Bab 8 Reuni Keluarga
Bab 8 Reuni Keluarga
"Hidup tanpa cinta bagaikan sebatang pohon yang kokoh berdiri, namun kering tanpa dihiasi buah ataupun bunga." Kahlil Gibran.
Setelah reuni yang menyisakan rasa sakit untuk Nasywa. Ia memutuskan untuk menyibukkan diri dengan urusan kampus. Kesibukan yang menyita banyak waktunya itu membuat Nasywa lebih tenang dan tidak memikirkan perihal Gala dan juga perasaannya.
Nasywa berusaha keras untuk berdamai. Berdamai adalah kunci sebuah ketenangan. Kata orang-orang bijak. Nasywa tidak ingin jika perasaan kacaunya, malah akah menjadi bumerang bagi pendidikan dan prestasinya.
Ia harus terus maju, membuktikan jika dirinya baik-baik saja. Meski diterpa perasaan pelik, Nasywa tidak sekalipun mengabaikan chat-chat grup KKN-nya. Ia tetap menjadi Nasywa yang seperti biasa. Hal tersebut membantu Nasywa berhasil menyembunyikan rasanya sendiri. Teman-teman mereka tidak ada yang curiga dengan kepergian tiba-tibanya, hanya untuk menghilangkan sedih dengan menyantap berbagai macam es.
*
Berkat belajar dan usaha yang bersungguh-sungguh, dalam waktu empat tahun Nasywa sudah meraih gelar Sarjana Kedokteran. Benar kata orang, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Nasywa sudah membuktikannya, dan Ia telah siap melangkah lebih lanjut yaitu Koas untuk mencapai gelar Dokter.
Sementara Gala, juga berhasil mematahkan mitos tentang anak Teknik yang sulit menyelesaikan studinya hanya dengan empat tahun saja. Gala membuktikan dirinya. Dengan usaha dan kecerdasan yang Ia miliki, Gala meraih gelar sarjana empat tahun.
Ia benar-benar bekerja keras menyelesaikan praktek-praktek lapangan yang menurut sebagian orang terlalu rumit jika dikerjakan dengan terburu-buru. Juga karena faktor Dosen yang sering kali memberi mereka proyek tambahan. Yang seharusnya proyek tersebut digarap oleh para Dosen, malah mereka lakukan dengan berkolaborasi bersama mahasiswanya. Gala mampu menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut.
Sebenarnya, Hayyan juga mengejar wisudah bersama Gala, Hanya saja Ia terlambat mendaftarkan diri. Hayyan mendaftar ketika kuota wisuda untuk Fakultas Teknik sudah penuh. Apa boleh buat, Hayyan harus menunggu wisuda periode selanjutnya.
*
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Suasana pelataran parkir Gedung Auditorium di Kampus Merah, penuh sesak. Mahasiswa-mahasiswa bertoga yang memboyong keluarga mereka terlihat di mana-mana. Sudut-sudut gedung besar tersebut dipenuhi oleh mahasiswa-mahasiswa yang sedang sibuk berfoto bersama.
Pada hari wisudanya, Gala berkumpul dengan mahasiswa-mahasiswa bertoga di Gedung Auditorium utama.
"Selamat untukmu," Hayyan merangkul Gala. Benar mereka berada di Fakultas yang sama, dan masuk pada saat yang sama, tetapi Gala diwisuda terlebih dulu.
"Cepatlah menyusul," Gala menepuk pundak Hayyan. Laki-laki itu malah tertawa.
"Aku sudah menyusulmu jika kau lupa," protes Hayyan. Gala terkekeh, Ia menjadi saksi perjuangan Hayyan untuk wisuda sama-sama. Hanya saja nasib laki-laki itu tidak semujur Gala. Hayyan harus mundur satu langkah.
"Aku hanya bercanda," ujar Gala menghibur Hayyan.
Stan-stan foto yang telah disiapkan pihak kampus, terus menerima antrian untuk mahasiswa yang ingin berfoto sebelum masuk menerima gelar mereka.
Tidak hanya mahasiswa, jalan-jalan menuju Gedung Utama di kampus tersebut penuh oleh pedagang pernak-pernik wisuda. Mereka menawarkan jualan mereka dengan semangat. Bahkan beberapa diantara mereka merupakan mahasiswa yang berstatus aktif. Mencoba peruntungan dengan berjualan bunga, boneka dan pernak-pernik lain.
Dari sektor lain tidak ingin kalah, penjual makanan dan pakaian ikut ambil bagian. Mereka membangun tenda-tenda darurat untuk jualan mereka. Menarik perhatian pengunjung yang belum sarapan sebelum berangkat. Pemandangan tersebut tidak pernah absen disetiap periode wisuda mahasiswa.
Nasywa sudah duduk dengan tenang pada posisinya. Ia bersama belasan mahasiswa menempati kursi berbeda dengan teman-temannya yang lain. Khusus untuk mahasiswa dengan predikat cumlaude. Nasywa berhasil meraih kursi sekelas VIP tersebut. Sebuah kebanggaan tersendiri untuknya.
Bukan saja dirinya, orang tuanya juga akan memiliki rasa bangganya sendiri ketika anaknya adalah salah satu mahasiwa yang mampu mengalahkan ratusan pesaing yang siap menduduki kursi emas tersebut.
Memang jodoh mereka Nasywa dan Gala sama-sama meraih cumlaude. Ia duduk bersebelahan dengan Nasywa. Sungguh suratan takdir sedang mempermainkan hatinya. Nasywa sampai terbelalak melihat sosok Gala yang selama ini sudah mati-matian berusaha untuk Ia lupakan.
Naywa yang sangat gugup, bingung menyusun kalimat yang harusnya Ia ucapkan pada Gala. Nasywa terlalu syok. Juga hatinya yang tidak bisa diajak kompromi. Perasaan yang selama ini bisa Ia kendalikan dengan benar, mendadak tidak bisa diajak kerja sama.
Jantungnya berpacu sedemikian cepat, menggila seperti pelari maraton, terlebih ketika Nasywa tahu, posisi duduk Gala tepat berada di sampingnya. Ini gila.
"Selamat untuk prestasinya," sapa Gala. Nasywa menatap Gala terheran-heran. Benarkah laki-laki itu sedang memberikan ucapan selamat. Nasywa tidak sedang dalam mode berhalusinasi bukan.
"Dia mengajakmu bicara," ucap teman wisuda yang duduk di sebelahnya. Nasywa tersadar ketika wanita yang duduk di sisi kirinya menepuk tangan Nasywa. Barulah ia gelagapan dan menoleh pada Gala. Benar, Gala sedang menatap ke arahnya.
"Kau mengucapkannya untukku?" tanya Nasywa ragu-ragu.
Gala menyunggingkan senyumnya, senyum kecil yang memiliki dampak sangat besar bagi perasaan Nasywa. Degub jantungnya semakin menggila.
"Aku hanya mengenalmu di sini, tidak mungkin Aku mengucapkannya pada dosen-dosen yang duduk di depanku," jawab Gala.
Nasywa menelan salivanya susah payah. Benar kata Gala, Nasywapun sama. Ia hanya mengenal Gala pada jejeran mahasiswa berprestasi yang duduk bersamanya. Sedang di depan sisi kanan Gala, duduk berjejer para Dekan dan Dosen kampus mereka. Nasywa semakin terlihat seperti orang bodoh.
"Eh ya. Terima kasih. Selamat juga untukmu," ujar Nasywa akhirnya, setelah mengumpulkan kesadarannya kembali.
"Kau berhasil membuat gebrakan baru. Anak teknik lulus empat tahun. Sebuah prestasi yang luar biasa," puji Nasywa. Beruntung merah pada pipinya bisa terselamatkan oleh blushon yang Nasywa gunakan. Sekarang Nasywa tahu fungsi benda sakral itu. Menyamarkan wajah malu dan salah tingkah seseorang.
"Jangan memuji seperti itu. Semua sudah ditentukan oleh Allah SWT. Kita hanya berusaha dan berdoa." Nasywa mengangguk mendengar penuturan Gala. Laki-laki itu selalu merendah.
Nasywa yakin, jika posisi tersebut diisi oleh orang lain, maka sudah dipastikan mereka akan besar kepala dan membanggakan dirinya sendiri. Hanya saja, ini adalah Gala. Laki-laki yang masih merajai hatinya.
*
Setelah seluruh rangkaian acara selesai, Nasywa tidak langsung menghampiri keluarganya. Nasywa sudah mengabarkan pada Ayah Bundanya bahwa Nasywa akan menemui teman-teman KKN-nya terlebih dahulu. Sedari tadi mereka sudah meneror Nasywa untuk bertemu. Kedua orang tuanya mengerti.
Nasywa tidak begitu merasakan euforia hari wisudanya. Ia tersiksa lahir batin oleh perasaannya pada Gala yang kembali hadir, memenuhi sisi-sisi hatinya yang sudah berusaha Nasywa kosongkan dengan susah payah.
Kemeriahan menyambut Nasywa dan Gala. Rupanya kedua orang tersebut sudah ditunggu-tunggu oleh teman-teman KKN mereka. Bukan hanya dari posko sendiri. Anak-anak dari Desa lain ikut bergabung memeriahkan ucapan selamat pada mereka.
Sebuah spanduk besar menyambut Nasywa dan Gala, tidak hanya mereka berdua. Beberapa foto lain terpampang di spanduk tersebut. Hanya saja ada yang mengganggu dari spanduk tersubut. Foto Nasywa dan Gala yang berada tepat di tengah teman-temannya yang lain membuat foto mereka lebih mencolok. Juga pada ukurannya, jauh lebih besar dari yang lain. Entah siapa yang punya ide konyol tersebut.
"Selamat pada kalian berdua, duo cumlaude," Mantan Kordes memberikan Nasywa buket mawar merah berukuran besar.
"Terima kasih Pak Kordes," ujar Nasywa dengan senyum mengembang. Baik Nasywa maupun Gala, keduanya banjir ucapan selamat dan juga hadiah.
Nasywa mengerutkan dahi ketika Gala berjalan tepat di belakangnya. Pikiran-pikiran liar mulai memenuhi kepalanya. Nasywa segera menepisnya dengan cepat. Meski perasaannya kembali menggila, Nasywa tidak boleh berharap pada lelaki itu.
"Selamat untuk adik abang yang telah menyelesaikan studinya dengan baik." Ucap kakak Nasywa Reynan Muannaf, seorang Dokter bedah yang juga ikut bergabung di sana sambil memeluknya dengan erat.
"Selamat Bang," sapa Sarah, adik Gala. Jika Nasywa memiliki seorang kakak, maka Gala memiliki seorang adik bernama Sarahdina Azzahra. Sarah yang juga mahasiswa Fakultas Teknik dengan almamater serupa dengan Gala, memberikan laki-laki itu setangkai mawar merah.
"Hanya setangkai?" heran Gala.
"Tuh hadiahnya sudah terlalu banyak," tunjuk Sarah pada kedua tangan Gala yang kerepotan membawa hadiah-hadiah mereka.
Mereka kemudian berkumpul dan duduk bersama keluarga masing-masing. Ternyata Ayah Nasywa dan Bapak Gala saling mengenal, karena Bapak Gala pernah melakukan pekerjaan renovasi di Rumah Sakit tempat Ayah Nasywa bekerja. Jadilah pertemuan tersebut seperti reuni kecil mereka.
***