Bab 13 Pada Pesta Pernikahan
Bab 13 Pada Pesta Pernikahan
Setelah bertapa selama berhari-hari di dalam kamar. Akhirnya Nasywa punya keputusan. Ia memutuskan untuk melanjutkan sekolah kedokterannya. Nasywa akan bertemu dengan orang baru. Harapan melupakan perasaannya pada Gala mewujudkan cita-cita yang lebih tinggi saat ini.
Meski cukup sulit untuk melakukan hal tersebut Nasywa akan mencobanya. Jika percobaan pertama gagal, Nasywa akan memiliki banyak stok percobaan. Misinya kali ini bukan misi biasa. Dia ingin melupakan perasaan dan rasa sakit.
"Kamu serius mau sekolah lagi?" tanya Ana. Wanita itu mengajak Nasywa makan siang bersama. Katanya habis gajian dan ingin bagi-bagi rejeki. Hitung-hitung sebagai zakat yang Ia keluarkan dari gajinya. Karena hanya Nasywa yang dekat dengan kantor, jadilah mereka hanya makan berdua.
"Aku serius, kan dulu Aku sudah bilang, Aku ingin seperti kak Ray," jawab Nasywa mantap. Meski hal tersebut bukan alasan sebenarnya. Ia hanya berusaha mengisi waktunya dengan target yang lain dari pada diam dan merasa sakit yang menyiksanya lahir batin.
Dengan sekolah lagi, kesibukan Nasywa akan bertambah. Ia akan sedikit banyak teralih pikirannya dari masalah hati yang sedang menjeratnya. Nasywa masih berharap kisahnya seperti Yusuf dan Zulaika. Meski demikian, Nasywa tetap tidak ingin berlaku egois. Jodohnya bukan Gala. Adalah kesimpulan yang harus Ia tanam dalam hati. Menerimanya dengan lapang dada dan ikhlas.
Nasywa tidak pernah sedikit pun merusak hubungan orang lain. Terlebih antara Gala dan Dila. Mereka akan menjadi pasangan yang serasi. Meski Nasywa belum pernah melihat seperti apa tampilan seorang Dila, tetapi dari cerita-cerita Hayyan. Nasywa bisa menebak jika Dila adalah seorang yang solehah, sama-sama aktifis dakwah. Sudah tentu Gala akan menerimanya dengan senang hati.
"Jadi kamu gak datang di nikahan Gala nih ceritanya?"
Mulailah topik yang menyakitkan bagi Nasywa. Padahal rencana awal Nasywa bertemu dengan Ana untuk mengalihkan rasa perih yang terus menjalar di hatinya. Nasywa seorang dokter. Namun, ia tidak mampu mengobati rasa sakit yang menderanya.
Rasa sesak dengan air mata yang terus menumpuk di pelupuk matanya terus menyiksa Nasywa setiap malam. Momen KKN yang manis, senyum Gala sangat manis. Menyebabkan Nasywa menikmati insomnia yang jarang menimpanya.
Bukan apa-apa, Nasywa sangat sulit bersahabat yang namanya begadang. Bahkan ketika wanita itu mendapat bagian jaga pada malam hari, Nasywa harus membawa botol kopi ke mana-mana. Setiap kali kantuk mendera, maka tegukan kopi akan lolos membasahi tenggorokannya.
Lalu, ketika kabar lamaran Gala mengudara, seketika Nasywa menemukan bakat begadangnya. Tanpa bantuan kopi dan cuci muka, Nasywa tahan duduk meratap. Menangis seperti orang bodoh. Nayswa berubah menjadi wanita yang menyedihkan. Namun ketika pagi datang, Nasywa kembali menjadi wanita ceria, kuat dan seperti orang yang tidak memiliki masalah apapun.
"Kalau dapat undangan pasti datang dong, Kordes kita nih." Nayswa menimpali dengan ceria. Bagaimanapun juga, tidak boleh ada yang tahu jika Nasywa menyukai Gala. Cukup Ia dan Allah yang tahu.
"Harus datang pokoknya," timpa Ana bersemangat. "Jadi nanti lanjut di mana Na? Masih di kota ini kan?" tanya Ana lagi. Nasywa merasa lega ketika topik mereka sudah berpindah.
"Masih sih, Aku tidak bisa jauh-jauh dari kalian." Canda Nasywa. Keduanya tertawa dengan senang.
*
Nasywa merasakan dunianya runtuh untuk kesekian kali. Undangan pernikahan laki-laki itu sudah berada di tangannya. Amat sangat menyedihkan memiliki cinta bertepuk sebelah tangan. Nasywa jatuh terduduk. Seluruh tubuhnya terasa lemas.
"Waah, Gala sanga hebat. Berani menikah muda," Raynand mengomentari undangan yang Nasywa terima dari perwakilan keluarga Gala.
"Ia dia hebat," jawab Nasywa lesu. Kepalanya sedikit pening. Mungkin karena efek bekerja gila-gilaan, sekaligus mengurus persiapannya untuk masuk ke sekolah kedokteran lagi.
"Bagaimana dengan urusan kampus?" tanya Raynand lagi. jarang-jarang mereka bisa menghabiskan waktu di rumah seperti ini. keduanya sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
"Berjalan dengan lancar, ahh Senang rasanya bisa masuk kampus lagi," Nasywa menghela napas sambil tersenyum. Nasywa harus bisa menghibur dirinya sendiri. pernikahan Gala bukan kiamat untuknya.
"Belajar yang rajin adik kesayangan." Raynand mengacak rambut Nasywa.
"Idih tumben banget manis kayak gini," ejek Nasywa. Sedikit kesal ketika rambutnya jadi berantakan. Biasanya hobby Raynand adalah membuat Nasywa kesal.
Nasywa masih memikirkan ekpresi seperti apa yang harus Ia tampilkan di acara pernikahan Gala nanti. Apakah Ia harus menjadi wanita paling bahagia, harus menjadi orang yang jahat merebut Gala dari calon istrinya atau menjadi wanita yang paling menyedihkan, melakukan drama memuakan seperti orang-orang yang ditinggal menikah oleh kekasihnya.
Barangkali kisah Nasywa bisa diviralkan seperti orang-orang. Lumayan untuk menaikkan namanya ke publik.
"Tidak. Tidak." Nasywa memukul kepalanya dengan keras. Raynand yang masih berada di dekatnyahanya menggeleng heran.
"Daripada kamu menyakiti dirimu sendiri lebih baik tidur sana." Usir Raynand melihat tingkah Nasywa yang aneh. Wanita itu bahkan berbicara sendiri.
Karena merasa amat lelah, akhirnya Nayswa menuruti perkataan Raynand. Nasywa harus mempersipkan tenaga untuk berperan dengan hatinya besok. Benar. Pernikahan Gala sudah di depan mata. Nasywa benar-benar tidak memiliki kesempatan lagi.
"Selamat tidur Nasywa, semoga besok hatimu baik-baik saja," gumam Nasywa sebelum benar-benar terlelap dalam dekapan selimut hangat dan kasurnya.
Nasywa berharap semua yang terjadi hanyalah mimpi. Berharap begitu Nasywa terbangun, Ia bisa menemukan kenyataan lain. Semoga.
*
Nasywa sudah siap untuk berangkat ke pesta resepsi Gala yang akan di adakan di salah satu hotel terkenal. Penampilannya menawan. Gaun putih gading yang menjuntai menyapu lantai, rambut hitam sengaja digerai dengan ujung dibuat bergelombang. Make up yang menghias wajahnya sengaja dibuat natural. Nasywa senang dengan riasan dan penampilannya. Nasywa siap bertempur dengan hatinya.
"Kamu pasti bisa Na," Nasywa menyemangati dirinya di depan cermin.
Setelah menyempurnakan penampilannya dengan sepatu berhak tinggi, Nasywa segera bergegas. Tidak ingin membuat teman-teman KKN nya menunggu. Mereka sudah berjanji untuk masuk bersama-sama.
Sepanjang jalan, Nasywa berusaha menekan perasaannya. Meski sakit, Nasywa akan tetap mempersembahkan doa terbaik untuk pasangat tersebut. Rencana Tuhan pasti terbaik untuk mereka semua.
"Woah. Cantik banget sih Bu Dokter kita yang satu ini," puji Deya dengan girang. Nasywa tiba dua menit lebih awal dari waktu janji mereka. Di loby hotel sudah ada Deya, Alan, Ana, dan beberapa teman-teman KKN mereka.
"Masuk yok," Deya merangkul lengan Nasywa, menyeretnya untuk masuk ke ball room hotel.
"Woah. Temanya keren banget dong," puji Deya dengan tatapan takjub. Gala dan Dila menyusun tema pernikahan ala timur tengah, dengan dominasi warna abu-abu dan emas. Terlihat sangat mewah dan mengagumkan.
"Pantas sih Gala suka banget sama Dila, orangnya cantik banget," alih-alih mengamati dekorasi panggung untuk pernikahan Gala, Ana lebih memilih memfokuskan padangannya ke depan. Menatap Gala dan Dila yang sudah duduk manis di pelaminan.
"Benar, mereka sangat cocok." Puji yang lain.
"Omong-omong, Deya ada keturun Aceh gak sih? Wajahnya manis ala-ala wanita Aceh gitukan yah," timpal yang lain.
Nasywa membeku ditempatnya. Pandangannya lurus mengarah pada kedua mempelai. Sungguh manis Gala tersenyum pada istrinya. Hati Nasywa semakin tercubit. Tanpa sadar Naywa memegang dadanya, sakit di sana membuatnya sesak. Matanya berkabut hendak menangis dan menjerit.
Beginikah rasanya merelakan. Tentang mengikhlaskan, semua orang mampu mengucapnya di bibir. Bagaimana dengan hati? Amat sulit. Jika saja Nasywa bisa mengatakannya pada Gala tentang rasa yang ia punya, mungkin rasanya tidak akan sesakit ini. paling tidak Nasywa akan tahu bagaimana rasanya ditolak.
"Mereka sangat serasi." Alan berdiri di sisi Nasywa. Di tangannya sudah tergenggam segelas air putih.
"Pantas saja Gala sangat menyukainya." lanjutnya sebelum meneguk setengah dari air putih yang ada di gelas tersebut.
"Na, kamu gak lapar?" Nasywa baru tersadar dari lamunannya. Cepat-cepat menghapus bulir air mata yang lolos dari jangkauan Nasywa. Sial. Semoga tidak ada yang sadar dengan apa yang terjadi padanya.
"Penasaran siapa yang akan menyusul Gala," menghela napas. Ana duduk dengan seporsi makanan di tangan. Nasywa belum juga berselera mengicip makanan apa pun yang tersedia di sana. Perutnya sudah kenyang hanya dengan melihat tingkah pasangan suami isteri yang baru saja sah di depan sana, sikap manis Gala pada Dila.
***