Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Ternyata Kamu ....

Di dalam mobil Rino. Suasana terlihat kaku lantaran tak ada percakapan. Vella sama sekali tak menunjukan senyuman, dia juga tampak enggan menatap Rino.

Rino sendiri sangat canggung, meski sejak kecil mereka tumbuh bersama, sampai orang tua mereka menjodohkan.

Namun, tak ada hal lebih yang mereka lakukan selain bergandengan tangan.

Vella juga terlihat sangat disiplin, hingga Rino tak berani bertindak sembarangan.

"Maaf." Akhirnya Rino membuka percakapan.

Tak ada tanggapan dari Vella, dia masih bersikap tenang tanpa menunjukkan emosi.

"Maaf, aku memang salah, Vel. Tapi sungguh, dalam lubuk hatiku yang paling dalam hanya ada kamu di hatiku. Semua itu bukan keinginanku, itu murni inisiatif adikmu sendiri." Rino mencoba menjelaskan.

"Kamu tidak menolak, apa kamu sangat menikmatinya?" Pertanyaan Vella seperti serpihan es tajam yang menusuk jantung hati Rino.

Rino menatap Vella lekat, gadis tersebut masih enggan melihatnya, bahkan ekspresinya masih sama, tanpa emosi.

Rino mengembuskan napas perlahan dan berkata, "Jika itu adalah kesalahan, maka katakan, apa yang harus aku lakukan untuk menebusnya?"

Vella tak ingin menjawab, sesungguhnya dia sudah tak peduli dengan hubungannya dengan Rino. Bagaimanapun dia tidak ingin seperti mendiang mamanya yang mau diduakan.

"Vella ...." Rino kembali membuka suara untuk memancing respon Vella.

"Lepaskan aku." Nyatanya saat Vella bersuara pelan malah mengejutkan Rino.

"Itu tidak mungkin, Vella. Hubungan kita yang mengatur orang tua, aku tidak mungkin melawan mereka. Selain itu aku sangat mencintaimu, aku sama sekali tak ingin berpisah denganmu."

Vella terdiam dengan wajah suram layaknya lembah berkabut. Namun, tetap memancarkan pesona cantik luar biasa yang sangat mematikan, hingga menimbulkan getaran hebat di hati Rino. Hanya laki-laki bodoh yang melepaskan gadis sempurna seperti dia.

Perlahan Rino meraih jemari Vella tapi langsung mendapat tepisan kasar.

Rino kembali mengembuskan napas pelan. "Vella, aku salah, aku benar-benar minta maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku hanya mencintaimu, Vel. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Yang terjadi antara aku dan Andin itu hanya kecelakaan dan tidak akan pernah terjadi lagi, aku janji."

Perlahan Vella memiringkan wajah menatap tunangannya lekat, hanya diam. Tidak banyak ekspresi yang dia tunjukan. Hanya tatapan tenang yang mengeluarkan aura dingin yang membekukan hati.

"Sudah ya, jangan marah lagi. Aku janji setelah ini aku tidak akan mengecewakanmu," imbuh Rino mencoba kembali merengkuh hati tunangannya.

Masih tidak ada jawaban dari Vella. Tapi ketika dia tidak menolak kala Rino menyelipkan anak rambutnya di daun telinga. Itu sudah cukup membuat Rino lega.

Rino tersenyum, dan itu membuat wajahnya semakin tampan. Kali ini dia benar-benar ingin menyenangkan Vella, meski gadis tersebut masih terlihat kaku layaknya kanebo kering.

"Kamu suka gaun yang indah 'kan? Aku akan membelikan untumu, saat pesta ulang tahun papa kamu harus mengenakannya," ucap Rino sembari tersenyum.

Vella meluruskan wajahnya, tiba-tiba senyum licik samar bersemi di bibir tipis merah muda, tanpa Rino sadari.

Menonton film, makan es krim di kedai favorit Vella, juga berbelanja membeli gaun mahal, sudah Rino lakukan demi menyenangkan Vella.

Selama Vella melunak dan tidak lagi mempermasalahkan perselingkuhannya dengan Andin, apapun akan Rino lakukan.

Uang bukan masalah untuk seorang ahli waris perusahaan manajemen artis seperti Rino.

Langit sudah menggelap kala Rino mengantar Vella kembali ke rumahnya.

Di lantai dua, tirai jendela kamar tengah terbuka, saat ini wajah imut yang terlihat suram sedang memperhatikan pemandangan yang ada di bawah dengan penuh kebencian.

"Aku pulang dulu ya. Kamu cepat istirahat." Rino berpamitan sembari memegang lembut pipi Vella.

Vella mengangguk samar, di mana wajahnya hanya terlihat biasa saja tak banyak ekspresi yang dia tunjukkan, bahkan tersenyum pun tidak.

Kemudian Rino masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan. Ketika mobil Rino kembali melaju, barulah Vella berbalik hendak memasuki rumah.

Namun, tanpa sengaja matanya menangkap sosok yang berdiri angkuh di balik jendela kamar lantai dua.

Vella menyeringai sengit diikuti embusan napas kasar dari hidung mungilnya, kemudian dia masuk ke dalam rumah dengan langkah ringan.

"Vella, kamu sudah pulang?" Nenek Lola menyapa cucu bungsunya.

"Iya, Nek."

"Di mana Rino?"

"Sudah pulang, Nek. Ini sudah malam pasti dia lelah untuk mampir."

"Ah, kamu memang benar. Kamu sudah makan?"

"Sudah, Nek."

"Ya sudah, cepatlah istirahat."

Vella mengangguk dan berjalan menuju ke arah tangga. Namun, baru saja dia sampai di dekat kabinet di mana telepon rumah teronggok bisu di sana. Nenek Lola kembali memanggil.

"Vella ...."

Vella berhenti dan menoleh, kemudian bertanya, "Ya, Nek?"

"Tolong telepon papamu, suruh sekalian membelikan salep nyeri otot untuk nenek saat dia pulang," titah nenek Lola sembari meletakkan pantat dengan pelan di atas sofa.

"Memang papa belum pulang?" tanya Vella santai sembari melangkah semakin mendekat ke arah telepon rumah.

"Sudah, tapi dia pergi lagi. Katanya ingin bertemu pengacara," terang nenek Lola santai tanpa menoleh ke arah Vella.

Vella menghela napas kasar. Dia tahu papanya masih mengusut juri yang mencoba melecehkannya.

Tapi ini sudah seminggu, sungguh aneh dia tidak mendengar polisi sudah menangkap pria kotor tersebut?

Tak ingin bernostalgia dengan kenangan pahit yang membuatnya terpuruk. Vella perlahan mengulurkan tangan untuk meraih gagang telepon.

Dan seketika mata Vella melebar kala mendengar suara di balik gagang telepon yang menempel di telinga.

Ternyata ada yang sedang menggunakan telepon rumah secara bersamaan.

"Leon, aku sudah ngatakan. Jangan kembali ke tanah air sampai keadaan memungkinkan. Suamiku sedang mengusut tindakan asusilamu terhadap Vella."

"Indina, aku tidak akan melakukan itu jika kamu tidak menyuruhku. Kamu tahu sebenarnya aku hanya menginginkanmu."

"Iya, aku tahu, tapi demi masa depan kita kamu harus bersabar ya."

"Sampai kapan? Aku tidak bisa selamanya di luar negeri. Uang yang kamu berikan juga sudah menipis. Aku harus pulang ke tanah air."

"Jangan dulu. Tunggu sampai aku memberi kabar bahwa keadaan sudah membaik. Kamu jangan khawatir, aku akan mentransfer sejumlah uang kepadamu. Bersenang-senanglah di luar negeri dan jangan kembali ke tanah air sebelum aku menyuruhmu kembali."

Suara di ujung telepon tak terdengar lagi. Namun, segera membuat raut wajah Vella sedingin es dan mengerikan. Rahangnya mengerat tajam, menyadari kebusukan yang menimpanya ternyata berasal dari ibu tiri yang selama ini sangat dia hormati.

Tangan Vella meremas gagang telepon dengan kuat, seakan ingin menghancurkan benda berwarna hitam memanjang tersebut dalam genggaman.

'Ternyata kamu ....'

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel