Bab 7 Pernyataan Alan
Bab 7 Pernyataan Alan
Perpisahan selalu menyisakan rindu. Terlebih pada Alan, Ia ingin mengungkapkan perasaannya pada Nasywa. Meski berkali-kali wanita itu tidak meresponnya, Alan tidak akan semudah itu untuk menyerah. Baginya, pantang menyerah sebelum mendapat jawaban dari mulut Nasywa secara langsung.
Selama ini, Ia hanya melakukan serangan-serangan perasaan secara sembunyi-sembunyi. Meski kadang Nasywa menghindarinya, Alan akan tetap maju di garis terdepan untuk Nasywa. Ia akan berusaha sekali lagi. Toh, tidak ada yang tahu pasti hati seseorang.
Setelah menemukan hari yang cocok, mereka memutuskan untuk reuni. Silaturahim harus tetap jalan. Tidak ada alasan untuk mereka menolak reuni. Mengulang momen-momen KKN itu sulit untuk dilakukan. Jika diulang pun, rasanya akan tetap berbeda.
Nasywa yang datang paling pertama, wanita itu pantang melakukan yang namanya terlambat atau menggunakan jam karet masyarakat Indonesia. Sebagai calon Dokter yang baik, Ia harus menghindari yang namanya keterlambatan. Alangkah tidak baiknya, jika Ia menjadi menelantarkan pasiennya hanya karena jam karet yang terbiasa Ia gunakan. Itu tidak diperbolehkan sama sekali.
"Hey," sapa Alan yang datang kedua, laki-laki itu sengaja datang lebih cepat. Alan sudah menebak jika Nasywa akan datang lebih awal. Sebuah kesempatan untuknya mendekati Nasywa sekali lagi.
"Hey," sapa Nasywa, senyumnya mengembang.
Alan, meski telah mencoba berkali-kali untuk berdamai dengan perasaannya sendiri, tetap saja. Ia tidak bisa tenang sebelum menyatakan perasaan yang sebenar-benarnya pada Nasywa.
"Na, Aku suka sama kamu," Nasywa melotot.
Pernyataan yang tiba-tiba itu membuat Nasywa nyaris tersedat liurnya sendiri. Meski Nasywa tahu jika Alan memiliki rasa padanya, tetap saja Nasywa tidak menyangka jika laki-laki itu akan menyatakannya dengan blak-blakan seperti ini.
"Kamu tuh yah, suka banget bercanda." Kekeh Nasywa setelah menetralisir rasa kagetnya.
"Aku serius," Nasywa menemukan keseriusan di mata Alan. Binar ketulusan terpancar begitu dalam di mata laki-laki itu.
"Maaf. Aku tidak bisa Lan." Tolak Nasywa, meski sakit yang dihasilkan oleh lidah, bibir tetap mengulum senyum. Naswa tidak ingin membebani Alan terlalu banyak jika sikapnya menjadi dingin dan tak acuh. Nasywa tidak ingin merusak persahabatan dan keharmonisan posko mereka.
Alan menunduk lesu, merasakan tikaman kesekian kali. Ia tahu alurnya akan seperti ini. Akan tetapi, tekadnya sudah bulat, Ia harus mengungkap isi hatinya. Ada rasa lega yang bercampur perih dalam benaknya. Alan tidak mengapa. Ia akan berusaha lebih keras lagi.
"Sori nih, kita telat."
Deya dan Ana datang bersamaan menyapa mereka berdua. Nyaris telat dari waktu yang mereka sepakati. Sementara Gala dan Hayyan datang beberapa saat setelah Deya dan Ana mengambil duduk. Mereka memaklumi keduanya, kampus mereka cukup jauh dari lokasi pertemuan. Lagi pula, justru Hayyan dan Gala yang dikatakan datang tepat waktu. Tepat pada jam yang telah disepakati.
"Apa kabar kalian?" tanya Hayyan, Gala masih sibuk diam sambil membaca buku menu yang ada di meja.
"Baik dong," Ana menjawab.
"Tentu saja rindu," Deya yang selalu blak-blakan. Selama ini, Ia yang paling semangat meneror grup chat mereka untuk melakukan reuni.
"Hayyan nanya kabar, bukan nanya perasaan kamu," Ana menoyor kepala Deya, wanita itu malah terkikik seperti kuda.
"Ya, ya, tahu kok," jawab Deya tanpa rasa bersalah.
"Inget gak Na, momen jatuh kalian pas pertama kali ke Ara," Ana mulai cerita-cerita KKN mereka. Hayyan merasa malu mengingat hal tersebut.
"Akusih salut dengan Hayyan. Dia mengendalikan motor dengan baik," puji Nasywa. Hayyan menggaruk kepalanya, Ia tidak tahu harus menjawab apa.
Pada akhirnya, mengalirlah cerita-cerita momen KKN mereka. Mulai dari yang menggelikan, yang horor sampai momen sedih perpisahan mereka. Hingga tibalah topik mereka pada orang-orang yang berhasil menjalin hubungan cinta-cintaan dari momen KKN.
"Aku sih setuju-setuju saja kalau Gala dan Nasywa jadian," tiba-tiba Ana mengungkapkan perasaannya dukungan terhadap kedua teman seposkonya. Ia yang paling mendukung jika Gala dan Nasywa menjalin hubungan yang lebih serius. Sementara keduanya memilih bungkam.
"Aku juga setujulah, secara merekakan cocok. Seperti kisah Habibi dan Ainun. Satunya Dokter, satunya anak Teknik," Deya ikut mengompori.
"Kalian ini, tidak baik menjodoh-jodohkan. Gala sudah punya calonnya sendiri. Malah mereka dalam proses taaruf," ungkap Hayyan tiba-tiba. Tentu saja berita dari teman sekampus, sekaligus teman dekat Gala ini mengagetkan mereka
Uhuk uhuk
Seperti tersambar petir di siang bolong, Nasywa merasakan sakit dua kali lipat. Sakit karena ucapan Hayyan juga sakit karena tersedat air minum. Nasywa terus terbatuk-batuk dengan wajah memerah.
"Kalau minum hati-hati dong Na, kamukan calon Dokter pasti tau tata cara makan dan minum yang baik," Deya mengusap punggung Nasywa berkali-kali.
"Hayyan kamu serius?" tanya Nasywa setelah kondisinya membaik. Hayyan mengangguk lemah mendapati tatapan tajam dari Gala.
Ingin sekali rasanya Nasywa menangis, mengetahui kenyataan pahit tersebut.Tetapi alih-alih menangis, Nasywa malah mengucapkan selamat kepada Gala pertama kali.
"Oooh, kalau gitu selama ya Gala," ucap Nasywa sambil menampilkan senyuman terbaiknya.
Teman-teman mereka yang lain juga mengucapkan selamat bersamaan. Gala tersenyum, menjawab ucapan selamat temannya dengan pelan. "Sebenarnya kalau taaruf, dalam agama kita belum boleh disebarluaskan. Tapi karena sudah terlanjur, terima kasih ya atas ucapan dan doa kalian semua. Kalian teman-teman terbaik," ungkap Gala. Sejenak wajah datar dan dinginnya berubah menjadi manis dan ramah.
Setelah mereka selesai makan dan minum bersama, Nasywa pun berpamitan.
"Eh ya, sepertinya Aku harus pamit duluan," Nasywa melirik jam tangannya. Meski sesak di dalam hatinya, Nasywa dapat mengontrol sikapnya dengan baik. Tetapi untuk lebih lama tinggal di sana, berkumpul bersama, Ia sudah tidak kuat.
"Kok cepet banget Na?" tanya Deya, Ia belum merasa rindunya terbalaskan.
"Aku ada jadwal ketemu dengan Prof Idrus," jelas Nasywa membereskan peralatan makannya.
Meski mereka sedang makan di tempat umum, Nasywa tetap membereskan alat makannya dengan baik, menyusunnya dengan rapi. Bukankah langkah kecil seperti itu bisa meringankan beban pekerjaan orang lain meskipun hanya sendikit saja. Nasywa senang melakukannya. Kegiatan tersebut tidak luput dari perhatian teman-temannya, termasuk Alan dan Gala.
"Konsul tugas akhir yah Na?" Deya masih kokoh dengan kekepoannya. Nasywa mengangguk.
"Aku duluan yah," pamit Nasywa, di bibirnya tetap tersungging senyum semanis madu. Perih di hati cukup Ia yang tahu.
Nasywa merasai dirinya, mungkin inilah hukum alam. Hukum timbal balik yang menguasai takdirnya. Naswa menolak Alan, lalu perasaannya harus bertepuk sebelah tangan. Naswa benar-benar merasakan takdir tidak memihak padanya.
"Padahal kita masih rindu, eh si Nasywa cabut duluan," desah Deya. Meski Ia dan Nasywa kampusnya berdekatan, tetap saja pertemuan mereka tidak seberapa. Nasywa memiliki jam sibuk yang sulit diajak kompromi, begitu juga yang lain. Mereka sibuk menggarap proposal tugas akhir.
"Lan, kalau kamu ada nggak cewek yang kamu taksir selama KKN?" rupanya Ana tidak ingin melepaskan Alan begitu saja. Alan yang sedari tadi hanya diam-diam menyimak, tidak lolos dari pertanyaan horor yang dilontarkan Ana.
"Sebagai laki-laki normal, pasti adalah." Jawab Alan enteng. Meski baru saja pernyataan cintanya ditolak, Alan tetap bersikap cool. Jika sikapnya terlalu mencolok, justru akan menimbulkan bumerang bagi persahabatan mereka.
"Siapa?" Deya mencondongkan badannya ke depan hingga Hayyan nyaris terkena serangan jantung.
"Astagfirullah," Hayyan memekik, kaget dengan tingkah bar-bar Deya. Posisi Alan dan Hayyan yang duduk bersebelahan. Sementara Badan Deya condong ke arah Alan. Meski demikian, Hayyan yang tidak siap dengan serangan tiba-tiba tersebut, kaget bukan main.
"Deya ishh," Ana menarik badan Deya untuk duduk ke posisinya kembali.
"Lebih baik langsung taaruf saja, jangan kelamaan menjalin hubungan yang tidak pasti," Gala menepuk pundak Alan.
"Aku tahu. Sayangnya, Aku sudah di tolak duluan sebelum ngajak taaruf," curhat Alan.
"Wah, sayang banget. Dia pasti perempuan yang tidak mengenalmu dengan baik Lan. Kamu kan baik banget, tipe pria idaman," puji Deya. Ana menyikut wanita itu. Deya mengekspresikan rasa sukanya teramat kentara.
"Tidak baik memuji laki-laki seperti itu. Sifat manusia itu ada banyak. Maka mintalah pada Allah SWT sebaik-baik jodoh yang bisa menuntun kalian menuju Jannah. Jangan menilai dari sapulnya saja, begitu juga kita sebagai laki-laki, harus memiliki bekal yang banyak untuk membina rumah tangga. Pertanggung jawaban kita lebih besar dari pada perempuan." nasehat Gala.
Setelah Gala memberikan kuliah tujuh menitnya, terjadi keheningan antara mereka. Tidak ada yang membuka suara. Mereka sibuk menilai diri masing-masing. Pantaskah mereka mendapat jodoh terbaik, sudah sejauh mana bekal yang mereka siapkan. Kali ini Gala sungguh berhasil menyentil hati teman-temannya.
***