5
Disinilah aku berdiri, di depan pintu rumah Ocean. Beberapa kali aku mengetuk pintu rumahnya namun belum ada balasan.
Cklek.. Pintu terbuka.
Ah, si kasar sialan tampan rupanya baru selesai mandi.
"Masuk!"
Aku masuk sesuai dengan ucapannya.
"Well, dimana kita akan bermain?"
Dia menarik tanganku menuju ke sebuah ruangan. Ah, kamarnya.
"Buka semua pakaianmu!" Dia sudah melepas tanganku.
"Well, kau terburu-buru sekali, Sayang."
Dia menatapku sinis, "Aku ingin ini cepat selesai. Aku benar-benar muak denganmu!"
Aku tersenyum tipis, "Baiklah, aku lakukan yang kau mau." Aku membuka pakaianku satu persatu hingga tak ada yang menutupi tubuhku lagi.
Brak,, dia mendorongku ke ranjangnya.
Pria kasarku membuka pakaiannya. Geez, sudah aku duga dia memiliki tubuh yang indah. Dadanya kekar, perutnya 8 kotak dan ereksinya sesuai dengan keangkuhannya.
Dia naik ke atas ranjang, membuka pahaku lalu tersenyum sinis. "Pelac*r, kau sudah basah sebelum aku sentuh."
Aku bahkan tidak sadar jika aku sudah basah. "Aku selalu basah karenamu, Ocean."
"Tch, menjijikan." Tangannya memegang pinggangku, tanpa pemanasan dia memasukan kejantanannya yang besar ke milikki.
"Akh, astaga, yeah, Ocean." Aku menggerakan sedikit pinggulku agar mendapatkan posisi yang paling nyaman.
Dia mulai bergerak, membuatku menjeritkan namanya, mengerang berkali-kali karena siksaan nikmat yang dia berikan.
"F*ck, Ocean." Aku menggenggam sprei dengan kuat. Astaga, ini lebih dari fantasyku selama ini. Ocean lebih mahir dari yang aku perkirakan.
"Ini yang kau inginkan, hah." Dia bertanya masih dengan terus bergerak.
"Yes, yes, Ocean. Thats what I want."
"Ehm, ah, Ocean. Faster."
Ocean mempercepat gerakannya.
"Ocean, aku, ahh,," Orgasme pertama aku dapatkan. Ocean masih terus bergerak hingga kejantanannya bergelombang di dalam milikki. Cairannya terasa hangat di dalam milikku.
Peluh membasahi tubuhku. Belum sempat aku beristirahat, Ocean membalik tubuhku. Menekuk kakiku dan memasukiku lagi. Rasanya sangat panas di dalam milikku, aku yakin besok aku akan sedikit kesulitan berjalan.
Tangan Ocean mencengkram rambutku kasar, memberikan sensasi sakit yang kalah oleh kenikmatan darinya.
"F*ck!" Dia meracau. Bohong jika dia tidak menikmati ini karena nyatanya dia menikmatinya.
Setelah satu ronde panjang terakhir, aku kembali mengenakan pakaianku. Bermacam gaya kami praktekan dan hasilnya lebih dari kata puas. Fantasyku sudah tercapai. Aku tak akan mengemis pada Ocean lagi.
"Kau luar biasa, Ocean." Aku memuji pria kasar yang saat ini memunggungiku. Aku suka punggung Ocean, disana terfapat tatto yang indah. Dia memang seniman sejati.
"Jangan lupakan ucapanmu dan keluar dari sini!"
Kutinggalkan selembar cek, "Baiklah, terimakasih untuk hari yang luar biasa ini." Aku mendekatinya. Mengecup punggung terbukanya lalu pergi.
"KYARA!" Dia berteriak. Aku berhenti melangkah. "Kau pikir siapa kau, hah!" Dia melemparkan cek yang aku berikan.
"Jangan salah paham. Itu ucapan terimakasihku."
"Bawa pergi itu, pelac*r!"
Aku menghela nafas, kupungut kembali cek yang tergeletak di lantai. "Tidak mau, kan?" Aku merobek cek yang aku tuliskan itu. Aku tahu harga dirinya tinggi tapi harusnya dia terima saja karena dengan uangku dia bisa membuka sebuah galeri seni. Sudahlah, dia yang tidak mau.
♥♥
Hari pertama setelah bercumbu panas dengan Ocean berlalu dengan baik. Aku menepati janjiku dengan tidak mengusiknya. Tapi, harus aku katakan bahwa aku tidak bisa berhenti memikirkannya.
Malam ini aku tidur sendirian lagi. Suamiku, kalian pasti tahu dia dimana.
"Sial!" Aku memaki kala pikiranku tak bisa beranjak dari Ocean. Demi Tuhan, aku ingin dia.
Apa ini, Kya? Kenapa kau masih menginginkannya setelah fantasymu terbayar?
Aku tidak tahu, aku hanya ingin dia.
Tidak, tidak boleh, aku harus menepati janjiku.
Dan aku berakhir di mini bar, menenggak wine ditemani rokok kesukaanku. Meski beribu kali mencoba melupakan Ocean, aku tetap saja tak bisa melupakannya.
♥♥
Yang bisa aku lakukan saat ini adalah mengamati Ocean yang sedang melukis di halaman belakang kampus.
"Ocean, aku merindukanmu." Dan kata itu meluncur begitu saja. Tiba-tiba aku ingat arti rindu yang sebenarnya.
"Sudah cukup, Kya. Kau akan semakin dihinanya jika kau tidak berhenti sekarang." Akal sehatku memperingati aku.
Tapi apalah daya, keinginanku lebih kuat dari akal sehatku. Jadilah aku terus memperhatikannya.
Ring.. Ring..
"Ya,"
"Kya,, aku sudah kembali."
"Ivy, ya Tuhan. Aku merindukanmu."
"Kita makan siang bersama, mau? Aku ajak Berly juga. Aku juga sangat merindukanmu."
"Baiklah, ah, aku akan memperkenalkan satu teman baruku pada kalian."
"Waw, baru kami tinggal satu bulan kau sudah menemukan teman lain. Baiklah, aku sangat ingin melihat wanita mana yang bisa membuat kau menganggapnya teman."
"See you, Ivy."
"Sampai jumpa kembali, Kya."
Sekarang aku memiliki alasan untuk berhenti memperhatikan Ocean. Aku harus pergi makan siang bersama dengan temanku. Ah, aku harus mengabari Zava dulu.
♥♥
Aku dan Zava turun dari mobilku, si manja Zava tidak membawa mobilnya jadi aku harus menjemputnya. Ah, seputar kehidupannya, aku rasa Zava sedang bahagia saat ini. Zava mengatakan jika Erdio lebih sering menghabiskan waktu bersamanya daripada dengan istri dan anaknya.
Aku tahu caranya mendapatkan kebahagiaan itu salah, tapi mau bagaimana lagi? Jika dengan itu dia bahagia maka aku sebagai temannya harus mendukungnya. Ah, Zava mendapatkan tempat tinggal dan semua fasilitas mewah dari Erdio. Sekarang Zava tidak tinggal di kediaman suaminya lagi karena Zava memutuskan untuk keluar dan bertingkah semaunya. Saat ini suami Zava belum menyadari jika Zava sudah berubah dan tidak lagi menjadi penghias rumahnya. Aku harap suami Zava akan menyesali semua tindakannya.
"Nah itu mereka." Aku menunjuk ke Ivy dan Berly yang saat ini duduk di salah satu meja dalam cafe.
"Mereka terlihat menyenangkan."
"Tentu saja, mereka akan menyambutmu dengan baik. Ayo." Aku mengajaknya mendekat.
"Hai." Aku menyapa Ivy dan Berly.
"Oh, gosh, Kya. Kami merindukanmu." Ivy dan Berly memelukku.
"Well, jika kalian ingat. Kalianlah yang meninggalkanku." Aku mengingatkan mereka ketika mereka berlibur tanpa aku.
"Hey, jangan salahkan kami. Kau yang tidak mau ikut." Berly sudah melepaskan pelukannya.
"Ya, itu benar." Ivy ikut bersuara.
"Ah, inikah teman yang kau maksudkan itu?" Berly melihat ke Zava.
"Ya, ini dia. Perkenalkan Zavannah." Aku memperkenalkan Zavannah.
"Ivy." Ivy mengulurkan tangannya. "Berly." Berikutnya adalah Berly.
"Zavannah." Zava tersenyum pada dua sahabatku.
"Karena Kya menganggapmu spesial maka kami juga menganggapmu spesial. So, selamat bergabung dengan kami, Zava." Berly membuka kedua tangannya.
Aku mengisyaratkan agar Zava masuk ke pelukan Berly.
"Terimakasih karena mau berteman denganku." Kata Zava.
"Ayolah, jangan berterimakasih," gantian Ivy yang memeluk Zava.
Selesai dengan penyambutan teman baru, kami makan, membicarakan perihal kehidupan kami. Aku sangat menyesal karena tidak bisa mengatakan apapun pada dua temanku tentang perselingkuhan Tristan tapi aku harus bercerita karena mereka akan sakit hati jika Zava lebih tahu tentangku daripada mereka yang tumbuh besar bersamaku. Sebentar lagi, aku akan bercerita sebentar lagi.
"Kya." Zava memanggilku.
"Apa?"
"Bastian."
Aku melihat ke arah pandang Zava. The hell, suami Zava dan selingkuhannya.
"Ada apa?" Tanya Berly.
"Suami Zava dan sellingkuhannya." Seruku.
Wajah Ivy dan Zava terkejut, "What the hell," mereka mengumpat bersamaan. "Apa ini, Zava?" Tanya mereka.
"Aku ceritakan nanti." Seru Zava. "Aku harus menyapa suamiku dulu, sudah hampir 4 bulan kami tidak bertemu. Dia terlalu sibuk dengan pelac*rnya." Ucapan Zava sudah sangat pedas,wanita matang nan sexy itu bangkit dari kursinya dan melangkah menuju ke Bastian yang berada dua meja dari kami.
"Sudah lama tidak bertemu, suamiku." Dari sini aku bisa mendengar ucapan Zava.
"Zava?" Tentu saja ini reaksi Bastian. Hampir 4 bulan tidak pulang tentu saja dia tidak akan mengenali istrinya.
"Apa ini, Sayang? Kau tidak mengenaliku lagi padahal kau tidak pulang baru 3 bulanan."
Good, Zava. Mainkan ini dengan cantik.
"Ah, kenapa aku merasa kau lebih tua sekarang, Shilla?" Zava beralih ke selingkuhan suaminya.
Aku dan dua sahabatku menonton aksi Zava.
"Gila, suaminya benar-benar gila." Ivy bersuara marah.
Aku terhenyak, apa yang akan dia katakan tentang Tristan nantinya? Ivy dan Berly mengenal Tristan cukup lama. Mereka pasti akan mengamuk pada Tristan jika mereka tahu apa yang telah Tristan lakukan padaku.
"Berly, kau mau kemana?" Aku bertanya pada Berly yang duduk dari tempat duduk.
Byurr, inilah Berly yang tidak bisa menahan amarahnya. "Wanita j*lang! Tidak punya otak, hah! Orang sudah punya istri masih digoda. Dan kau pria bodoh! Apa yang kau lihat dari dia! Dia tidak lebih sempurna dari istrimu. Astaga, memalukan sekali!" Berly membuat keributan.
Aku diam karena ucapan Berly, secara tidak langsung dia juga memaki Zava yang melakukan hal yang sama dengan Shilla.
"Kita pergi, Shilla." Bastian mengajak Shilla pergi. "Dan kau, kita akan bertemu nanti di rumah." The hell, dia akhirnya pulang. Benar-benar lelaki siluman.
"Tidak, aku malam ini ada pekerjaan. Kau pulang dua minggu lagi saja." Zava tahu benar caranya bermain.
"Apa yang kau lakukan hah! Kau tidak punya pekerjaan apapun. Jangan sok sibuk!"
"Sayang, lama tidak bertemu denganku pasti membuatmu tak tahu banyak tentangku. Aku sudah bekerja. Dan pekerjaanku cukup menyibukanku. Aku bukan lagi Zava yang menunggumu pulang ke rumah." Jawab Zava. "Well, pergilah. Wanitamu sudah sangat malu sekarang."
"Brengsek!" Shilla memaki.
"Aku tidak mau tahu, kau harus ada di rumah malam ini."
"No promises." Kata Zava mengakhiri perbincangan mereka. Setelahnya Zava dan Berly kembali ke aku dan Ivy.
"Suamimu benar-benar minta dihajar." Seru Ivy yang geregetan.
"Wanita itu juga minta di hajar. Bisa-bisanya dia seperti itu." Berly bersuara lagi.
"Aku juga seperti itu, Berly."
Ucapan Zava membuat Berly dan Ivy melihat ke Zava bersamaan.
Tanpa diperintahkan Zava membuka hubungannya dengan Erdio. Aku tahu Zava hanya sedang mencoba untuk jujur.
"Zava, kenapa harus suami orang? Kau bisa berslingkuh dengan siapapun asal jangan suami orang." Berly berkata putus asa.
"Aku tidak bisa menolak pesonanya. Maaf jika aku mengecewakan kalian." Zava meminta maaf.
Ivy dan Berly menghela nafas panjang, "Kami benci wanita seperti itu tapi karena kau adalah teman kami maka kami bisa apa selain mengharapkan kau bahagia. Kau berani melangkah seperti ini jadi aku yakin kau tahu konsekuensinya." Seru Ivy.
"Aku tahu, aku tahu aku tidak akan bisa memiliki Erdio. Tapi untuk saat ini aku hanya ingin bahagia."
Dan akhirnya Berly dan Ivy bersikap seperti aku. Asalkan Zava bahagia maka lakukan apa yang dia sukai kami akan mendukungnya.