Bab 4 : Tanggal Pernikahan
Satria tahu kalau orang tuanya sudah tidak sabar untuk segera melihatnya menikah. Namun, bagi Satria ini juga terlalu cepat. Baru juga kemarin mereka bertemu saat jam makan siang, hari ini mereka kembali bertemu dengan sengaja di jam makan malam. Satria ingin protes, namun sadar itu tak ada gunanya.
Jika kemarin Olivia hanya datang bersama ibunya, malam ini Olivia datang bersama dengan semua anggota keluarganya. Anin, Regan, istri Regan dan juga anak sulung Regan yang baru berusia empat tahun.
"Maaf jika kami datang beramai-ramai. Soalnya aku gak tega ninggalin menantu dan cucuku di rumah," ujar Anin, merasa tak enak hati pada keluarga Satria karena istri dan anak Regan ikut hadir dalam acara makan malam mereka.
"Tak masalah, Bu Anin. Kami senang malah karena bisa mengenal semua anggota keluarga Bu Anin," balas Savitri. Kemudian tatapan Savitri teralih pada istri Regan yang sedang hamil anak kedua.
"Perkenalkan, nama saya Linda. Ini anak pertama saya, Leo." Linda, yang merupakan istri Regan memperkenalkan diri pada Satria dan orang tuanya.
"Salam kenal ya. Duh, beruntung banget ya Bu Anin punya menantu yang sangat cantik kayak kamu. Duh, aku juga jadi gak sabar jadiin Olivia sebagai menantu. Bisa pamer nanti," ujar Savitri dengan nada bercanda. Semua yang ada di sana tertawa renyah mendengar itu. Hanya Satria dan Olivia saja yang memasang wajah datar, tak tersenyum sedikit pun. Padahal mereka adalah pemeran utama dalam acara makan malam kali ini.
"Jadi, sekarang niat kita berkumpul adalah untuk menentukan tanggal pernikahan Satria dan Olivia. Kebetulan, mereka menyerahkan keputusan kepada kita. Jadi, baiknya kapan acara pernikahan mereka dilangsungkan?" Andre bertanya, memulai topik inti yang akan dibahas. Anin menatap Regan, lalu menyentuh pelan lengannya. Memberitahu kalau Regan memiliki hak untuk ikut menentukan.
Regan cukup bingung untuk memberikan jawaban. Lalu dia melirik Olivia yang duduk dekat Satria. Regan tentu sadar kalau Olivia menerima perjodohan ini karena terpaksa. Dia sudah meminta Olivia agar jangan memaksakan diri. Namun adiknya memang keras kepala.
"Oliv, kamu yakin ingin langsung menikah? Pernikahan itu bukan main-main. Kamu harus menentukannya dengan sangat matang," ujar Regan. Kini, tatapan semua orang teralih pada Olivia yang sibuk memainkan kuku cantiknya.
"Aku yakin, Kak. Aku sendiri yang memilih untuk langsung menikah dan tidak bertunangan. Aku yakin bisa mengenal Satria lebih baik setelah menikah nanti," ujar Olivia dengan senyuman palsunya. Satria hanya berdehem pelan saat mendengar penuturan Olivia. Regan menatapnya dengan lekat, lalu mengangguk kecil.
"Baiklah jika itu memang keputusanmu. Bagaimana kalau pernikahan kalian dilaksanakan tiga minggu lagi?" Regan bertanya. Satria langsung membelalak kaget saat mendengar itu.
"Apa itu tidak terlalu cepat?" tanya Satria hati-hati.
"Kamu keberatan?" tanya Regan. Tatapannya cukup mengintimidasi membuat Satria sedikit salah tingkah.
"Tiga minggu? Apa tidak akan kerepotan mempersiapkan semuanya dalam waktu tiga minggu?" tanya Savitri.
"Sepertinya tidak, Bu Savitri. Regan dan Linda menikah dan persiapan mereka hanya dua minggu saja. Dan semuanya bisa dikerjakan dengan baik," ujar Anin. Savitri manggut-manggut mendengar itu.
"Kalau begitu, boleh saja. Pernikahannya kita langsung kan tiga minggu lagi." Andre berucap dengan tegas. Semua yang ada di sana mengangguk, tanda setuju dengan keputusan yang diambil. Hanya Satria yang terlihat keberatan, namun tak bisa melayangkan protes. Sedangkan Olivia hanya diam saja tanpa berniat menolak ide mereka. Dan Satria jadi agak jengkel karenanya.
Setelah tanggal pernikahan di tentukan, mereka pun mulai membahas bagian tugas untuk persiapan pernikahan. Andre dan Savitri bertugas mengurus WO dan tempat untuk resepsi. Anin kebagian mengurus katering, sedangkan Regan bagian mengurus undangan.
"Untuk persiapan pengantin, sebaiknya Olivia mengurusnya sendiri. Seperti gaun, cincin, dan MUA. Kamu pasti memiliki selera dan keinginan sendiri," ujar Regan. Olivia yang mendengar itu langsung menatap sang kakak dengan tatapan yang sulit diartikan. Walau begitu, akhirnya dia hanya mengangguk saja.
Satria memperhatikan tatapan Olivia dan Regan yang entah kenapa sedikit mencurigakan. Ada apa sih sebenarnya?
***
Satria dan Olivia kini duduk berdua di bangku taman. Mereka dipaksa untuk pergi meninggalkan restoran dan melewati malam bersama sekalian agar bisa mengenal lebih jauh. Tak mau mendapat masalah karena menolak, akhirnya mereka setuju saja dengan perintah Savitri.
"Maaf jika semua ini membebanimu. Aku hanya ingin semuanya cepat selesai dan tidak lagi repot memikirkan perjodohan yang terus dibahas," ujar Olivia memulai pembicaraan. Satria meliriknya sekilas dan mengangguk kecil.
"Aku mengerti," balas Satria singkat. Untuk waktu yang cukup lama, mereka sama-sama terdiam dan menikmati angin malam. Hingga akhirnya Olivia kembali buka suara, bertanya sesuatu pada Satria.
"Kamu memiliki orang yang kamu cintai?" Olivia bertanya. Satria langsung menoleh saat Olivia menanyakan itu.
"Kamu berpikir begitu?" Satria balik bertanya.
"Ya. Kamu terlihat sangat tertekan dengan perjodohan ini. Makanya aku berasumsi kamu memiliki seseorang yang kamu cintai," jawab Olivia. Satria memandang ke depan, lalu menghela nafas pelan.
"Aku memiliki sahabat dan aku mencintainya sejak dulu. Tapi dia mencintai laki-laki lain dan menikah dengan laki-laki itu. Sampai sekarang cintaku tetap bertepuk sebelah tangan. Tapi aku selalu berusaha ada untuknya." Tanpa diminta, Satria bercerita sedikit tentang kisah cintanya yang cukup menyedihkan.
"Jadi, kamu mengincar istri orang?" tanya Olivia dengan sebelah alis terangkat.
"Aku tidak berusaha merebutnya. Aku hanya berusaha membuatnya sadar agar bisa segera keluar dari rumah tangganya yang tidak sehat," jawab Satria. Raut wajahnya yang serius membuat Olivia yakin kalau Satria tidak sedang bercanda atau berbohong.
"Dia dikhianati suaminya?"
"Ya. Lebih parah lagi dia selalu jadi korban kekerasan." Kening Olivia langsung mengerut saat mendengar itu.
"Kenapa mereka tidak cerai saja? Kekerasan dan perselingkuhan tidak bisa dimaafkan loh," ujar Olivia.
"Itulah masalahnya. Kamu tahu, cinta buta. Dia selalu beranggapan suatu hari nanti suaminya akan berubah," balas Satria. Olivia terdiam sesaat kala mendengar itu. Tak menyangka, masih ada wanita yang bertahan dengan lelaki model begitu.
"Dia tahu kamu akan menikah?"
"Tahu. Dia malah antusias ketika membahas perjodohan kita. Membuatku tahu kalau dia memang tak memiliki rasa apapun padaku." Satria menjawab dengan suara pelan. Olivia kembali terdiam mendengar itu. Apa ini sebuah kebetulan atau apa? Dia yang mati rasa karena pernah batal bertunangan akan menikah dengan seorang pria yang cintanya tak pernah berbalas.
"Dia baik. Dia terlalu baik. Tapi aku yakin suatu hari nanti dia akan sadar dan mengambil keputusan yang benar," ujar Olivia. Satria menoleh sekilas padanya dan mengangguk kecil. Jelas itu juga harapan Satria sejak dulu. Harapannya adalah Mira sadar dan menjauh dari Devon. Jika pun dia tak bisa bersama Mira, setidaknya dia tak ingin melihat Mira terluka lagi.