Pustaka
Bahasa Indonesia

VERSUS

10.0K · Ongoing
Bagus Effendik
44
Bab
55
View
9.0
Rating

Ringkasan

Telah terjadi perhelatan akbar secara rahasia di desa Mojomembang. Sebuah pertandingan satu lawan satu dari pemilik kodam pendamping sebangsa golongan jin. Perhelatan bernama Turnamen Of Kodam ini diikuti lima desa terkuat. Effendik sebenarnya enggan untuk mengikuti turnamen tersebut. Namun demi menemukan Sang Ayah bernama Kasturi yang hilang semenjak ia kecil. Effendik terpaksa menyusup sebagai salah satu peserta. Tetapi pertarungan Effendik justru mengalami kendala. Saat iya harus bertarung dengan peraturan jelas dari pemilik modal utama. Mati adalah kalah begitulah peraturan pertandingan tersebut. Alias pertandingan Turnamen Of Kodam adalah pertandingan sampai mati. Kenyataan pahit diterima Effendik saat perhelatan akbar tersebut. Mau tidak mau Effendik harus bertarung dengan Arya adik kandungnya. Walau Effendik sebemarnya ingin menyerah, tetapi para pemilik modal bermain curang. Segala trik tipu muslihat digunakan dan akhirnya Arya mati di tangan Effendik. Dapatkah Effendik memenangkan Turnamen Of Kodam dan menemukan Sang Ayah? ikuti terus perjuangan Effendik dalam VERSUS.

FantasiAktorPengkhianatanSupernaturalMenyedihkanThriller

Kalah berarti mati

Senja ufuk barat mulai menampakkan tajinya sebagai penguasa sebelum gelap. Antara jeda terang dan gelap iya adalah raja sementara penguasa alam sebagai sisi lain dari satu waktu yang bisa dibilang begitu menakutkan.

Semarai adalah julukan sebenarnya dari senja sebelum magrib tiba. Menampakkan warna pucat darah menyeluruh. Membuat keadaan tiada ketentuan tidaklah terang tidak jua gelap cenderung remang gulita samar-samar.

Bahkan keadaan seperti ini menimbulkan satu wadah teramat kuat bagi mereka yang disebut makhluk astral. Sebab warna pucat darah atau yang sering disebut orang merah bata agak kemerah-merahan. Adalah satu sisi warna terkuat bagi makhluk yang jua disebut tak kasat mata.

Mereka mulai keluar memenuhi sudut-sudut ruang di sisi-sisi rumah. Tanpa kita sadari dan tanpa kita ketahui mereka yang disebut setan telah sukses merayap di dinding-dinding rumah kita.

Begitu jua semarai kali ini, dimana keadaan warna pucat darah ditambahi dengan hujan gerimis tiada deras dan tiada rendah. Sebuah sosok menyeramkan berjalan perlahan pada sebuah gang buntu salah satu desa. Dengan wajah bertaring panjang dan menetes darah pada ujung taringnya. Makhluk setan tersebut terus berjalan dengan langkah berat seumpama robot berjalan.

Sebuah sosok tinggi besar dengan badan penuh dengan bulu lebat selayaknya bulu seekor domba namun berwarna hitam. Dari kukuh-kukuhnya jelas begitu runcing dan lancip setajam belati pisau. Matanya pula terlihat begitu merah sebesar wadah baskom atau piring nasi. Dengan keadaan melotot bagai orang dalam keadaan begitu marahnya.

“Hay Sarkam, kau adalah peliharaanku jadi menurutlah apa perintahku!” seseorang anak muda rupanya tengah berdiri di belakang Sarkam sebuah nama dari penggambaran makhluk tinggi besar berbulu lebat di ujung lorong gelap gang buntu.

Makhluk sejenis ini bernama genderuwo, setan mengerikan dimana tenaganya begitu kuat dan beringas. Bahkan dengan jari-jemarinya yang memiliki kukuh tajam dapat merobek dada seseorang lalu mengambil jantungnya dengan mudah.

Srooot, Brak, Duar,

Sebuah benturan serangan mengenai sosok genderuwo. Namun dengan mudah hantaman sebuah kepalan tangan dari sisi depan dapat tertangkis dengan mudah oleh genderuwo bernama Sarkam. Serangan tersebut berasal dari makhluk mitologi Asu Baung atau manusia serigala dari Jawa.

Dengan moncong mulut selayaknya seekor serigala memiliki gigi-gigi tajam bak gergaji mesin. Namun memiliki tubuh bagai manusia dapat berdiri tegak. Kedua makhluk mitologi ini terkenal sama kuatnya dan sama beringasnya dalam masyarakat Jawa terutama.

“Akhirnya kau muncul juga Dom, telah lama aku menunggu hari ini. Tidak sabar aku mengalahkanmu, agar kau tahu siapa sebenarnya sang juara bertahan,” ternyata bukan genderuwo saja yang memiliki pawang. Manusia serigala berjuluk asu baung jua memiliki pawang. Sosok seorang anak muda jua tengah berjalan menuju arah dimana genderuwo dan asu baung saling menahan serangan satu sama lain.

“Lukas aku pun sama denganmu, begitu tidak sabarnya aku akan pertarungan hari ini. Sehingga aku terus berpikir dan mengkhayalkan wajah kekalahanmu sebentar lagi. Seperti apa rupanya kalau kau merenggek meminta ampun untuk tidak di bunuh hem?” ejek Dom memancing amarah dari Lukas.

Slap, Duar,

Namun tiba-tiba ada sebuah sosok kembali datang. Kali ini dengan cara turun menjatuhkan diri dari atas langit. Bagaikan sambaran halilintar dengan kilat terang begitu cepat dan begitu terang dengan suara letupan begitu dahsyat.

Kali ini yang datang bukanlah satu sosok makhluk astral. Melainkan seorang sebaya usia tiga puluh lima tahunan. Dengan membawa sebuah tongkat dari fosil kayu gaharu dan memakai jubah warna merah marun. Pada belakang jubahnya terdapat sebuah logo bertuliskan sebuah singkatan. TOK atau dalam penjabaran singkatannya berarti Turnamen Of Kodam.

“He, he, he, Lukas dan Dom, memang kalian tidak sabaran ya. Kenapa sudah dimulai padahal aku belum datang, tunggulah dahulu barang sebentar,” lelaki sebaya datang begitu epik memisah genderuwo dan asu baung hanya dengan kedua tangannya.

Hanya dengan merentangkan tangannya sosok sebaya usia tiga puluh lima tahunan. Cukup membuat sosok genderuwo dan asu baung mental beberapa meter darinya. Membuat Dom dan Lukas begitu tercengang dengan kehebatan salah satu panitia acara dari turnamen kodam yang mereka ikuti tahun ini.

“Sebagai panitia kau terlalu lama untuk datang ke tempat dimana pertarungan di selenggarakan. Aku sangsi dahulu kau pernah ikut turnamen sebelumnya,” Dom berkelakar membuat wajah Bakti agak merah meradang.

Lalu datanglah sesosok makhluk yang begitu cepat berlari. Dia adalah sosok macan putih begitu besar, bahkan lebih besar dari genderuwo dan asu baung. Sosok maung kodam milik Bakti datang tepat di tengah arena pertarungan. Membuat sosok genderuwo dan sosok asu baung bergidik ketakutan.

Menyadari hal tersebut dan tak mau mengganggu jalannya pertandingan. Bakti menyuruh maung untuk masuk ke dalam cincin akik yang ada di jari tengah tangan kanannya.

“Baiklah aku sudah mengobati rasa penasaran kalian dari sebuah pertanyaan. Apakah aku pernah mengikuti turnamen kodam atau tidak? Atau aku langsung jadi seorang panitia. Hari ini sudah aku jawab dengan mendatangkan kodam milikku. Baiklah dengan ini saya buka Turnamen Of Kodam tahun ini telah resmi diadakan,” teriakan Bakti membahana di ujung gang buntu desa Mojokembang.

Sebuah desa yang terletak di kaki gunung Ajasmara tempat dimana Turnamen Of Kodam dilaksanakan. Tampak Bakti memukulkan tongkat gaharu yang ia pegang ke atas tanah, membuat tanah di sekitar agak bergoyang sebagai tanda di mulainya arena pertandingan.

Lalu ada enam sosok berjubah hitam-hitam memakai jaket yang memiliki penutup kepala. Datang secara tiba-tiba berdiri di atas atap-atap rumah samping kanan dan kiri gang buntu tempat berlangsungnya pertandingan.

Mereka adalah pengawas-pengawas pertandingan, dimana tugas mereka adalah sebagai pelapor kalau adanya kecurangan-kecurangan di setiap pertandingan.

Walau peraturan pertandingan sendiri membebaskan para peserta untuk menggunakan apa pun senjata mereka. Bahkan menghalalkan segala cara untuk menang diperbolehkan di turnamen ini.

Dengan syarat kemenangan adalah membunuh lawan, saat lawan dinyatakan benar-benar tak bernapas lagi. Baru dapat dinyatakan sang lawan yang membunuh lawannya adalah pemenangnya.

“Bersiaplah Sarkam kita habisi Lukas dengan asu baungnya!” teriakan Dom membabi buta meluncurkan serangan ke arah asu baung. Demikian dengan Lukas dan asu baungnya berlari menyambut serangan dari Dom dan kodam genderuwonya yang bernama Sarkam.

“Ayo asu kawanku kita patahkan tulang-tulang Sarkam dan Dom secara frontal. Agar mereka tidak banyak bicara lagi, majulah asu baung aku akan terus di belakangmu sebagai rekan setia!” teriakan Dom jua sangat menggila dengan wajah seolah sesosok setan haus darah.

Duar,

Ledakan dua kekuatan anak muda pemilik kodam telah terjadi di sudut gelap gang buntu desa Mojokembang. Dimana pertandingan semacam ini adalah sebuah acara ilegal dari para elite mafia pemilik modal.