Wasit Sakti
Saat Bakti dan Maung kodam miliknya tengah bersantai di depan teras toko dengan dua secangkir kopi hangat dan sebatang rokok mengepul di mulut Bakti. Sedangkan Maung tengah tunduk bak kucing rumahan di samping Bakti. Pertandingan tiba-tiba terhenti tiada suara lagi.
“Heh, sudah selesai kah, apa benar sudah selesai?” Bakti melongok ke arah Dom dan Lukas bertarung yang tak terlalu jauh di depannya.
Pertarungan mereka memang sudah di seting sedemikian rupa. Sehingga tiada warga yang mengetahui kalau ada sebuah perhelatan akbar tengah diadakan di desa mereka.
Para petinggi dari panitia penyelenggara jua telah memberi sekat tembok gaib. Untuk membatasi ruang gerak peserta dengan warga, jadi arena pertarungan memang di sembarang tempat. Dimana ada dua orang pemilik kodam berseteru lalu terjadi pertarungan, di situ dihelat pertandingan dari Turnamen Of Kodam.
Dengan secara otomatis bersama datangnya Bakti yang bertindak sebagai seorang wasit. Saat iya mengentakkan tongkat gaharunya, otomatis seratus meter dari bentakan tongkat membuat sebuah dinding gaib. Dimana dinding gaib benar-benar terlihat seperti dinding tinggi oleh mata awam yang sebenarnya itu hannyalah sebuah sekat saja.
“Heh benar sudah selesai kah, belum sempat sepuluh menit loh. Aku baru mau menyeruput kopi yang aku bawa dari rumah,” Bakti berdiri lalu berjalan perlahan menghampiri ke arah Dom dan Lukas yang telah menyelesaikan pertandingan.
Terlihat Dom memegang kepala dari Lukas yang sudah terputus dari badan. Sedangkan badannya telah hancur diinjak-injak oleh Sarkam kodam genderuwo dari Dom. Asu baung nyatanya hanya bersifat seperti anjing jua telah hancur terbakar menjadi abu.
“Ok pertandingan pembuka dari Turnamen Of Kodam dimenangkan oleh Dom,” teriak Bakti masih sempat meminum secangkir kopi di tangannya walau di depannya kepala Lukas di tenteng begitu saja oleh Dom dengan darah mengucur dari lehernya.
Lalu datanglah beberapa orang kru berjubah hitam-hitam membawa sebuah peti mati diperuntukkan bagi mereka yang kalah dalam pertandingan. Kru pembersih seperti demikian bertugas membersihkan tempat kejadian perkara. Agar tiada jejak dan bekas dari acara pertandingan yang diadakan yang dapat menimbulkan kepanikan dari warga sendiri.
Setelah area pertandingan sudah dibersihkan, para kru pembersih yang berjubah hitam-hitam melesat hilang entah kemana membawa peti mati berisi jasad Lukas.
Sejurus dengan kru pembersih para pengawas yang sedari awal berlangsungnya pertandingan. Tengah mengamati jalannya arena turnamen pun ikut melesat pergi meninggalkan arena pertandingan.
“Allahuakbar, Allahuakbar.” Azan magrib sayup-sayup mulai terdengar dari kejauhan tepatnya di pojok lain desa Mojokembang.
Dom bergegas memasukkan Sarkam ke dalam sebuah botol khusus wadah makhluk kodam. Lalu iya pun melesat pergi entah kemana sebab iya pun bukan dari desa Mojokembang. Peserta dari desa Mojokembang belumlah mendapat giliran bertanding.
Kali ini kedua peserta pembuka Turnamen Of Kodam bukan berasal dari desa Mojokembang. Melainkan dari desa Mojodukuh dan desa Mojojejer. Lukas yang kalah dari Dom dan meregang nyawa berasal dari desa Mojojejer. Sedang Dom sendiri berasal dari desa Mojodukuh tak jauh dari desa Mojokembang letaknya. Hanya terpisah dua desa ke utara.
“Ah merepotkan sekali menjadi wasit Turnamen. Aku kan juga ingin kembali turun gelanggang seperti dahulu jadinya. Rasanya tulang-tulang ini ingin meremuk tubuh seseorang seperti dahulu lagi,” gerutu Bakti menyulut kembali sebatang rokoknya yang sempat mati beberapa saat lalu.
Tap, tap, tap,
Sebuah langkah dari kaki beralaskan terompah berjalan perlahan menghampiri Bakti yang tengah menyulut rokok. Seorang agak tua sebaya usia lima puluh lima tahun memakai sarung dan berbaju kokoh serta peci hitam terus berjalan perlahan menghampiri Bakti.
Bakti yang merasakan aura gaib begitu dahsyat menghampirinya. Secara otomatis melesat mundur beberapa jarak sambil menatap sosok yang datang penuh penasaran. Dalam hati Bakti siapakah yang datang menghampirinya dengan aura begitu dahsyat selayaknya aura-aura seorang pemuka agama atau petinggi desa.
“Assalamualaikum Nak Bakti?” benar saja yang datang tak lain dan tak bukan adalah Haji Rojak kepala desa Mojokembang sendiri.
Haji Rojak selain menjabat sebagai kepala desa. Beliau jua seorang pendekar kodam tiada tanding dahulunya tiada pernah kalah. Beliau hanya kalah sekali namun tidak benar-benar kalah.
Sebab keduanya hampir mati di sebuah arena pertarungan turnamen yang sama. Haji Rojak saat itu bertarung dengan Pak Badrus yang juga sama-sama berasal dari desa yang sama Mojokembang.
Karena jua masih terhitung saudara jadi saat itu Haji Barus malah mengalah meledakkan diri. Sehingga Haji Rojak yang saat itu belum bertitel Haji memenangkan Turnamen.
“Waalaikumsalam Pak Kades, tumben menyambangi arena turnamen dalam rangka apa ini?” Bakti bertanya dengan nada penasaran saat berhadapan langsung dengan Sang Haji karismatik tersebut. Tampak kaki dan tangan Bakti begitu gemetaran saat terkena hawa dahsyat dari aura Haji Rojak.
“Pergilah cepat jangan sampai warga terburu melihatmu dan menghakimimu. Para warga sudah banyak tahu tentang perhelatan turnamen lima tahunan sekali ini. Memang sudah seharusnya Turnamen Of Kodam dihentikan saja. Karena sudah ribuan korban meregang nyawa begitu saja percuma,” ucap Haji Rojak tersenyum simpul namun tetap saja kengerian dan ketakutan tergambar jelas di wajah Bakti saat menghadapi Sang legenda petarung pendekar kodam tanpa tanding di depannya.
“Tapi Pak Haji, apa kita sanggup melawan para elite pemilik modal yang jua kebanyakan dari mereka adalah pemilik aura-aura raja. Bahkan lebih hebat dari Pak Haji sendiri, bedanya mereka tak beragama sedangkan Pak Haji justru seorang pemuka agama,” ucap Bakti terbata-bata begitu ketakutan sebenarnya ingin segera pergi tapi begitu takut menyalahi sopan-santun kepada Haji Rojak.
“Sudahlah biar kami pikirkan bagaimana caranya menghentikan para elite pemilik modal. Kalau harus berperang kuta akan berperang, sebab sudah banyak yang menandatangani petisi untuk pemboikotan turnamen setan ini. Kami juga sedang membina beberapa anak muda potensial keturunan pembawa kodam untuk disusupkan di turnamen selanjutnya. Agar pemboikotan berjalan sesuai rencana kami. Tentu kau dapat menjaga rahasia ini bukan Nak Bakti, bukankah kau jua pemuda desa kami?” ucap Haji Rojak memegang pundak Bakti.
Namun bukan sekedar memegang pundak saja. Melainkan ada sebuah gaya tarik menarik antara aura Bakti dan aura Haji Rojak yang sengaja dibuat oleh Haji Rojak. Sehingga menimbulkan terbakarnya kulit dan baju bagian pundak kanan Bakti. Bakti tampak meringis kesakitan namun tak berani membalas hanya bisa mengangguk perlahan tanda setuju saja.
“Baik Pak Haji saya tak akan membocorkan semua perkataan Pak Haji. Saya mohon pamit dahulu ya Pak Haji, Assalamualaikum,” ucap Bakti bergegas melesat penuh ketakutan dan kengerian di hatinya.
“Jangan lupa salat Magrib Nak Bakti!” teriak Haji Rojak namun Bakti terkadung jauh sudah melesat tak mendengar teriakan Haji Rojak berteriak.
“Dasar anak muda sudah pasti lupa akan kewajibannya sebagai umat Islam dari Fardu lima waktunya,” Haji Rojak akhirnya berjalan menjauh dari bekas arena turnamen menuju ke arah Masjid untuk melaksanakan Salat Magrib berjamaah.
Sebenarnya Haji Rojak selaku kepala desa Mojokembang tidak setuju akan adanya Turnamen Of Kodam. Tapi banyak pertimbangan darinya dan pihak-pihak desa untuk tetap menyelenggarakan acara lima tahunan tersebut. Sebab para elite pembawa modal tentu tidak tinggal diam kalau iya menolak mengadakan turnamen. Tentu keselamatan warga desa jadi pertaruhannya.
Maka dari itu Haji Rojak dengan sangat terpaksa menerima kembali Turnamen Of Kodam digelar di desanya, karena memang kali ini jatuh di desa Mojokembang sudah ketentuan berurutan dari semula. Dimana turnamen diadakan di tempat desa-desa peserta bergiliran setiap lima tahun sekali.
Namun dalam hati Haji Rojak akan terus menentang perhelatan akbar yang banyak memakan korban dan menyesatkan ini. Haji Rojak terus menghimpun kekuatan kalau-kalau rencananya kelak harus berujung pada peperangan besar antara para pendukungnya dengan para elite pembawa modal.