Bab 12 Maaf
Bab 12 Maaf
"Maaf," satu kata yang diucapkan oleh Nasywa membuat dunia Alan runtuh. Ia tahu betul makna dari maaf yang diucapkan oleh Nasywa.
"Apa ada laki-laki lain?" tanya Alan berusaha tersenyum semanis mungkin. Ia tidak mungkin menangis karena cintanya ditolakkan. Apalagiditempat umum seperti ini.
Nasywa tidak menjawab. Namun, senyum di bibirnya menjawab pertanyaan Alan dengan baik. Alan yakin ada laki-laki lain yang sudah bertahta di hati Nasywa. Mendahuluinya dengan manis. Meski demikian, Alan tidak akan membenci Nasywa. Ia akan tetap menjadi laki-laki yang berada di garis terdepan disetiap kesulitan Nasywa. selama wanita itu belum sah menjadi milik orang lain Alan masih memiliki kesempatan yang besar.
"Setelah ini tetap menjadi Alan yang aku kenal yah." Alan membalas senyum Nasywa, mengangguk dengan semangat. Tanpa Nasywa mintapun, Alan akan tetap menjadi Alan yang selama ini Nasywa kenal.
Umur mereka bukan kanak-kanak lagi, sikap dewasa sudah patut ada dalam diri masing-masing. sudah tidak etis jika mereka bersikap seperti remaja yang baru puber. Saling menjauh setelah menerima penolakan.
Setelah makan malam yang berlangsung cukup lama, menegangkan sekaligus menyedihkan. Alan mengajak Nasywa berjalan-jalan sebentar. Nasywa setuju-setuju saja. Ia juga butuh sedikit hiburan.
" Gimana dengan kegiatan kalian kemarin?" Alan mencoba mencairkan suasana setelah keduanya hanya duduk tanpa suara. Alan mengajak Nasywa berjalan-jalan ke pinggir pantai.
"Berjalan lancar, meski ada beberapa kendala kecil yang kami hadapi, tetapi yah semua bisa menjadi pelajaran untuk kedepan," jelas Nasywa. Sampai sekarang Alan masih belum mengerti mengapa Nasywa memilih menjadi seorang relawan dibanding menjadi seorang model kecantikan saja. Secara wajahnya sangat pas jika membintangi iklan salah satu kosmetik kecantikan.
"Aku masih penasaran kenapa kamu memilih jadi relawan sih, Nasywa? Kamukan bisa mengambil kerja sampingan seperti jadi selebgram, model atau menjadi istriku," Nasywa melotot ke arah Alan. Laki-laki itu belum juga kapok dengan penolakan Nasywa. Alan terkekeh mendapati tatapan horor Nasywa .
"Yang terakhir bercanda. Tapi jika kamu berubah pikiran, Aku selalu menunggu kok," Nasywa memutar bola matanya. Nasywa jadi mempertanyakan terbuat dari apa hati laki-laki itu.
"Alasan Aku sih sederhana," jeda sebentar. "Aku senang melihat senyum orang-orang meski berselimut duka. Setelah Aku terjun langsung ke lokasi bencana, Aku tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang benar-benar merasa dibutuhkan di sana, tanpa ada perbedaan strata sosial. Semua orang mendapatkan pelayanan yang sama." Alan terpanah dengan senyum yang disuguhkan Nasywa. Entah mengapa, meski wanita itu sudah menolaknya dua kali, Nasywa tetap memiliki pesona tersendiri bagi Alan.
"Balik yuk, sudah malam nih," Nasywa beranjak. Alan mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju parkiran.
"Terima kasih untuk malam ini, Alan." Nasywa kembali tersenyum sebelum memasuki mobil Alan. Butuh beberapa saat untuk menenangkan debaran di hatinya kemudian menyusul Nasywa memasuki mobil.
Sepanjang jalan tidak ada lagi percakapan. Baik Alan maupun Nasywa, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
*
Kening Nasywa berkerut dalam ketika membuka ponselnya dan menemukan ratusan chat yang masuk pada grup KKNnya. Nasywa hendak istirahat untuk makan siang. Sepanjang hari Ia sedikit abai dengan ponselnya. Ia bahkan sengaja mematikan notifikasi beberapa grup yang kadang mengganggu konsentrasinya.
Nasywa memulai ritual sebelum membaca chat grup yang jumlahnya tidak main-main. Nasywa meminum sekotak susu untuk mengganjal perutnya yang keroncongan, menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan.
Perasaannya semakin tidak enak ketika chat di grup KKN nya terus bertambah. Tidak hanya pada grup KKN Desa, juga pada grup KKN kecamatan, keduanya bertanding dalam hal angka. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi. Tidak biasanya grup kecamatan seheboh dan seramai ini.
Baru saja Nasywa akan membuka grup chat seorang suster meminta bantuannya. Nasywa kembali memasukan ponselnya ke dalam saku jas. Urusan pasien lebih penting dari pada urusan apapun. Bagi Nasywa yang telah mengucapkan sumpah Dokternya, pasien adalah segala-galanya.
Nasywa melupakan rasa penasarannya ketika melihat pasien luka yang harus Ia tangani. Selalu seperti ini, Nasywa kadang melupakan makan siangnya.
"Dokter di sini," ajak suster. Nasywa berlari kecil menghampiri pasien dan memeriksanya. Tugasnya adalah menangani pasien yang masuk ke UGD. Nasywa harus selalu sigap dan siaga dalam kondisi apapun.
Untuk beberapa waktu yang lama, Nasywa melupakan segala hal tentang dunia lain. Ia fokus mengingat pelajaran Dokternya, fokus mengingat obat apa yang harus Ia berikan, diagnosa apa yang harus ia keluarkan dan kemana pasien tersebut akan berakhir. Apakah ke meje operasi atau hanya butuh infus dan istirahat. Nasywa harus berkonsentrasi penuh demi menghindari masalah malapraktek jika Ia salah dalam diagnosa atau salah memberikan obat.
"Selamat istirahat Dok," ujar perawat yang selalu menemani Nasywa. Nasywa mengangguk dan tersenyum. Ia sedikit meregangkan otot setelah seharian bekerja. Nasywa akan pulang, jam piketnya sudah selesai. Giliran Dokter lain yang akan menggantikannya.
Setelah sedikit bersih-bersih, Nasywa segera meninggalkan rumah sakit. Membelah jalan dengan lagu yang terputar secara random. Nasywa suka mendengarkan radio ketika sedang menyetir, sedikit mengobati penatnya jika penyiar melontarkan gurauan-guarauan yang sedikit garing.
Begitu tiba di rumah, Nasywa segera membersihkan diri. Mandi dan berganti pakaian. Barulah setelah seluruh ritual tersebut dilakukan, Nasywa kembali memegang ponselnya. Memeriksa chat yang tidak tanggung-tanggung. Nasywa sampai terheran-heran melihat jumlah chat yang sudah diambang batas.
Panggilang Deya yang tiba-tiba masuk kembali mengulur waktu Nasywa untuk membuka chat.
[Assalamu alaikum.]
[waalaikum salam. Nasywa Gala akan menikah.]
[Menikah?] tanya Nasywa seperti orang linglung. Badannya benar-benar limbung hingga Nasywa jatuh terduduk di atas kursi meja rias.
[Ia, kata Hayyan hari ini Gala resmi melamar Dila, ituloh yang pernah dikatakan Hayyan, yang katanya Gala sedang taaruf]
Nasywa membisu, Ia bahkan tidak lagi membaca apa yang dikatakan Deya.
Benarkah Gala akan menikah? Nasywa tidak ingin percaya. Selama di lokasi pengungsian kemarin, Gala lebih banyak berbicara dan tersenyum padanya. Nasywa sudah menaruh harapan terlalu besar.
Nayswa tidak lagi memiliki harapan apa pun. Ia kehabisan kata-kata. Lidahnya keluh sementara pandangannya kosong melompong. Nasywa seperti zombi. Benar-benar menyedihkan.
Tok tok tok
Ketukan di pintu kamar Nasywa dibiarkan begitu saja. Hingga si pengetuk memutar knop pintu dan kaget melihat Nasywa seperti mayat hidup.
"Nasywa, hey. Nasywa." Raynand menggoyangkan telapak tangannya di depan wajah Nasywa, tidak ada pergerakan.
"Bunda, Nasywa kerasukan." Teriakan Raynand menggema, meski suaranya cukup keras, namun belum juga ada tanggapan dari Ayah dan Bunda.
"Nasywa," Raynand mengguncang pundak Nasywa.
"Kak Ray, ngapain di sini?" tanya Nasywa setelah kesadarannya pulih. Raynand memutar bola matanya, Ia keheranan melihat tingkah Nasywa yang benar-benar mirip orang kerasukan.
"Siapa yang kerasukan Ray?" tanya Bunda, Ia masih menenakan muke salat, sedang sang ayah menyusul di belakang.
"Ada apa nih?" tanya Ayah keheranan.
"Gak jadi Yah, hehe," Raynan menggaruk tengkuknya.
"Kamu yah, orang tua lagi salat malah teriak-teriak. Bikin kaget saja," omel Bunda meninggalkan kamar Nasywa. Sedang sang empunya kamar masih kebingungan dengan Raynand yang tiba-tiba berada di kamarnya, juga Ayah dan Bunda yang berlarian seperti mengejar maling.
"Ada apasih?" tanya Nasywa masih bingung.
"Gak ada, makan yuk. Laper nih." Ajak Raynand meninggalkan kamar Nasywa.
Nayswa bergeming. Dibaliknya ponsel yang masih Ia genggam dengan erat. Betapa hancur hati Nasywa ketika membuka grup. Foto-foto prosesi lamaran Gala terpampang Nyata di sana. Hayyan yang mengirimnya.
Ucapan dan doa untuk Gala dan Dila mengalir bak air. Mereka menerima banyak ucapan dari teman-teman KKN. Adapula yang menyayangkan karena bukan Nasywa yang menjadi mempelai wanitanya.
Nasywa menertawakan dirinya sendiri. Benar-benar menyedihkan. Jika Alan bisa mengungkapkan perasaannya pada Nasywa secara terang-terangan, maka Nasywa hanya bisa menelan kepahitan dari cinta bertepuk sebelah tangan yang Ia rasa.
Sepanjang malam, doa-doa yang Nasywa langitnya selalu tersisip nama Muhammad Manggala Prasetya. Allah punya rencananya sendiri. meski demikian, pukulan keras tetap menghantam tepat di dada Nasywa. Menyesakkan.
"Mungkin seperti ini yang Alan rasakan kemarin malam," cicitnya mengingat momen Alan yang Ia tolak semalam.
Sekali lagi, Allah memperlihatkan kuasanya. Nasywa tidak bisa merubah apa pun, meski keluarga mereka dekat satu sama lain. Tetap saja hati yang berbicara.
***