Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Wasiat

"Nenek...nenek memanggil Rey? nenek istirahat saja...sudah tidak usah banyak bergerak, Rey ada disini kok...jangan khawatir..." Ucap Rey sembari mendekat kearah nenek lalu menggemggam jemari nenek yang ia rasa sangat amat dingin. Rey pun seketika lalu mengecek suhu AC yang ternyata tidak rendah, dan menaikan selimut yang nenek pakai sampai keatas dadanya.

"Tuan muda...bisakah nenek meminta tolong?" Bisik nenek yang terlalu lirih, hingga membuat Rey sedikit mendekarkan telinganya, isyarat bibi pun meminta lelaki itu untuk mendekat kearah nenek, seperti yang nenek inginkan.

"Bisakah nenek minta tolong." Ucap nenek lagi dengan suara lirih karena lemah.

"Iya...nenek mau minta tolong apa pada Rey?" Tanya balik Rey pada nenek Ayuna.

"Nenek...!" Tiba tiba teriak Ayuna yang baru datang, dan seketika mengehentikan langkahnya karena bibi memberi isyarat Ayuna untuk berhenti. Bibi dan Ayuna melihat nenek membisikan sesuatu di telinga Reyga. Hingga beberapa saat, dan Rey tampak diam yang sesekali melirik kearah Ayuna.

"Nenek...bukannya Rey tidak mau atau tidak menyukainya, nenek bisa bilang sendiri pada Ayuna nek...Rey tidak ingin apa yang nenek ucapkan baru saja, dia kira Rey yang mengada ngada nek." Ucap Rey dengan suara kalemnya, karena ia tengah menghadapi orang tua yang sakit.

"Ayuna..." Ucap nenek, yang segera Rey panggil agar gadis itu mendekat ke arahnya.

"Iya nenek...Ayuna disini...Ayuna senang nenek sudah sadar...Ayuna senang...nenek sudah kembali lagi..." Ucap Ayuna dengan bahagianya.

"Nenek minta tolong." Ucap nenek dengan suara yang hampir tidak terdengar karena lemahnya.

"Ada apa nek? nenek mau apa?" Ucap Ayuna yang langsung mendekatkan telinganya ke arah neneknya.

"Nenek minta tolong Rey untuk menjagamu nak...nenek sudah tidak tahu lagi harus menyuruh siapa lagi untuk menjaga cucu nenek." Ucap nenek yang masih sama.

"Ayuna tidak perlu di jaga nek...Ayuna bisa menjaga diri sendiri kok, dan ada nenek kan...Ayuna senang nenek sudah siuman." Ucap Ayuna dengan senyuman yang tergambar jelas di wajahnya.

"Nenek hanya ingin melihatmu bahagia nak...kabulkan ya permintaan nenek, terimalah tuan muda nak..." Ucap bisik nenek dengan lirihnya, suaranya hampir hilang, dan tiba tiba nenek menjatuhkan satangannya dengan lemas.

"Nenek, nek...nenek..." Teriak Ayuna dengan histerisnya, dan seketika Rey mengambil tempat Ayuna, ia melihat hembusan nafas dari hidung nenek yang sudah tidak ada lagi, tangannya pun memgecek denyut nadi di area leher nenek, di area pergelangan tangannya pula, namun Rey tidak menemukannya, dan Dokter pun langsung datang dengan segera setelah bibi memanggilnya, memeriksanya dan dinyatakan nenek sudah meninggal dunia detik itu juga. Tangis Ayuna meledak saat melihat selimut yang neneknya kenakan di tutupkan sampai ke ujung kepala nenek, Ayuna segera membukanya kembali, memeluk sang nenek dengan tangis yang meraung raung di sana. Rey yang melihat pun segera menarik lengan gadis itu lalu memeluknya erat di pelukannya. Ayuna yang merasa disana sangat nyamn untuknya bersadar pun, hanya bisa menangis sembari terisak memanggil manggil neneknya.

Satu minggu setelah kepergian sang nenek, Ayuna belum masuk bekerja lagi, sedangkan surat cutinya Bagus yang mengurusnya, karena gadis itu sudah tidak ada pegangan hidup lagi.

Di pojok ruang kamar, di tepi jendela besar yang terpampang, Ayuna terduduk dengan kaki yang di tekuk keatas, kedua tangannya memeluk kedua kakinya, dan kepalanya bersandar miring di atas lututnya, kedua matanya menatap keluar jendela di depannya. Tiba tiba terdengar pintu kamar yang terbuka, dan terdengar suara kaki melangkah masuk mendekat menuju ke arahnya.

Sejak kematian sang nenek, Ayuna tinggal di apartemen Reyga, dan kemarin papa Rey baru pergi dari apartemen Rey, ia datang untuk melihat kekasih Rey, atau keadaan Ayuna, dan yang pasti gadis itu masih sangat terpukul.

"Yuna...semalam kamu tidak tidur lagi?" Tanya Rey yang sudah berdiri di ksebelah Ayuna. Ayuna hanya mendongakan kepalanya menatap kearah Rey di sampingnya, lalu menyandarkan kepala yang ia rasa sangat berat itu ke kaca jendela yang tepat berada di sampingnya.

"Rey...apa jika aku tidur akan bisa merubah segalanya? kau tahu sendiri, didunia ini aku hanya memiliki nenek...meski dirumah yang tidak layak huni itu, tapi kami begitu bahagia...kami sangat bahagia..." Ucap Ayuna yang lagi lagi terisak, saat itu Rey hanya meraih kepala Ayuna dan memeluknya.

"Kami berdua banting tulang agar bisa hidup layak, meski sakit, terluka, bahkan ingin menyerah...kami tetap menjalaninya dengan bahagia, adilkah semua ini? dihari tua nenek, aku tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuknya, aku membiarkannya bekerja, bekerja untuk membantuku melunasi hutang, dan sekarang...aku sudah kehilangan nenek, aku tidak butuh tubuhku lagi, aku tidak peduli." Ucap Ayuna dengan isakan yang disertai tangisan. Lalu Ayuna menengadahkan wajahnya, menatap kearah wajah Rey.

"Rey..." Rengek manja Ayuna, yang seketika membuat Rey menunduk, saat itu pula Ayuna mengalungkan kedua tangannya ke leher Rey, menariknya sekuat tenaga ke arahnya, Rey pun yang hanya bisa menunduk hanya mengikuti kemauan gadis itu saja. Ayuna tiba tiba mencium Rey hingga beberapa saat, hingga lelaki yang sudah satu bulan tanpa menyentuh wanita itu pun langsung terbawa suasana, ia langsung membalas ciuman gadis itu, membimbingnya hingga ke atas pembaringan, tanpa pikir panjang, Rey melepas kaus yang di kenakannya, melemparnya asal asalan ke lantai hingga berceceran, ciumannya makin intens tanpa jeda, membuat Ayuna semakin kepanasan, ia pun tiba tiba sudah melepas pakaiannya, bahkan bra yang ia kenakan, sampai Rey tersentak saat menyentuh kulit halus Ayuna yang sebenarnya ia sangat inginkan. Rey menyudahi ciumanya, menatap sesaat wajah gadis polos yang entah mengapa menjadi sedikit liar. Tanpa pikir panjang Rey meraih selimut di samping Ayuna, menariknya untuk menutupi tubuh gadis itu dengan sempurna.

"Apa kau gila hah...bisa bisanya!" Ucap Rey dengan dengusan kesalnya, ia lalu beringsut dan duduk di atas tepian ranjang yang kedunya tempati.

"Kau boleh bersedih Yuna, tapi kau jangan menjual diri seperti ini." Ucap Reyga dengan sungutan marah.

"Lalu aku harus apa? menerima keadaan aku ini yang sudah tidak tahu kapan siang kapan malam hah? aku sudah tidak peduli lagi dengan diriku, tidak pula dengan pekerjaanku, jika kau mau aku membayar semua hutangku...aku hanya punya tubuh ini." Ucap Ayuna yang terlihat sudah benar benar frustasi. Saat itu Rey menoleh, menatap kearah Ayuna yang masih tiduran terlentang disampingnya.

"Aku sepertinya tidak pernah bilang jika hutangmu akan lunas dengan tubuhmu. Tapi hutangmu akan lunas jika kau menjadi istriku, aku pikir itu lebih terhormat." Ucap Rey dengan seriusnya. Lalu lelaki itupun beranjak dari duduknya, memungut kaus yang ada di lantai dan membawanya pergi menuju keluar kamar Ayuna.

"Gila! hampir saja aku tidak bisa menahannya tadi, benar benar gila." Ucap Rey dengan gerutu di dalam hatinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel