Chapter 07 : You Follow Me
Di tengah kegelapan malam, di bawah cahaya lampu jalanan Sarah berdiri. Perempuan itu menatap sebuah toko bunga dalam keheningan. Matanya tampak tertuju ke arah sebuah bunga tulip berwarna merah.
Sarah masih mengingatnya, ingatannya yang membuat ia seolah terjebak dalam masa lalu. Bunga itu adalah bunga pertama yang Bastien berikan kepadanya.
Saat Sarah tengah larut dalam pemikirannya, sebuah tepukan pelan terasa di pundaknya. Sarah pun membalikkan tubuhnya hingga ia membeku di tempatnya.
Laki-laki itu, laki-laki yang sama dengan laki-laki di malam itu. Laki-laki yang membuat ia hampir gila memikirkannya. Laki-laki itu ada, di hadapannya. Membuat Sarah membeku di tempatnya seolah waktu kala itu berhenti.
"Kamu." Suara berat laki-laki itu kembali terdengar, suara yang Sarah akui sebagai suara yang ia favoritkan.
Suara laki-laki itu membuat Sarah akhirnya kembali ke kenyataan. Perempuan itu lantas terperanjat kaget, memundurkan langkah kakinya hingga tanpa sengaja ia tergelincir membuat bokongnya menghempas jalanan Sisilia yang sepi kala itu.
"Aduhh." Sarah mengaduh kesakitan kemudian mendongakkan kepalanya, menatap laki-laki itu yang juga menatapnya.
Laki-laki itu memiringkan kepalanya. "Kamu mengikutiku?"
"Apa?!" Pertanyaan itu jelas membuat Sarah kaget. Perempuan itu lantas berdiri, menatap laki-laki di hadapannya itu dengan ketidak percayaannya.
"Kamu jelas-jelas yang mengikutiku!!" tuduh balik Sarah sambil menunjuk wajah datar laki-laki itu. Sarah menatapnya tajam namun laki-laki itu masih tak bergeming, menatapnya dengan tatapan datar yang masih sama.
Sekian detik kemudian laki-laki itu tersenyum miring, membuat ia terlihat sedikit mengerikan atau bahkan seksi. Ia lalu melangkahkan kakinya mendekati Sarah membuat Sarah memundurkan satu langkahnya.
"Entahlah, aku memang tinggal di sini," ucap laki-laki itu membuat Sarah kaget.
"Jadi kamu yang mengikutiku?" Lanjutnya.
"Tidak?! Aku tidak mengikutimu lagipula kenapa aku harus mengikutimu? Kamu tidak semenarik itu hingga aku memikirkanmu setiap hari," ucap Sarah dengan tatapan tajamnya.
Laki-laki itu menundukkan kepalanya sedikit, tertawa pelan dengan gaya yang benar-benar seksi bersama sudut bibir yang miring. "Begitukah? Ternyata kamu memikirkanku?"
Sarah memalingkan wajahnya usai mendengar kalimat itu, merasa malu karena akhirnya ia menyadari kalimatnya ia ucapkan secara tidak langsung mengatakan bahwa ia memikirkannya.
"Kamu," ucap laki-laki itu menarik dagu Sarah untuk menatapnya, laki-laki itu bahkan sedikit membungkukkan badannya untuk melihat Sarah yang jauh lebih pendek dibandingkan dirinya. Sarah pun menatapnya sementara laki-laki itu tersenyum miring.
"Aku mengingatnya, bibir ini." Laki-laki itu menyentuh bibir bawah Sarah dengan ibu jarinya. Sementara Sarah terdiam, tak bergeming barang sedikitpun.
"Aku pernah mendengarnya mendesah begitu nikmat," lanjutnya membuat Sarah melotot usai mendengarnya.
"HEI?!" Sarah berteriak menutup mulut laki-laki kurang ajar di hadapannya dengan telapak tangannya.
"Jaga bicaramu ya," ucap Sarah melemparkan tatapan tajamnya ke arah mata hitam pekat milik laki-laki itu. Mata yang mungkin hanya berjarak dua puluh sentimeter darinya sekarang.
Laki-laki itu kembali tersenyum miring mengecup telapak tangan Sarah dengan bibir seksinya. Sarah terperanjat kaget bagaikan tersengat listrik, ia menarik tangannya dan menjauh dari laki-laki itu.
Laki-laki itu menahan senyumnya melihat Sarah, ia lalu menyisir rambut hitam kelamnya yang sebelumnya hampir menutupi pandangannya ke belakang menggunakan jari-jari tangannya. Gerakan itu pun cukup memprovokasi Sarah, gerakan yang baginya cukup panas.
"Ah sudahlah," ucap Sarah membalikkan tubuhnya, tak ingin laki-laki itu melihat wajahnya yang memanas.
Sarah melangkahkan kakinya menjauh dari sana namun ia mendengar derap langkah laki-laki itu. Sarah pun menghentikan langkah kakinya membuat suara derap langkah itu berhenti. Sarah membalikkan tubuhnya, menatap laki-laki itu yang berdiri tak jauh darinya. "Jangan ikuti aku!!"
"Rumahku ke arah sana," ucap laki-laki itu dengan suara yang menahan tawa gelinya, menunjuk ke arah lurus yang searah dengan arah rumah baru Sarah bersama Saaih dan Savi.
Sarah menyipitkan matanya curiga, ia lalu meletakkan tangannya di kanan dan kiri wajahnya lalu kembali menolehkan kepalanya. "Abaikan dia Sarah, anggap saja tidak ada."
°°°
Helios berjalan dengan tenang dengan tangan kanannya berada di dalam kantung celananya. Laki-laki itu memperhatikan perempuan yang berjarak lima langkah darinya dalam keheningan. Perempuan dengan rambut hitam pekat panjang itu tampak begitu waspada, sesekali menolehkan kepalanya ke arahnya dengan tatapan tajam.
"Assolutamente adorabile," ucap Helios mengantarkan bahwa perempuan itu benar-benar menggemaskan.
Sarah Hamilton, setidaknya itu adalah nama yang tertera pada name tag pakaian yang dikenakan oleh perempuan itu. Nama yang indah seindah wajahnya atau bahkan seindah warna rambut hitam pekatnya.
Perempuan itu menghentikan langkah kakinya di depan sebuah rumah namun Helios tak menghentikan langkah kakinya. Laki-laki itu justru baru berhenti ketika ia berdiri di belakang perempuan itu tanpa perempuan itu sadari.
"HEI KEMBALI?! AKAN KUBUNUH KAMU SAAIH?!!" Suara teriakan itu terdengar begitu spektakuler hingga suara barang-barang di lempar terdengar.
Sarah meringis di depan pintu pagar rumah itu. Samar-samar ia melihat Savi yang tengah memukuli Saaih dari jendela yang tirainya sedikit tersibak.
"Pasti mengerikan jika aku ada di sana," ucap Sarah bergidik ngeri, memeluk dirinya dengan perasaan sedikit ngeri.
"Mau menginap?" Suara itu berhasil mengagetkan Sarah membuat ia terperanjat, menolehkan kepalanya dan menatap Helios di hadapannya.
"Kamu mengikutiku." Sarah kembali menuduhnya, menunjuk wajah Helios dengan jari telunjuknya.
Helios mengangkat bahunya acuh. "Hanya menawarkan."
"Tidak terimakasih," sahut Sarah kembali memalingkan wajahnya, menatap pintu rumah sambil menarik nafas panjang.
Sarah berusaha menyakinkan dirinya namun suara pecahan piring kembali terdengar. "Oh tidak-tidak, itu terlalu mengerikan."
Sarah berbalik menatap Helios yang masih setia berdiri di belakangnya. Laki-laki itu pun menatap Sarah dengan satu alis yang terangkat.
"A-anu, apakah aku harus bayar?" tanya Sarah membuat Helios kembali menahan tawanya. Sementara Sarah menahan rasa malunya setengah mati.
Helios tak menjawabnya, ia malah pergi meninggalkan Sarah membuat Sarah harus mengejarnya.
"Hei, aku harus bayar?" tanya Sarah sekali lagi namun Helios hanya meliriknya, benar-benar mengabaikan dirinya.
"Kamu mengikutiku?" tanya Helios.
"Ugh, anggap saja begitu," ucap Sarah setengah hati, melipat tangannya di depan dada. Ya, anggap saja jika ia mengikuti laki-laki itu.
Helios meliriknya dengan senyuman miring. "Akhirnya kamu mengakuinya."
"Katakan saja dimana aku bisa tinggal, aku tak akan mengganggu atau bahkan mengikutimu. Tenang saja, aku seseorang yang tahu bagaimana cara membalas kebaikan orang lain," jelas Sarah.
"Entahlah, rumahku mungkin," ucap Helios dengan acuh.
"Apa?!" ucap Sarah kaget.
Ugh, rasanya Sarah bisa gila setelah mendengar kalimat itu langsung dari bibir laki-laki itu. Ke rumahnya? Itu terdengar seperti dirinya melemparkan tubuhnya sendiri ke kandang singa sebagai sukarelawan namun bagaimana ini? Apakah ia harus kembali ke rumah dan mungkin ikut terjun dalam perang dunia yang baru saja dideklarasikan oleh dua sejoli itu? Mana hal yang harus ia pilih?