Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 4

Anthea menatap nanar pada sosok pria di depannya sedang memadu kasih dengan perempuan lain. Pria yang dulu sempat menjadikannya bagaikan seorang putri. Namun, semua musnah setelah Anthea dikirim untuk bertugas ke luar negeri selama tiga tahun. Pria itu memilih mengkhianatinya. Kini, yang tak Anthea sangka-sangka adalah mereka berada dalam sebuah café yang sama disaat dirinya sedang menenangkan diri dari tugas-tugas negara.

Nichollas -nama pria itu- tidak pernah tahu pekerjaan Anthea karena memang Anthea tidak memberitahunya. Bahkan, ketika Anthea ke luar negeri pun alasan yang digunakan untuk pria yang dicintainya adalah Anthea melanjutkan study-nya. Well, tak sampai setahun Anthea disana, Nic sudah menemukan pengganti lain. Anthea mengetahuinya dari teman-teman high school-nya yang sempat melihat Nic jalan dengan wanita lain. Awalnya, Anthea sama sekali tidak percaya perkataan teman-temannya mengingat Nic merupakan sosok pria idaman para wanita. Tampan, cerdas, kaya, dan menjadi seorang pengusaha sukses di negeri ini. Bahkan, beberapa wanita di café ini sempat melirik Nic diam-diam.

Anthea menganggap teman-temannya hanya membohonginya agar mereka berdua berpisah dan teman-teman Anthea merebut Nic dari sisinya. Perhatian, chat, telepon Nic tidak pernah berubah padanya selalu rutin, kecuali jika keduanya sibuk. Maka itu, Anthea tidak menaruh curiga pada kekasihnya. Tapi, seiring berjalannya waktu, perhatian, chat, dan telepon itu semakin hari semakin jarang membuat Anthea berpikir ulang perkataan teman-temannya hingga Anthea memutuskan seseorang untuk memata-matai kekasih dan akhirnya, Anthea merasa perlu meminta maaf pada teman-temannya karena sudah berprasangka buruk.

Dan hari ini, Anthea jelas melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Nic sedang merayu wanita cantik dan seksi. Jantungnya berdetak sakit mengingat cintanya pada pria itu tak berubah. Dia merasa nelangsa sendiri saat tahu dirinya dikhianati. Anthea memang bukan wanita kelas atas seperti wanita yang selama ini Nic kencani mengingat Ibundanya yang sudah mati dan Ayahnya yang menghilang tak berbekas. Hingga Anthea hanya berharap pada Nic bahwa pria itu mampu membuat keberadaannya terasa penting. Tapi, lagi-lagi Anthea hanya bermimpi dan kembali sadar karena sebenarnya tidak ada seorang pun yang tulus padanya. Itulah kenapa Anthea menutup diri dan menjadi dingin seperti ini.

“Apa yang kau lihat?” Debby melirik ke belakang kemana tatapan Anthea terpaku sejak tadi. “Hell, bukankah itu Nichollas Trenadd? Dia pengusaha sukses yang sedang hot dibicarakan di semua media?”

“Hmm. Kau benar.” Anthea melirik seisi café. Tujuan mereka kemari hayna untuk menenangkan diri. Tapi, yang didapatnya adalah menyakiti diri.

Debby kembali memfokuskan pandangannya pada wanita bersurai kelam di depannya. Menatap Anthea penuh selidik. “Apa yang terjadi?”

“Apa maksudmu?” Anthea menaikkan sebelah alisnya tinggi.

Debby berdecak pelan. “Kau tahu apa maksudku, Thea. Jangan berpura-pura bodoh karena

IQ-mu lebih tinggi daripada kami semua hingga kau sulit memahami arti dari pertanyaanku.”

Menarik napasnya dalam-dalam dan bergumam singkat. “Dia mantanku.”

“What?!” Matanya membola kaget. “Are you serious?” Anthea mengangguk singkat.

“Then, what happened?”

Mengendikkan bahunya acuh lalu menyeruput matcha latte santai. “Nothing. Just like others, have a problem and you know… we’re ended.”

“That’s it?” Debby menatap Anthea tidak percaya.

Anthea mengangguk dan kembali melirik sosok Nic yang sialnya sedang bercumbu dengan wanita itu.

“And, how could you know him?”

“We’re at the same high school.” Anthea kembali menjawab seperlunya sebelum tatapannya menajam menatap Debby. “No more questions, Deb. Aku tidak akan menjawabnya!”

Debby menghela napas pasrah walau sebenarnya dia ingin tahu kelanjutannya, tapi dia harus menahan diri karena tidak ingin Anthea marah. Mereka kembali menikmati sisa-sisa aroma makanan yang nyaris dingin hingga Debby tiba-tiba menundukkan wajahnya membuat Anthea mengernyit seketika, hendak menoleh ke belakang namun Debby lebih dulu bersuara.

“Don’t look back!” desisnya pelan. “Dia disana. Pria yang diincar oleh Yuki dan Elyn.”

“What?” Anthea bertanya tidak percaya.

Debby mengangguk. “Kenapa mereka mengincar pria itu?” Debby bertanya heran. “Apa kau bawa senjata?”

Anthea menggeleng. “No!”

“Great! We’re in trouble.” Debby melihat pergerakan pria itu hingga tatapannya membulat saat pria itu mengeluarkan senjatanya. “Now!” Teriak Debby hingga suara letusan pistol langsung memenuhi seluruh café sedangkan Anthea dan Debby merangkak dari bawah meja ke meja lain.

“Do we have a plan?” Anthea bertanya sambil menatap Debby menuntut. Tidak mungkin mereka terus-terusan merangkak dari satu meja ke meja lain.

Debby menggeleng. “No, Thea. Sorry.”

“Keluar kalian atau aku akan membunuh wanita ini!” teriak pria itu nyalang.

Anthea menipiskan bibirnya dan memejamkan matanya erat. “Shit! He has more plan than us, by the way!”

“I think we should give up right now.”

Perlahan, Anthea dan Debby berdiri hingga melihat seorang perempuan yang ternyata adalah pasangan dari Nic menjadi korban mereka. Oh, Anthea akan dengan senang hati merelakan perempuan itu di bunuh tanpa menyerah seperti yang Debby katakan sebelumnya.

“Siapa kalian?” Pria yang sedang menjambak wanita seksi itu menajamkan tatapannya. “Panggil kekasih wanita ini dan aku akan membebaskan kalian!”

“Apa hubunganmu dengan kekasih wanita itu?” Debby bertanya pelan.

Pria itu menyeringai. “Jangan bodoh!”

“Thea?” Suara itu. Aksen itu. Nada lembut itu. Membuat rasa cinta Anthea kembali menyeruak. Tidak! Bukan hanya rasa cinta, namun juga sakit yang bersamaan.

Perlahan, Anthea menoleh menatap Nic yang memanggilnya sambil menyiratkan tatapan bingung dan heran sementara Anthea menatapnya datar. Tentu saja, Anthea tidak ingin memperlihatkan tatapan terluka karena itu bisa membuat seorang Nic menang. Pria itu sedang duduk di dekat dinding, berlindung di belakang meja yang terjatuh dari tembakan sambil berbisik memanggilnya sementara Debby terus mengalihkan perhatian para penjahat tersebut.

“Jangan berbohong!” teriak pria berbaju hitam tiba-tiba dengan masker menutupi seluruh wajahnya. “Berikan atau aku akan membunuhnya.”

“Thea, Please….” Nic memohon agar Thea tidak mengatakan keberadaannya. “Aku menyesal akan apa yang sudah terjadi antara kita berdua. I’m sorry.. I’m so sorry… Help me, just this time.” Nic menunduk dalam. “Help me to save her.”

Anthea merasakan dunianya seketika jungkir balik melihat mantan kekasihnya itu memohon demi keselamatan wanita pembawa sial di depannya dengan mengorbankan dirinya. Jika sudah begini, tentu saja Anthea akan membiarkan Nic kembali menang. Karena cinta! Hanya itu sebenarnya. Cinta bahkan membuatnya gila.

Menarik napasnya dalam-dalam sebelum Anthea kembali menatap tiga orang pria di depan mereka.

“Lepaskan wanita itu!”

Si pria itu kembali menyeringai lalu menatap dua orang temannya dan menyuruh untuk bersiap menyerang Anthea dan Debby.

“Aku tidak akan melepaskannya sebelum kalian ikut denganku menggantikan wanita ini!”

“Kau tidak berjanji seperti itu sebelumnya.” Debby menyahut gemas sekaligus ingin sekali menonjok pria di depannya.

Seringaian pria itu membuat Debby muak seketika, saat Debby hendak menghajar suara pecahan kaca lebih dulu terdengar.

PRANG!

Suara pecahan kaca dari jendela café membuat Debby dan Anthea menunduk segera. Pistol saling sahut menyahut membuat beberapa pelanggan tersisa memekik ketakutan. Ketika suara pistol terhenti, Anthea dan Debby mencoba membuka perlahan matanya dan akhirnya mereka menghela napasnya lega ketika ketiga pria itu sudah berhasil di amankan untuk di bawa ke kantor polisi.

“Hay, maaf merepotkan kalian.” Elyn menggaruk tengkuknya. “Kami mengetahuinya dari Scaff kalau kalian menjadi tawanan. Seharusnya ini tugas kami dan malah menjadi merepotkan kalian.”

Debby tersenyum dan mengangguk. “Tidak apa-apa. Siapa sebenarnya mereka?”

“Penjahat kelas kakap.” Kali ini Yuki menjawab sambil merebut pistol yang ada di tangan si pria yang menyandera kekasih Nichollas. “Mereka yang mencuri dollar di bank swasta empat bulan lalu. Mereka kemari hanya karena ada Nichollas disini dan mereka pikir bisa menyandera Nichollas lalu memeras uangnya.” Kali ini tatapan keempat wanita itu jatuh pada Nichollas yang sedang berusaha menenangkan kekasihnya. Anthea langsung membuang muka dan berujar datar,

"Aku harus pergi." Ia segera beranjak tanpa memperdulikan teriakan Debby yang memanggilnya karena sesungguhnya hati Anthea tidak sekuat itu melihat kemesraan mantan kekasih pada wanita lain.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel