Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

7. Fidel sang predator

Bel pulang sekolah berbunyi.

"Kamu serius dengan ucapan Kakakmu itu?" tanya Alvren gusar.

"Kenapa tidak? Dia jual, gue beli." jawab Faris tidak acuh.

"Tapi gimana jika nanti orang tua kalian tahu? Please, friend ... Sebaiknya pulang saja," Rayu Alvren.

Faris tidak menanggapinya dan berlalu pergi begitu saja.

Alvren mengekor di belakangnya masih dengan mencoba mengalihkan perhatian Faris. Tapi sia-sia.

Faris menaiki anak tangga menuju ke rooftop.

Di sana, sudah banyak berkumpul teman-teman sekolah dan juga geng Fidel.

"Punya nyali juga, Lu." Ejek Bryan sinis.

Faris melihat sekeliling, dan menemukan Fidel sedang duduk di atas kursi kayu dengan menyilangkan ke dua kakinya. Netranya menatap tajam pada Faris dengan tersenyum dingin.

"Mulai!" Teriak Fidel tiba-tiba membuat Faris yang belum siap terpental ke belakang ketika Bryan dengan sigap menendang dadanya.

Faris sedikit mengerang. Dengan segera ia membalas serangan Bryan. Mereka saling menyerang dengan beringas, di sertai sorakan para siswa.

Faris dan Bryan sudah merasa mulai kepayahan. Darah mengucur di antara mereka berdua. Alvren panik dan ketakutan. Ia gelisah, kenapa tidak ada satupun guru atau petugas security yang tahu tentang pertarungan ini?

Faris menelan ludah bercampur darah dan tersenyum mengejek pada Bryan. Ia mencoba berdiri tegak meski sangat kepayahan.

Sedangkan Bryan juga mencoba menyerang Faris lagi dengan agak tertatih.

"Stop! Sudah cukup untuk hari ini." Fidel maju ke depan berdiri disamping Bryan.

"Tapi, bos. Dia belum mati." ujar Bryan tidak terima.

"Gue cuma ingin melihat sejauh mana kemampuan dia. Yang katanya juara 1 karate. Ternyata melawan lu aja, dia sudah kepayahan." Ejek Fidel tertawa puas.

"Tenang, Adikku sayang. Suatu hari nanti, gue yang akan jadi lawan lu. Bersiaplah." Bisik Fidel tepat di telinga kiri Faris.

Lalu mereka pergi diiringi tawa geng Fidel.

Alvren menghampiri Faris dan memapahnya turun. Ia menggerutu dengan keadaan Faris yang tampak semrawut dan banyak keluar darah. Tapi Faris hanya diam. Dia memikirkan perkataan Fidel dan sorot mata Fidel saat menatapnya tadi.

Ada yang beda dari Fidel. Ia merasakannya. Mata Fidel, adalah mata seorang pemangsa. Ini sama seperti yang di katakan Deri saat itu. Hanya seorang pemangsa yang bisa tahu mata pemangsa yang lain.

Dan ia baru menyadarinya ketika berjarak dekat tadi.

Fidel ... adalah seorang predator!

***

Deri baru saja sampai di SMU Pelita Jaya. Ia sedikit terlambat menjemput tuan mudanya karena tadi dia harus menyelesaikan suatu urusan.

Deri segera keluar dari mobil ketika melihat Faris berjalan tertatih dengan di bantu oleh Alvren.

Sepanjang koridor dari rooftop tidak satupun berjumpa dengan salah satu guru, staf, petugas kebersihan maupun security. Itu membuat Alvren sadar jika semua ini sudah diatur oleh Fidel. Ternyata pengaruh Fidel sangat kuat di sekolah ini. Fidel yang terkenal tampan, baik dan pintar ternyata seorang pemuda yang licik. Dan Alvren melihatnya tadi, kilatan di mata Fidel saat berbisik pada Faris.

Alvren bergidik ngeri.

"Apa yang terjadi? Kenapa, Tuan muda?" Deri memapah Faris menuju mobil.

"Sebaiknya, Anda juga pulang, Tuan Alvren. Terima kasih atas bantuannya." ujar Deri pada Alvren yang di tanggapi dengan anggukan kepala.

Deri menyandarkan tubuh Faris yang terluka pada jok mobil. Ia menutup pintu mobil dan segera menuju ke kursi sopir, ketika matanya tidak sengaja menangkap seseorang berdiri tidak jauh dari mobil mereka sedang memperhatikan.

Pemuda itu bersandar santai pada mobil sedan silver. Ia menatap tajam pada Deri dengan menghisap sebatang rokok.

Mata mereka bertemu. Dan saling berkilat. Lalu pemuda itu menyeringai dan masuk ke dalam mobil.

"Jalan, Surya," perintahnya pada sang sopir.

Dia semakin menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu tersenyum. Seakan ia baru saja melihat seseorang yang sudah lama dinantikannya.

'Deri ... siapa kamu? Apa tujuanmu mengajari Faris untuk jadi seorang pemangsa? Matamu, adalah mata seorang iblis. Bukan lagi seorang predator.' Gumam Fidel, yang hanya ia sendiri yang dapat mendengarnya.

Sedangkan Deri segera membawa Faris ke sebuah rumah di pinggir kota. Rumah rahasia bagi Deri, dan sekarang ia harus membiarkan Faris tahu tentang keberadaan rumah ini.

Mobil meluncur masuk ke daerah pemukiman jarang penduduk. Jalan yang dilalui agak rusak dan banyak lubang kecil. Sampai di ujung jalan yang sepi dan tidak ada satupun rumah penduduk, mobil Deri memasuki sebuah pekarangan yang tidak terlalu besar.

Sebuah rumah mungil, sederhana dan tampak nyaman berdiri di tengah pekarangan kecil itu.

Deri memapah Faris untuk masuk ke dalam. Ia membaringkan tubuh Faris di ranjang dan segera mengambil perlatan kotak P3K. Dengan telaten, Deri juga membasuh tubuh Faris yang tidak sadarkan diri dan mengganti pakaiannya.

Setelah selesai, ia memandang Faris dengan ekspresi yang sulit diartikan.

Faris ... adalah segalanya bagi Deri. Ia bersumpah akan menjaga dan mempertaruhkan nyawa demi melindungi Faris. Ia, akan menyingkirkan satu-persatu anggota keluarga Wicaksono. Dendamnya membara. Terutama pada majikannya, Nyonya Rinta.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel