Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

20. Ancaman Fidel

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, dan muncul Deri.

"Anda sudah bangun, Tuan." Deri melihat Tina dan memberinya isyarat untuk pergi. Tapi Faris mencegahnya.

"Aku membutuhkan dia, untuk membersihkan itu." Faris menunjuk pada meja yang berserakan botol white wine dan puntung rokok.

Dengan cekatan Tina membersihkannya.

Apakah begini kehidupan orang kaya? Batin Tina.

Deri menyulut sebatang rokok dan duduk di hadapan Faris. Ia dengan sabar menunggu majikannya selesai makan.

Sedang Tina di belakang mereka yang masih membersihkan botol dan beberapa pakaian Faris yang berantakan di sofa, melirik mereka berkali-kali.

"Setelah ini, antar aku ke suatu tempat," ujar Faris pada Deri.

Faris mengganti bajunya dengan celana panjang jeans sobek-sobek dan kaos berwarna putih polos, serta memakai sepatu. Tina yang tidak sengaja melihat, langsung memalingkan muka. Faris tampak santai sekali mengganti pakaiannya di depan Tina.

"Kamu bersihkan kamarku, tanpa memindah satupun barang yang ada di sini," perintah Faris pada Tina. Dan ia hanya mengangguk patuh.

Mereka akan beranjak pergi, saat pintu terbuka dan muncul Fidel.

Tentu saja Faris dan Deri kaget.

"Lu, ga bisa ketuk pintu dulu," cibir Faris.

"Ada yang mau gue bicarakan sama lu."

"Bicara aja di sini," jawab Faris datar.

Fidel tampak sedikit jengkel.

"Kita keluar, gue nggak mau ada yang ikut campur urusan kita," ucap Fidel sambil melirik Deri.

"Sebegitu pentingkah apa yang mau disampaikan, Abang gue ini, Deri?" Faris tertawa.

"Gue ga main-main. Ikut gue sekarang," perintah Fidel, lalu dia keluar dari kamar Faris.

Deri tersenyum dan memberi isyarat Faris untuk menurutinya. Dan mereka semua keluar.

Tina berdiri dengan raut wajah bingung. Kenapa ke dua anak majikannya seperti terlihat tidak akur? Dan mereka sama-sama tampan. Bakalan betah dia bekerja di sini jika melihat pemandangan seperti ini setiap hari. Ia tertawa senang.

Fidel masuk ke dalam mobil, diikuti dengan Faris yang duduk di sampingnya. Mobil segera melesat pergi, meninggalkan Deri yang penasaran dengan apa yang akan dibicarakan Fidel.

Mobil melewati gerbang dengan empat orang penjaga. Di saat bersamaan ada sebuah mobil juga masuk, sedang berhenti di pos jaga. Sepertinya mobil tamu.

Mereka berpapasan, namun Fidel dan Faris tidak acuh dan tetap memandang kedepan. Sedang seseorang yang berada di mobil tamu itu, menatap mereka dengan kening berkerut.

Mobil yang dikendarai Fidel membelah jalanan ibu kota, di tengah terik matahari. Dia menuju ke sebuah kafe.

Setelah mereka turun dan masuk, seorang waitres menghampiri dan menanyakan menu yang dipesan.

Alunan musik slow mengalun lembut membuat suasana kafe santai dan betah bagi pengunjung.

Faris menyulut sebatang rokok, dan menghembuskannya perlahan. Ia menatap Fidel dengan tatapan sayu.

"Mau bicara apa?" tanya Faris datar.

Fidel mengambil sebatang rokok milik Faris, dan ikut menyulutnya.

"Kalo lu mau main, cari pelacur tulen. Jangan sama artis yang lagi naik daun," ucap Fidel dengan ekspresi santai.

"Lu ajak gue ke sini, cuma mo ngomong tetntang pelacur?"

"Gue serius, artis pendatang baru itu bisa ngancurin reputasi lu, karena tahu, lu anak siapa," tukas Fidel.

"Jadi lu mata-matain gue semalam," Faris tertawa hambar.

"Gue ga sengaja lihat lu masuk hotel ma dia." Fidel meminum orange jus pesanannya.

"Urusi aja idup lu sendiri. Lu buang waktu gue aja." Faris berdiri dan hendak pergi.

"Gue akan halangin lu, yang mau bunuh nyokap gue," kata Fidel datar.

Faris berhenti dan menatapnya. Mereka saling bersitatap.

"Lu boleh ambil seluruh perusahaan dan aset keluarga. Tapi, jangan pernah sentuh nyokap gue."

"Kalo gitu, lu balikin nyokap gue, dan gue lepas nyokap lu." Faris menatap tajam Fidel.

Rahang mereka mulai menegang. Mata mereka sama-sama berkilat.

Pertarungan dimulai, di antara dua bersaudara.

***

Faris menggoyangkan kakinya di dalam air kolam renang. Malam ini cuaca sangat cerah dengan gemerlap bintang di langit.

Deri datang menghampirinya dengan membawa dua buah gelas minuman dingin. Ia duduk disebelah Faris.

"Tuan muda, apa yang akan Anda lakukan jika mengetahui siapa yang telah menabrak Vira?" Deri menggoyangkan gelas minumannya.

"Aku akan membunuhnya," jawab Faris datar dan dingin.

"Kalau begitu, Anda harus membunuh Surya," ucap Deri tenang dan membuat Faris kaget, lalu menatap manik matanya lekat.

"Kamu serius? Tau dari mana?" ujar Faris penasaran. Deri hanya tertawa.

"Siapa kamu sebenarnya? Kenapa tahu sekali detail tentang Nyokap gue."

"Nanti jika saatnya tiba, saya akan menceritakan semuanya. Siang itu, Surya yang menabrak Vira hingga tewas." Deri memberikan sebuah video pada Faris.

Terlihat di video itu, mobil yang dikendarai Surya sudah mengincar Emaknya.

Faris mengepalkan tangan. Netranya berkaca dan rahangnya mengeras menahan sesak dan marah di dada.

"Bunuh Surya secara perlahan, buat dia menyesali karena telah membunuh Vira," bisik Deri dengan suara serak.

Sementara itu, Fidel memandang mereka dari balkon kamarnya.

Suatu hari nanti, mereka akan berhadapan dan akan saling membunuh. Wajah Fidel mengeras. Ia ... Menunggu hari itu.

Fidel terkejut saat ada yang menyentuh bahunya.

"Kamu. Gimana kamu bisa masuk kamarku?"

Seorang gadis cantik, terkikik melihat Fidel kaget.

"Ya dari pintulah. Mau dari mana?" jawabnya santai.

"Kapan kamu datang?" Fidel duduk di kursi balkon. Ia menuang red wine ke dalam shot.

"Tadi siang, waktu kamu juga pergi keluar. Kita bertemu di gerbang." Gadis itu memainkan rambut ikalnya yang pirang.

"Siapa dia?" Tunjuk gadis itu ke arah Faris di bawah.

"Adik gue," jawab Fidel datar.

Gadis itu membulatkan bola matanya.

"Adik? Maksudnya,"

"Sudah sana keluar. Gue mau istirahat." Fidel mendorongnya keluar pintu kamar.

"Fidel, woi ... Aku pengen ngobrol sama kamu. Fidel ...." Dan pintu kamar ditutup oleh Fidel.

Gadis itu bersungut dan menghentakkan kakinya pada lantai.

"Tapi tunggu. Adik? Laki-laki itu," gumamnya lalu tersenyum dan turun ke bawah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel