Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Tak Ingin Melepaskan

Vella yang melihat tatapan aneh dari Samuel menjadi sedikit tak enak hati. Kemudian menyumpit dinsum lagi, dan mengulurkan pada Samuel. "Mau?" tanyanya.

Seketika senyum Samuel mengembang. Dia segera membuka mulut untuk menyambut suapan dari Vella. Tapi mulutnya bagai menangkap angin, ketika Samudera dengan cepat memegang tangan Vella dan mengarahkan dinsum tersebut ke mulutnya.

"Kak, Sam. Itu milikku!" pekik Samuel kesal, karena dinsum tersebut sudah masuk ke mulut kakaknya.

Samudera hanya bergeming, dia sama sekali tak menanggapi kekesalan adiknya.

Sementara Vella semakin terbengong, tidak tahu apa yang harus dilakukan melihat tangannya dipegang Samudera.

Sedangkan Samuel saat ini mulai menggerutu dalam hati. 'Benar 'kan? Aku bilang juga apa? Kakakku itu sangat pelit, bagaimana dia bisa berbagi makanan dengan seorang gadis? Ini sangat mencurigakan!'

"Sejak kapan kalian berpacaran?" tiba-tiba Samuel menyeletuk membuat Vella tersedak.

"Uhuk! Aku ... kami tidak ...."

"Memang belum, tapi besok siapa tahu." Samudera memotong ucapan Vella dengan datar, membuat gadis itu semakin tak tahu apa yang harus dilakukan.

Ini benar-benar suasana yang sangat canggung bagi Vella. Tidak ingin terjebak dengan percakapan kakak beradik ini, Vella segera berdiri dan pamit.

"Aku sudah kenyang, terima kasih sudah mentraktir aku dinsum. Lain kali aku akan membalas kebaikan kalian."

Vella segera berbalik dan pergi tanpa menoleh lagi. Sementara Samudera dan Samuel terus menatap punggung ramping Vella yang terus menjauh.

"Apa aku harus bilang pada mama, kalau aku sudah mempunyai calon kakak ipar?" goda Samuel tiba-tiba.

Samudera hanya tersenyum pelit, kemudian berkata, "Ide bagus."

Samuel langsung terkesiap mendengar jawaban dari kakaknya. "Kakak serius menyukainya? Katanya dia sudah punya tunangan lho."

Seketika raut wajah Samudera menggelap dan suram, kemudian berkata datar. "Begitu ya?"

Diam-diam Samudera terus memperhatikan Vella yang berangsur-angsur tak terlihat dari pandangan.

Vella kembali berjalan menuju ke kelasnya, tidak ada ekspresi yang bisa dia pamerkan pada orang yang melihatnya, selalu kaku dan dingin tanpa emosi.

Sampai suara seseorang terdengar menyapa dengan lembut. "Kakak ...."

Vella mengangkat pandangan, dan seketika raut wajahnya semakin suram.

Rino dan Andin sedang berjalan menuju ke arahnya, di samping mereka ada Feli yang menatapnya dengan jijik.

"Kakak dari mana? Dari tadi kami menunggumu di kantin tapi kamu tidak muncul."

Setelah apa yang dia lakukan di belakang Vella, Andin menyapa dengan lembut seakan dia adalah adik yang baik, Vella sungguh tak bisa menahan untuk memberi senyum ironi yang jelas mencemooh.

"Kamu dari mana?" Andin mengulangi pertanyaannya, masih dengan sikap lembut dan terlihat murah hati.

Vella bukan orang yang suka berbasa-basi, kepalsuan adiknya ini benar-benar membuatnya muak.

"Sampai kapan kamu akan mempertahankan sikap palsumu ini? Apakah itu menyenangkan?"

Pertanyaan sarkasme dari Vella mengubah binar wajah Andin menjadi sedih dan dan tidak berdaya, bahkan dia terlihat hampir menangis sekarang. "Kakak ...."

Rino dan Feli pun langsung bersimpati padanya yang sangat rapuh.

"Heh, Vella. Apa kamu tidak bisa berbicara dengan baik? Andin sudah baik hati menyapamu, tapi kamu malah memuakkan seperti ini!" Feli berseru dengan suara keras menghardik Vella.

Vella malah tersenyum remeh dan berkata, "Itu bukan urusanmu."

Feli semakin geram melihat sikap dingin Vella yang semakin menjadi. "Heh, kamu ini sangat keterlaluan! Seharusnya kamu sudah didepak dari sekolahan ini sejak seminggu yang lalu. Aku semakin kasihan pada paman Edgar, karena bersusah payah mempertahankanmu di sekolah ini. Tapi nyatanya kamu memang sangat memalukan!"

"Feli, jangan berkata begitu. Dia adalah kakakku." Suara Andin masih terdengar lembut, namun bukan untuk bersimpati pada Vella, tapi untuk menunjukan bahwa dia lebih baik dari Vella.

"Kamu terlalu baik, Andin. Seharusnya kamu tidak mempunyai kakak seperti dia," cerca Feli sembari menatap Vella dengan penuh kebencian.

"Sudah, sudah, jangan ribut. Vella, seharusnya kamu tidak seperti itu pada adikmu." Rino juga ikut bersuara, membuat Vella tersenyum mencibir.

Tidak ingin menutup-nutupi lagi Vella segera berkata. "Jika kamu sangat kasihan padanya. Kenapa kamu tidak memeluk dan menciumnya seperti yang kamu lakukan di belakangku? Sekalian kamu umumkan perselingkuhan kalian pada semua orang."

Deg.

Rino langsung terkesiap mendengar tuduhan Vella. 'Jadi dia sudah tahu?'

Melihat Rino yang terdiam, Vella kembali menyeringai sengit. Lantas berlenggang pergi tanpa menoleh lagi.

Sementara Andin semakin menunjukan sikap tidak berdaya. Membuat Feli semakin kasihan dan berteriak, "Hei, Vella! Jangan salahkan kak Rino, jika dia berpaling darimu. Kamu sendiri juga tidak setia. Bisa-bisanya kamu main kotor dengan juri kompetisi model. Tentu saja kak Rino berhak mendapatkan yang lebih baik darimu!"

"Feli, sudah. Jangan teriak-teriak seperti itu. Malu diliatin anak lain." Andin berkata dengan lembut mencegah Feli berbicara lagi.

"Dia jahat padamu, kenapa kamu masih membelanya sih?" Feli terlihat sangat geram.

"Dia adalah kakakku ...." Suara Andin terus terdengar tak berdaya, membuat Feli trenyuh, dan menghela napas kasar.

"Kamu terlalu baik, Andin," ucap Feli menurunkan intonasinya.

Andin sangat puas dengan respon Feli terhadap sikap Vella. Wajahnya terlihat memelas, tapi dalam hati dia bersorak gembira. 'Bagus, sebentar lagi kamu pasti akan tenggelam dengan sikap dinginmu sendiri, Vella.'

Kemudian dia beralih menatap Rino yang tampak terdiam setelah Vella melontarkan kebenaran yang terjadi di antara mereka. Dengan raut wajah sedih dia pun berkata, "Kak, maafkan aku ...."

Rino menatap Andin sekilas dan menghela napas kasar. Dia tidak menjawab, tapi anggukan samar terlihat. Lantas dia pergi mengikuti Vella tanpa berucap.

Sembari berjalan Rino sedikit melamun. Semburat rasa bersalah tercetak jelas di wajahnya.

Tapi dia juga tak bisa melepaskan Vella.

Selain cantik, tinggi, dan berprestasi. Vella selalu mempunyai aura yang kuat dan mendominasi.

Gestur tubuhnya menunjukkan gadis mulia yang tidak tertandingi, terlebih Vella juga akan mewarisi kekayaan mendiang mamanya.

Kemakmuran sudah pasti menyelimuti kehidupan Rino saat bersatu dengan Vella.

Teng! Teng! Teng!

Jam sekolah berakhir. Tak ingin menunggu lagi, Rino segera menyahut tangan Vella saat gadis itu berlenggang pergi keluar dari dalam kelas.

"Lepaskan aku!" tolak Vella dengan wajah gusar.

"Aku masih tunanganmu, Vel. Hari ini aku yang mengantarmu pulang."

Vella mendengkus samar, namun tak bisa menolak lantaran genggaman tangan Rino terlalu kuat.

Sepanjang perjalanan menuju ke pelataran sekolah, Rino tak sekalipun melepaskan tangan Vella. Mengundang para siswa siswi untuk saling memandang dan berbisik.

"Bukankah tadi pagi mereka sudah putus?"

"Dari siapa yang memegang tangan, sepertinya Rino yang tak ingin putus dengan Vella."

"Aduh, ganteng-ganteng kok bego sih? Udah dikhianati, masih saja tak mau diputusin."

Bebagai cuitan siswa siswi lain terdengar gemelisik menyapa indera pendengaran.

Namun, Rino sama sekali tak terlihat peduli, lagipula masa depannya bukan mereka yang menentukan.

Ternyata Andin juga sudah menunggu di samping mobil mewah yang menjemputnya.

Tapi saat melihat dua orang yang bergandengan tangan, 10 jarinya pun mengepal kuat.

Namun, wajahnya tetap menunjukkan keramahan, kemudian berkata, "Ayo, Kak."

"Hari ini Vella pulang bersamaku, kamu pulang sendiri saja." Rino segera menarik tangan Vella menuju ke mobilnya sendiri yang juga sudah menunggu.

Seorang sopir segera membukakan pintu. Vella dan Rino segera lenyap di balik pintu mobil tersebut, kemudian mobil segera melaju. Menimbulkan gurat kebencian di wajah imut yang sekarang memancarkan aura mengerikan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel