Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

19. Faris dan Fidel mabuk berat

Pagi menjelang. Deri bergegas masuk ke dalam kamar hotel Faris.

Bianca tertidur setengah telanjang dan disebelahnya Faris juga tertidur dengan telanjang juga.

"Tuan muda, ayo bangun. Saatnya kita pulang." Deri mengguncang pelan tubuh Faris. Ia menggeliat, kepalanya terasa berat.

Dengan masih setengah sadar, ia bangun dan duduk bersandar pada sofa. Ia menuang lagi white winenya yang masih tersisa.

Deri menghampiri Bianca.

"Akan aku transfer ke rekeningmu nanti, bersama bonusnya," bisik Deri dengan suara parau.

Bianca tersenyum sambil masih terpejam.

"Tuan mudamu begitu hebat. Seakan dia sudah profesional sepertimu," balas Bianca dengan bisikan sensual.

Deri tersenyum, lalu membantu Faris mengenakan pakaiannya. Mereka segera keluar dari kamar.

Faris hampir terjatuh ketika mereka masuk ke dalam lift. Deri segera memegangnya dan menyandarkan tubuh Faris pada bahunya.

Mereka masuk ke dalam mobil dan meninggalkan hotel. Faris tertidur di mobil, ia terlihat masih mabuk berat.

Mereka sampai di kediaman Tuan Radit, tepat pukul 06.00 pagi.

"Sial, saatnya mereka sarapan. Aku kurang cepat membawa mobil tadi." Desah Deri setengah jengkel.

Deri memapah Faris untuk turun dari mobil. Mau tak mau dia harus membawa Faris yang masih mabuk melewati majikannya yang sedang sarapan.

Tapi betapa kagetnya Deri yang memapah Faris masuk ke dalam, di depannya juga ada Fidel yang sedang dipapah Surya dalam keadaan mabuk berat juga.

Nyonya Rinta dan ke dua anaknya terlihat marah besar pada Fidel yang tidak sadarkan diri.

"Kenapa kamu biarkan anakku pergi ke club sampai pagi begini, Surya?" hardik Nyonya Rinta.

"Ma-maaf, Nyonya. Tapi Tuan muda susah sekali diajak pulang," ucap Surya masih dengan menopang tubuh Fidel.

"Sudah, Mi. Biar Surya membawanya ke atas dulu," potong Tuan Radit.

Lalu dengan mengangguk hormat, Surya membawa Fidel naik ke atas.

Sedang Deri juga dengan perlahan berjalan dengan setengah menyeret Faris. Pandangan keluarga itu, langsung tertuju pada mereka.

"Kenapa lagi anak itu?" ketus Farrel sang putra pertama.

"Tuan muda mabuk, Tuan," ujar Deri.

"Kenapa bisa bareng gitu sama Fidel. Mereka janjian?" tanya Felice heran.

"Tidak, Nona." Deri menjawab singkat karena ingin cepat pergi dari sana.

"Masih kecil sudah mabuk berat begitu. Apa dia juga main wanita di sana?!" teriak Nyonya Rinta.

Tuan Radit lalu memberi isyarat pada Deri agar membawa Faris naik.

Dia menggeleng prihatin melihat dua putranya yang masih sangat muda sudah suka mabuk-mabukan dan ke club hingga pagi.

"Mi, kenapa mereka bisa kompak begitu, ya." Felice berkata tiba-tiba, hingga membuat maminya melotot.

"Itu karena papimu yang terlalu memanjakan dia. Setiap bulan uang yang di transfer ke rekening anak itu, lebih banyak dari harga cream skincare mami!" ketus Nyonya Rinta menyindir sang suami.

"Tapi kan yang mabuk, ga cuma Faris. Fidel juga, Mi." Farrel ikut menimpali.

"Fidel itu anak baik. Dia nggak mungkin ikutan kalau ga ada yang mempengaruhi. Jelas anak sial itu yang bikin Fidel jadi seperti itu. Kamu sebagai Kakak, harusnya lebih memperhatikan adik bungsumu."

Tuan Radit, Farrel dan Felice mengela napas bersama. Mereka sudah hapal jika Nyonya Rinta mulai mengomel, maka semua kena imbasnya.

Maka, lebih baik diam dan mendengarkan saja omelannya.

Deri membaringkan tubuh Faris. Ia melepas pakaian Faris dan menggantinya dengan baju tidur. Mbok Darmi masuk ke dalam kamar.

"Den ...," sapanya pada Deri.

"Biarkan dia, Mbok," lirih Deri pelan.

"Kenapa Aden merusaknya? Jika Non Vira masih hidup dan melihat ini, pasti akan sangat sedih." Netra wanita tua itu mengembun.

"Karena hanya dengan cara ini, Faris bisa membalaskan dendam Vira. Seandainya Faris masih lemah seperti dulu, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa. Dia harus menjadi bajingan, jika harus membunuh bajingan," lanjut Deri dengan mata berkilat.

"Tapi apa yang Aden lakukan ini, apa tidak keterlaluan? Den Faris masih terlalu muda ...."

"Mbok, dengar. Semua aset perusahaan keluarga ini milikku dan Faris. Mereka merampasnya dengan paksa, Mbok tau itu kan? Apakah aku tidak berhak untuk merebutnya kembali?" Deri menatap tajam wanita tua itu.

Mbok Darmi menunduk sedih. Dia juga tidak terima Nyonya Rinta merampas perusahaan majikannya yang dahulu, tapi caranya bukan seperti ini. Dengan merusak Faris, membuat ia menjadi pemuda yang dingin dan semaunya. Darmi menitikkan air mata.

***

Matahari tepat di atas kepala, saat Faris menggeliat dan membuka matanya. Ia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya. Kepalanya masih sedikit berat.

Dengan sedikit terhuyung, ia menuju kamar mandi. Di depan kaca, mencuci wajah dan melepas pakaiannya. Dia memperhatikan dadanya, saat tidak sengaja melihat tanda merah di sekitar dada dan leher.

Dia tersenyum hambar, ketika mengingat pergumulannya semalam dengan Bianca.

Malam tadi, dia melepas keperjakaannya pada seorang pelacur.

Setelah membersihkan diri, ia keluar kamar mandi dan menelepon bagian dapur untuk mengantarkannya makan siang.

Tidak berapa lama, pintu kamarnya diketuk. Seorang pelayan yang masih sangat muda masuk membawakan senampan makanan untuk Faris.

Faris menoleh, lalu mematikan rokoknya.

Gadis itu meletakkan nampan di atas nakas.

"Kamu di sini, sampai aku selesai makan," ujar Faris yang membuat gadis itu sedikit gugup.

Gadis itu memperhatikan Tuan mudanya, dari ujung kaki sampai kepala. Ia merasa kagum, dengan ketampanan Faris dan sorot matanya yang tajam dan dingin.

"Kamu baru di sini?" tanya Faris tanpa memperhatikan gadis itu.

"I-iya, Tuan. Baru satu minggu," jawabnya dengan memilin baju seragam pelayan.

Dia memang baru kali ini melihat Faris, sejak bekerja di rumah ini. Tadi saat Faris menelepon dapur, sebenarnya tugas mengantar makan adalah Bi Siti, tapi kebetulan dia sibuk dan menyuruhnya untuk mengantar. Tentu saja dengan memberi tahu letak kamar Faris dengan detail, agar tidak salah masuk.

"Siapa namamu?" tanya Faris lagi sambil masih menikmati makanannya.

"Ti-tina, Tuan muda." Gagap gadis itu, karena netranya sedang mengitari isi kamar Faris.

Tina yang seorang gadis desa tentu saja kagum dengan isi dan besarnya kamar Faris. Ini kamar pertama putra majikannya, yang ia masuki.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel