.
"Nih kamu makan dulu deh...kamu belum makan dari pagi." Ucap Rey sembari menyodorkan bungkusan dari tangannya ke arah Ayuna, saat itu Yuna hanya menggeleng sembari membuang muka ke arah lain, ia tidak nafsu makan sama sekali kala itu. Rey pun segera menarik paksa lengan Ayuna agar berdiri dari tempat duduknya yang berada disamping neneknya, mengajaknya sedikit menjauh dari sana, sedangkan bibi ada di luar dan entah sedang membeli apa.
"Ingat! kamu masih punya hutang padaku, jumlahnya tidak sedikit...jika kamu sakit...siapa yang akan melunasinya?" Ucap Rey dengan nada geramnya, ia pikir kekerasan bisa membuat gadis itu makin kuat, dari pada simpati yang tidak biasa Rey tunjukan, namun semua itu niat baik Rey agar gadis itu mau makan. benar saja, Yuna pun mengambil bungkusan spaghetti itu lalu memakannya.
"Loh...nak Rey perhatian ya...ini bibi bawa roti, eh nak Rey sudah pesan makanan." Ucap bibi yang melihat Ayuna makan spaghetti nya.
"Iya bi...kalau bukan Rey yang perhatian, siapa lagi yang mau memperhatikan Yuna ku. Oh iya ini bibi silahkan makan masih ada satu kotak bi..." Ucap Rey pada bibi Ayuna, namun gadis itu hanya memasang wajah garang dan lirikan tajam ke arah Rey yang sok baik di depan bibinya. Ayuna hanya diam dan menikmati makanannya yang susah ia telan, karena memikirkan sang nenek yang belum bangun juga, dan ia tidak punya kekuatan untuk melawan lelaki kasar yang tangah berdiri mengawasinya itu, namun dalam hatinya ia lega, kalau bukan karena ada Rey, tidak mungkin saat itu neneknya sudah selesai di operasi.
Satujam sudah berlalu, bibi sudah mulai tertidur di brangkar kosong samping nenek, sedangkan Rey terlihat tengah tertidur di kursi dan bersandar tembok, dengan kedua tangan yang bersedekap di depan dadanya. Ayuna perlahan berjalan mendekat kearah Rey, ia duduk tepat di samping lelaki yang terlihat tengah tertidur.
"Terima kasih banyak...kamu telah menyelamatkan nyawa nenek aku, aku tidak punya siapa siapa lagi selain nenek, dan aku hanya menyusahkan nenek terus selama ini, aku tidak tahu lagi jika tidak ada kamu hari ini, meski kamu menyebalkan, aku senang ada kamu disisi aku tuan muda, walaupun...hutangku padamu meski aku cicil setiap bulannya pun butuh waktu tahunan bahkan puluhan tahun, tapi kamu tidak se jahat rentenir yang menaikan bunga di setiap bulannya." Ucap Ayuna dengan gerutu pelannya, meski neneknya masih koma, namun Dokter bilang keadaanya sudah stabil...dan itu makin membuat lega hati Ayuna. Saat itu ternyata Rey tidak sedang sungguh sungguh tertidur, ia mendengar semua yang Yuna ucapkan baru saja, hatinya tersentuh, hangat merayap menjalar ke seluruh tubuhnya, saat ia mendengar perkataan tulus dari gadis polos yang ada di sampingnya.
"Kau bisa melunasi semua hutangmu padaku, atau bahkan melunasi semua hutang yang ada pada paman mu." Ucap Rey sembari kedua matanya masih terpejam dan kedua tangan masih bersedekap.
"Apa? bagaimana caranya?" Tanya Ayuna yang benar benar penasaran karena ucapan Rey.
"Kau bisa menikah denganku, menjadi milikku, mudah bukan?" Ucap Rey yang kini sudah perlahan lahan membuka kedua matanya, ia menoleh menatap lekat kedua mata gadis di sampingnya.
"Tuan...anda adalah seorang yang sempurna, tampan, kaya, baik hati, apa yang kurang dari anda? tidak ada! anda ingin memilih wanita yang seperti apapun pasti terwujud, sedangkan saya...apa yang saya miliki hingga tuan menawari hal itu?" Ucap Ayuna yang menyangkal, walau bagaimanapun...Ayuna ingin menikah dengan lelaki yang ia sukai, bukan lelaki yang mengekangnya.
"Ketulusan, itu yang kamu punya, dan itu yang aku butuhkan, selama ini aku tidak pernah mendapatkan ketulusan itu dari gadis manapun." Ucap Rey dengan jujurnya.
"Kamu hanya harus bilang ia atau tidak! aku akan memberimu waktu satu bulan, jika nenek sudah bangun...beri kabar aku, sekarang aku pulang dulu, bibi sudah memberi tahu alamatmu, dan orang orang papaku sudah mengemasi semua barang mu untuk pindah ke apartemen aku." Ucap Rey yang sudah beranjak berdiri dan akan pergi dari sana.
"Adakah pilihan lain?" Tanya Ayuna pada lelaki yang sudah berjalan pergi, dan seketika langkah kaki Rey berhenti, ia membalik badanya menatap lekat kearah Ayuna.
"Jika aku menjadi kamu, kebahagiaan aku tidak lah penting, yang terpenting adalah kebahagiaan nenek kamu, ia pasti ingin melihatmu hidup layak dan makmur." Ucap Rey yang entah setan mana yang sudah merasukinya, kata katanya benar benar membuat Ayuna terenyuh seketika, lalu ia pun melanjutkan jalannya.
"Gila...aku benar benar sudah gila!" Gerutu Rey sepanjang perjalananya ia merasa sok cool dan sok berani di depan Ayuna, padahal tubuhnya gemetaran saat mengatakan semua hal konyol itu. Satu minggu sudah berlalu, dan sesekali Rey menjenguk Ayuna dan sang nenek, Ayuna pun sudah cuti satu minggu tidak pergi mengajar, dan hari itu Ayuna masuk bekerja karena di rumah sakit ada bibi yang membantunya untuk menjaga nenek. Siang itu sengaja Rey menjenguk sang nenek di rumah sakit, karena ia tahu bahwa Ayuna pergi mengajar, Ayuna memutuskan untuk sementara waktu tidak bekerja di swalayan dahulu karena sang nenek tidak ada yang menunggui. Terlihat Rey sedang asyik mengobrol bersama bibi Ayuna, ya...bibi Ayuna meyakini lelaki itu adalah pacar dari keponakannya.
"Bi...nenek! bi..." Ucap Rey yang tanpa sadar melihat nenek Ayuna perlahan lahan membuka matanya. Langsung saja Rey menghampiri nenek, menekan tombol darurat agar perawat segera datang, dan beberapa saat perawat datang dengan seorang Dokter ke kamar nenek Ayuna. Terlihat Dokter tersebut mengecek semua dari nenek, dan nenek pun bisa menangkap semua isyarat serta gerak yang Dokter itu lakukan.
"Sykurlah tuan, nenek sudah benar benar sadar..." Ucap pak Dokter pada Rey dan juga bibi Ayuna, lalu setelah itu memohon diri dari ruang kamar. Nenek yang sudah sepenuhnya sadar itu, mengangkat jarinya dengan sedikit lemas, isyarat ia memnggil Rey untuk datang mendekat ke arahnya, sedangkan bibi Ayuna pun segera memberi kabar pada Ayuna bahwa neneknya sudah membuka matanya dan sadar sepenuhnya.