Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. Pertarungan

Rumah besar ini terasa sepi dan lengang. Hanya sesekali terdengar suara cekikikan para pelayan muda di bawah. Faris bersantai sambil menghisap rokok di balkon kamarnya.

Netranya menerawang jauh entah kemana. Dia teringat Fatih. Dua hari yang lalu, ia berusaha mencari keberadaan adiknya itu bersama Deri. Namun, nihil. Faris juga sudah berusaha bertanya pada ayahnya, Radit. Namun Tuan Radit seperti menghindar dan memberi jawaban tidak pasti.

Fatih seharusnya sudah masuk Sekolah Dasar, saat ini. Tapi di mana dia? Seluruh panti asuhan di kotanya dulu sudah ia datangi, tapi tidak ada satupun nama Fatih di sana.

Karena merasa bosan, Faris turun ke bawah bermaksud mencari Deri. Di tangga, tidak sengaja ia berpapasan dengan Felicia, Kakak angkatnya.

Dengan angkuh Felice berjalan menaiki tangga tanpa peduli dengan Faris. Sedang Faris juga tidak acuh, melihat Felice.

"Kamu ....!" Tiba-tiba Felice memanggil adik angkatnya.

Faris berbalik menghadap Felice. Ia mengangkat ke dua matanya seakan bertanya, 'ya? Kenapa?'

"Lancang sekali, kamu. Tidakkah dulu, kamu di ajarkan sopan santun oleh orang tuamu?" Sengal Felice dengan mata mendelik marah.

"Sopan santun yang mana? Sejak aku tinggal di rumah ini, aku sudah berusah bersikap sopan pada kalian. Masih kurang?" jawab Faris dingin.

Felice tampak terkejut dengan jawaban berani adik angkatnya itu.

"Hei! Kamu tahu bicara dengan siapa?!" jerit Felice dengan muka memerah.

"Jelas, tahu. Dengan putri ke dua Tuan Raditya Wicaksono, bukan?" Faris berkata sambil mencodongkan wajahnya pada Felice.

Felice tampak gelagapan dengan sikap Faris. Lalu ia melanjutkan, "jangan campuri urusanku, Nona. Kita jalani saja masing-masing dan saling tidak peduli." Bisik Faris dengan suara parau, lalu pergi meninggalkan Felice yang diam membeku.

Felice memandang kepergian Faris dengan perasaan takut. Apa yang ia lihat dan dengar tadi? Tidak salahkah?

Tatapan tajam dan dingin mata Faris. Juga suaranya yang tidak biasa, menusuk ke dalam hati Felice. Ia gemetar.

Dengan cepat ia menaiki tangga menuju kamarnya. Tapi jalannya terhadang oleh adiknya, Fidel yang sedang menyandarkan tubuhnya dengan santai pada dinding. Ia tertawa melihat kakak perempuannya.

"Baru dua tahun dia di sini, tapi sikapnya sudah berubah drastis, seakan dia tuan rumah ini, bukan?"

Felice mendelik gusar pada Fidel. Ia pun sebenarnya juga merasa takut pada Adiknya ini. Fidel bukan anak biasa. Dia tidak banyak bicara. Tapi sorot matanya yang tajam dan dingin, membuat siapa saja yang di tatapnya merasa ciut nyali. Dan sejak kecil, Fidel sering bersikap aneh. Banyak hewan peliharaan Felice yang mati mengenaskan karena ulah Fidel. Tapi maminya, Nyonya Rinta selalu membela Fidel dengan alasan adiknya itu sedang melakukan eksperimen, karena Fidel adalah anak yang cerdas.

"Kamu ajarin dia, gimana caranya bersikap sopan," ucap Felice dengan berusaha tidak menatap mata Adiknya.

Lagi, Fidel tertawa nyaring.

"Lu, harus hati-hati. Suatu hari nanti, dia bisa merebut posisi Lu di perusahaan. Bahkan juga bisa posisi Farrel,"

Fidel berbisik di telinga Felice dengan suara mendesis, yang membuat bulu kuduk Felice meremang. Lalu terdengar lagi tawa Fidel yang nyaring menjauh darinya.

***

Tahun ajaran baru, Faris masuk sekolah setelah libur dua minggu lamanya. Selama itu, waktunya hanya di habiskan bersama Deri dengan belajar ilmu bela diri dan bahasa Inggris.

Meski sudah ada guru privat untuk Faris, tapi ia merasa lebih nyaman dengan Deri.

Deri telah berhasil membuat Faris sangat tergantung padanya. Pemuda berusia sekitar dua puluh lima tahun itu ternyata sangat cakap dalam banyak hal. Dia juga serba bisa.

Hari pertama masuk kelas dua, semester satu, setelah selesai upacara bendera.

Ada beberapa siswa yang belum dikenal Faris, karena ia mengambil kelas IPA, atas saran Deri.

"Ouw-ouw ... Ternyata kita satu kelas lagi, Prince Faris!" teriak Alvren bersemangat.

Faris hanya meliriknya dengan malas.

Beberapa anak memandangnya dengan berbisik. Memang wajah Faris juga lumayan tampan, dan banyak juga yang tertarik padanya. Tapi sikapnya yang dingin dan tidak acuh membuat para gadis yang mengejarnya hanya berani di balik layar. Dan Faris juga lebih banyak mempunyai musuh dari pada teman. Karena tidak segan ia akan mengajak berkelahi temannya jika berani mengusiknya. Tentu saja itu sangat meresahkan para guru. Tapi mereka tidak dapat berbuat banyak karena tahu Faris adalah putra siapa.

Raditya Wicaksono adalah penyumbang terbesar di yayasan SMU Pelita Jaya. Dan ketua yayasan juga merupakan teman karibnya.

Meski sudah menjadi rahasia umum, ia hanya anak angkat, dan tidak pernah akur dengan Fidel, Kakaknya, tapi Tuan Radit sangat menyayanginya. Dan itu membuat jajaran guru, Kepala Sekolah bahkan ketua yayasan tidak berkutik.

Selain dia juga anak yang cerdas, Faris juga telah menjuarai satu lomba karate tingkat nasional, juga lomba renang yang semakin mengharumkan nama sekolahnya.

"Hari ini ada anak baru. Dia pindahan dari Jawa tengah. Tuh, anaknya. Cantikkan?" Bisik Alvren.

Faris hanya melirik sekilas pada sisiwi baru itu.

"Hei, cantik tidak?" Kejar Alvren merasa di acuhkan.

"Hmmm ...."

"Ampun nih orang. Keknya ga tertarik sama sekali sama kaum hawa. Sekali-kali pacaran, napa?" Cerocos Alvren.

"Gue laper. Mo ke kantin." ucap Faris sambil menoyor kepala temannya itu.

"Hei, Faris! Prince Faris ...." Alvren mengejar Faris dan masih berusaha menjelaskan tentang si murid baru. Mereka berjalan beriringan sepanjang koridor menuju kantin.

Semua orang tahu, hanya Alvren yang bisa menjadi teman Faris. Hanya Alvren yang tidak pernah membuat Faris marah.

Faris sangat berbanding terbalik dengan Fidel. Kakak angkatnya itu lebih ramah dan murah senyum. Karena itu, seisi sekolah lebih menyukai Fidel, dan ia mempunyai lebih banyak teman.

Saat akan memasuki kantin, Faris berpapasan dengan geng Fidel. Mereka saling tidak acuh.

Tiba-tiba salah satu teman Fidel, tanpa sengaja menyenggol bahu Faris.

Faris berhenti dan menatap Bryan, teman Fidel. Merasa tertantang, Bryan maju dan melotot padanya.

"Apa? Ga terima, Lu!"

Faris mulai akan melayangkan tinjunya, jika tidak dihalangi oleh Alvren.

"Faris, sudah." Alvren mencoba menarik Faris agar menjauh dari geng Fidel.

"Biarkan mereka bertarung!" Seru Fidel tiba-tiba.

Semua orang tampak kaget dan mulai berkerumun melihat mereka.

"Nanti, sepulang sekolah. Gue tunggu elu di rooftop. Kalahkan Bryan, sahabat gue." ucap Fidel dengan terkekeh dan beranjak pergi, di ikuti kelompoknya.

Faris hanya diam dan memandang kepergian Fidel.

Semua orang tampak kasak-kusuk membicarakan mereka. Faris akan bertarung dengan Bryan, si jago bela diri juga. Meski keahlian Bryan tidak pernah dipublikasikan seperti Faris, tapi semua orang di Pelita Jaya tahu, Bryan juga seorang ahli bela diri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel