Bab 11 Awal Perjuangan
Bab 11 Awal Perjuangan
"Na, misal nih, Kamu kepilih dalam misi kemanusiaan itu? Kamu serius akan berangkat ke sana?" tanya Ana dengan serius. Alan dan Deya ikut penasaran dengan jawaban Nasywa. Secarakan resiko yang akan mereka hadapi tidak main-main. Terlebih jika itu mengenai Gaza. Perang di sana tidak ada habisnya.
Setelah melihat serangan-serangan Israel yang bahkan dengan tega menembak salah satu dokter relawan hingga tewas. Tentu saja membuat nyali orang-orang akan menciut.
"Tentu saja. Aku sudah siap kok dengan semua resiko yang akan Aku hadapi di sana." Jawaban serius Nasywa membuat teman-temannya mengangkat jempol takjub.
"Aku menjadi pendukung pertama untukmu," Ana bersorak, diikuti Deya. Alan memilih diam saja, ada rasa khawatir yang menyeruak di dalam dadanya.
Siapa pun akan merasakan hal yang sama dengan rasa Alan sekarang. Melihat orang yang kita cintai bertarung nyawa, sudah cukup membuat hati meloncat-loncat khawatir. Jika boleh egois, Alan ingin sekali menunjukkan rasa protesnya pada apa yang telah Nasywa putuskan.
Mengingat posisinya yang tidak cukup kokoh, Alan memilih diam. Mendoakan yang terbaik untuk Nasywa dan teman-temannya adalah langkah paling menenangkan yang bisa Alan lakukan.
Setelah diskusi panjang tak berarah yang dikomandoi oleh Deya, mereka memutuskan untuk membubarkan diri. Nasywa kembali ke rumah sakit, melanjutkan tugas negara yang sudah menanti. Sementara ketiga lainnya kembali ke Fakultas masing-masing, mereka sedang mengurus acara wisuda mereka.
*
Perjuangan yang mereka lakukan tidak main-main. Baik Gala maupun Nasywa menyelesaikan tugas masing-masing dengan luar biasa. Dua tahun setelah Gala mengantongi sertifikat sebagai Sarjana Sipil yang telah lulus kualifikasi, Gala mulai bekerja di perusahaan sang Bapak.
Pekerjaan yang Gala lakukan tidak serta merta mengubur keinginannya untuk ikut andil dalam misi kemanusiaan. Ia tetap menjadi komando yang baik bagi teman-teman setimnya. Semua berjalan seperti yang mereka rencanakan.
Bahkan mereka memulai misi-misi kemanusiaan di dalam negeri. Menurutnya, membangun jaringan yang baik harus dimulai dari bawah. Juga sebagai ajang pembelajaran untuk mereka. bencana-bencana yang menerjang Indonesia tidak main-main. Juga butuh perhatian besar dari mereka yang akan maju sebagi garda terdepan.
Gempa bumi, tanah longsor dan banjir bandang menjadi misi pertama mereka. Gala menerjunkan tim untuk ambil bagian dalam bencana tersebut. Gala sendiri beberapa kali ikut terjun langsung menjadi tim assesmen. Tim pertama yang terjun langsung ke lokasi sebagai informan untuk teman-teman mereka yang akan turun selanjutnya.
Sebagai tim assesmen, Gala harus tahu memilah berita mana yang perlu dan dan penting untuk mereka sampaikan pada tim. Terutama untuk bantuan tiga hari pertama di lokasi. Gala mulai belajar menejemen dapur melalui senior-senior relawan yang sudah lebih paham dengan hal tersebut.
Sementara Nasywa, Ia tidak ingin membuang kesempatan. Setelah Koas, Nasywa memutuskan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan relawan. Meski Ia sudah sah menjadi seorang Dokter, tidak serta merta Nasywa terjun ke lapangan dengan buta-buta. Ia juga butuh petunjuk dan pelatihan yang matang. Yang akan mereka hadapi, tidak hanya penyintas dengan trauma fisik melaingkan penyintas yang mengalami guncangan besar pada jiwa mereka.
Dengan bekal pelatihan dan Koasnya di rumah sakit. Nasywa bisa menjadi tim penyokong setelah tim assesmen Gala. Mereka membuat kolaborasi yang baik di lapangan. Mengenal dunia kerelawanan membuat hati nurani Nasywa semakin berpacu.
Nasywa menjadi salah satu bagian yang berperang penting pada tim yang dibentuk oleh Gala. Meski mereka hanya berjumlah beberapa orang saja, semangat yang berkibar di dada tidak pernah surut. Mereka bertempur siang dan malam melayani para penyintas yang membutuhkan orang-orang berhati mulia.
Setiap kali Nasywa melihat Gala bermain bersama anak-anak di lokasi bencana, menambah rasa cinta yang baru bagi Nasywa. Baginya Gala adalah sosok suami yang diidam-idamkannya. Tidak hanya menang dari segi penampilan dan agama, Gala juga menang dari segi ketulusan hati dan peduli terhadap sesama.
Nasywa tidak bisa mengabaikan hal-hal sekecil itu. Ia banyak belajar dari Gala tentang menghargai sesama. Kadang kala mereka harus menemui kendala protes dari warga penyintas yang merasa pelayanan di lokasi bencana kurang. Atau bantuan yang mereka terima tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Nasywa dan tim hanya bisa mengelus dada setiap kali ada penyintas bar-bar yang menuding mereka dengan hal-hal yang tidak mereka lakukan. Gala selalu mencerahkan mereka dengan nasehat-nasehat yang selalu disampaikan setiap kali mereka melakukan briefing kecil-kecilan.
Ada banyak manusia dengan karakter dan watak berbeda di dunia relawan. Tetapi mereka dapat berbaur dengan cepat. saling bahu membahu membantu warga yang kesusahan. Nasywa mendapat banyak teman dari dunia kesehatan. Mereka membawa bendera organisasi masing-masing. namun, ketika mereka telah bekerja di lapangan semua berbaur menjadi satu, yang menjadi pembeda hanya dari rompi yang mereka kenakan.
*
Setelah berkutat di lokasi bencana selama dua minggu, Nasywa dan tim memutuskan untuk kembali. Selain karena kondisi yang sudah mulai membaik, merekapun sudah ditutut pada pekerjaan masing-masing. Gala dengan proyek besar yang harus Ia selesaikan dalam kurun waktu tertentu sementara Nasywa harus kembali bekerja di rumah sakit.
Mendengar kepulangan Nasywa membuat Alan bergerak cepat. laki-laki itu sudah menunggu untuk waktu yang lama. Saat ini Alan sudah mulai bekerja di salah satu bank Nasional. Ia merasa sudah lebih siap mengutarakan maksudnya kepada Nasywa. Alan mengajukan proposal taaruf.
Setelah merasa pantas bersanding dengan Nasywa, Alan tidak ingin membuang waktu dan kesempatan lebih banyak. Alan telah lulus kuliah, pun sudah bekerja di sebuah bank terkemuka. Apalagi yang harus Ia hawatirkan. Karirnya cukup menjanjikan, wajahnya pun tidak kalah dengan artis-artis Indnosia keturunan asli. Sangat pantas bersanding dengan Nasywa yang sudah resmi menyandang gelar dokter.
Siapa sangka, Alan yang dikaruniayi wajah rupawan dengan kulit eksotis khas Indonesia, juga memiliki banyak penggemar di kampus. Rambutnya hitam dengan mata coklat jernih. Pahatan wajahnya lonjong dengan hidung yang masuk kategori mancung. Kumis tipis menghias bibirnya dengan rapi. Badannya tinggi tegap menjadi poin lebih bagi Alan. Sebuah anugerah yang harus disyukuri bagi setiap manusia.
Hari ini Alan sudah mantap dengan persiapannya. Ia akan mengajak Nasywa makan malam di sebuah restoran ternama di kotanya. Alan telah mempersiapkan segalanya, Ia bahkan berguru pada teman-temannya tentang kiat-kiat meluluhkan hati wanita. Alan bukan tipikal laki-laki yang memiliki tingkat kebucinan yang tinggi, juga bukan tipe laki-laki yang memiliki skil modus tingkat profesional.
Alan cukup kaku soal percintaan. Hal itu juga yang menjadi dasar betapa sulit Ia berpindah kelain hati setelah bertemu dan melabuhkan hatinya pada Nasywa. Sekali lagi Alan memperhatikan pernampilannya. Setelan hitam yang dipadu dengan kemeja putih. Sudah seperti orang yang hendak lamaran saja Alan ini.
"Sempurna," gumamnya sambil tersenyum. Ia akan menjemput Nasywa di rumah sakit dan langsung menuju restoran.
Sepanjang jalan, Alan terus menyenandungkan lagu yang akhir-akhir ini sangat Ia sukai. Lagu berjudul Akad yang dipopulerkan oleh musisi tanah air bernama Payung Teduh itu menjadi lagu yang terus disenandungkan oleh Alan. Alan bahkan sampai menghafal lirik lagu tersebut. sesekali ikut bersenangung ketika mobil yang Ia kendarai terhalang lampu lalu lintas.
Besar harapan, Alan bisa memenangkan hati Nasywa. Perjuangannya selama ini tidak main-main. Ia berusaha dengan keras membuktikan diri sebagai laki-laki yang cukup pantas bersanding dengan Nasywa. Hari ini Alan akan membuktikan diri sebaigai laki-laki yang tidak menang dari omongan saja.
[Aku sudah di depan] sebuah pesan singkat yang Alan kirim pada Nasywa, mengabarkan jika laki-laki itu sudah menunggu di depan rumah sakit.
[Aku butuh beberapa menit] balas Nasywa beberapa saat kemudian. Alan kembali tersenyum. Semoga Nasywa sudah bisa luluh dengan segala usaha yang selama ini Ia lakukan.
[Mobil merah yah, di parkiran rumah sakit. Kamu masih ingat mobil Akukan?]
[Masih.] Jawab Nasywa singkat. Mereka pernah jalan-jalan bersama Ana dan Deya ke pantai menggunakan mobil Alan.
Tok tok
Alan segera membuka pintu mobilnya. Meski Nasywa terlihat sedikit kucel, sama sekali tidak mengurangi nilainya di mata Alan. Baginya Nasywa adalah bidadari tidak bersayap, yang mampu membuat hati Alan melompat-lompat, hanya dengan senyum kecil yang terbit di pipinya.
"Lets go," ujar Alan bersemangat. Segera menekan pedal gas, mereka perlahan meninggalkan rumah sakit.
***