Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Kita Putus

"Vella, jangan takut. Kamu adalah anak yang kuat. Kamu pasti bisa melewati segalanya. Mama sangat percaya, suatu saat kamu akan bersinar layaknya mutiara di tengah samudera."

Kata yang diucapkan mendiang mamanya masih terngiang di benak Vella, gadis tersebut tak bisa menahan tangis pilu di depan gundukan tanah basah yang bertabur bunga.

Setelah mendapatkan penghianatan kini Vella juga harus menelan pil pahit bahwa ibu kandungnya telah meninggal.

Saat itu rintik hujan turun, seorang wanita berpayung hitam menunduk dan mulai membujuk.

"Vella, ayo kita pulang, Nak. Mamamu pasti akan sedih jika kamu terus seperti ini."

Dia adalah Indina, ibu tiri Vella. Sikapnya lembut dan penuh kasih, hingga Vella tak dapat menolak kebaikannya

Mobil sedan berwarna hitam menembus kabut putih, di bawah guyuran air hujan yang semakin deras.

Suasana berkabung masih terasa kental, kala tiba di kediaman Arganta.

Vella berbaring menyamping dengan sudut mata mengalirkan cairan bening yang menembus bantal.

Dipandangnya batu giok mutiara peninggalan mamanya, dibaca pula secarik kertas yang tertera.

[Vella, mama harap kamu bisa menjaga batu giok mutiara ini sama seperti kamu menjaga nyawamu sendiri. Berproseslah layaknya mutiara, meski terbentuk dari daging lunak, tapi suatu saat dia akan menjadi kuat dan memikat, menyilaukan netra.]

'Kuat? Bagaimana aku bisa menjadi kuat, Ma? Sekarang semua orang sangat jijik kepadaku.'

Seketika tangis Vella pecah kala ingat kejadian beberapa jam yang lalu, bahunya semakin terguncang lantaran terisak.

***

Kondisi Vella belum membaik. Dia masih tertekan, diam, termenung menatap batu giok mutiara peninggalan mamanya.

Saat dia menengok ke lantai bawah, adik tirinya terlihat bahagia memamerkan trofi juara tiga kompetisi model yang dia ikuti kemarin.

Vella menghela napas dan kembali masuk ke dalam kamar.

Suasana hening kembali memeluk setiap harinya.

Hingga seminggu kemudian Vella terlihat mengenakan seragam sekolah, dia siap untuk kembali belajar.

Dukungan moral Vella rasakan dari keluarganya terutama dari sang nenek. "Kamu semangat ya Vella. Semua akan baik-baik saja."

Vella tersenyum samar dari mulutnya yang terkatup rapat. Membuat Andin mencemooh dalam hati ketika dia menunduk.

'Bagaimana kamu bisa mendapatkan kesempatan itu? Kamu sudah mempunyai citra yang buruk di sekolah. Hari ini kamu lolos saja sudah bagus.'

Vella menangkap senyum menjijikan di bibir adik tirinya. Dia juga tersenyum hambar, sepertinya dia memang harus mempersiapkan sesuatu kali ini.

Waktu sarapan sudah berlalu, Vella dan Andin segera menuju mobil. Bahkan Andin juga mempersilahkan Vella dengan ramah dan penuh kasih. "Ayo, Kak."

Vella hanya menatap datar adik tirinya yang bermuka dua itu. Selama satu minggu dia tidak berbicara dengannya, tapi bukan berarti Vella sudah melupakan kejadian di koridor sekolah.

'Ular berbisa,' umpat Vella dalam hati.

Selama perjalanan ke sekolah Andin tersenyum-senyum sembari memainkan gadgetnya.

Sementara Vella sama sekali tak peduli. Dia tengah bersiap untuk sesuatu.

Sesampainya di sekolah, Vella segera mengeluarkan jaket dari dalam tas, dan itu semakin membuat Andin kesal.

Andin tahu, itu adalah jaket yang diberikan Rino satu minggu yang lalu. Paras cantik yang imut itu benar-benar sangat iri ketika Vella mengenakan jaket tersebut.

Vella mengira akan terjadi rengekan yang menyebalkan, tapi nyatanya Andin malah tersenyum lembut dan berkata, "Kak, aku duluan ya, mau ke toilet."

"Hmm." Hanya itu yang keluar dari mulut Vella yang terkatup rapat, dia hanya memandang adiknya yang berjalan tergesa-gesa memasuki gedung sekolah.

Tapi tiba-tiba senyum seringai tercetak pada sudut bibir Vella dengan sadis. Kini tangannya juga bergerak mengambil topi, dan menekuk rambut panjangnya ke atas, kemudian menutup kepalanya dengan topi.

Byur!

Sesuai dengan prediksi Vella. Kepulan serbuk putih menghantam tubuhnya tanpa ampun dari segala arah.

Telur-telur dan juga cipratan susu kotak berbaur menjadi satu dengan tepung yang menodai tubuh Vella terlebih dulu.

Cacian verbal dari teman-temannya juga bersahut-sahutan disertai gelak tawa yang sangat mencela.

"Benar-benar bermuka tebal! Masih berani ya muncul di sekolah?!"

"Menjijikan! Sekolahan kita tercemar gara-gara dia!"

"Pergi saja ke neraka!"

"Dasar Kabut Suram!"

Buk!

Bungkusan tepung melayang ke tubuh Vella yang sudah basah. Hingga serbuk putih tersebut semakin lengket pada jaket yang Vella kenakan.

Saat Vella mengangkat kelopak mata dia menangkap sosok Andin yang berdiri di balik dinding sekolah dengan senyum mengejek.

Tangan Andin melipat di depan dada dengan sangat angkuh ketika dia menatap Vella.

Diam-diam Vella mengepalkan sepuluh jarinya dalam diam.

Tepat pada saat itu Rino muncul, membuat Andin bergegas menyembunyikan diri di balik dinding.

'Dasar pengecut!' caci Vella dalam hati.

"Rino, jangan coba membelanya. Bahkan dia tidak setia kepadamu." Seseorang berkata ketika melihat Rino tiba.

"Iya, benar. Seharusnya kamu meninggalkan gadis seperti itu."

"Kamu sangat tampan dan kaya, seharusnya kamu mendapatkan gadis yang lebih baik dari Kabut Suram ini!"

"Putuskan saja dia!"

"Benar, dia benar-benar tidak pantas untukmu."

Cuitan para siswa-siswi bersahut-sahutan menguarkan ujaran provokatif pada Rino yang kini wajahnya mengeruh. Namun, itu malah membuat Vella tersenyum hambar.

"Bukan dia yang akan memutuskan, tapi aku," ucap Vella dingin sembari menatap Rino tajam.

Vella segera melepas jaket dan topi kotor yang dia kenakan, kemudian menyerahkan pada Rino, sembari berkata, "Ku kembalikan sampah yang kamu berikan padaku. Mulai sekarang tidak perlu menunjukkan perhatian palsumu. Kita putus."

Rino tersontak mendengar keputusan Vella, "Vella, kamu ini bicara apa? Jangan mengambil keputusan secara impulsif."

Sudut bibir Vella kembali terangkat, menampilkan seringaian jahat yang seharusnya tidak dia miliki.

Teman-temannya pun kembali riuh dan berbisik-bisik mencela, melihat sikap sombong dan arogan yang Vella tunjukan.

"Cih ... Sepatu rusak saja belagu!"

"Huu ... dasar Kabut Suram!"

Wajah Rino semakin menggelap mendengar seruan teman-temannya. Dan yang paling penting dia tidak bisa menerima jika Vella memutuskannya.

"Vella ...."

Vella sungguh tak ingin menimpali ucapan Rino, dia ingin segera pergi. Namun, begitu melihat Andin menampakkan tubuh sembari tersenyum lembut, dia pun kembali menyeringai sengit.

Vella yakin, hati Andin pasti sangat senang dan berbunga-bunga saat mendengarnya memutuskan Rino

'Ambil saja sampah yang aku buang!' batin Vella acuh tak acuh.

Namun, ketika Vella hendak pergi anak-anak kembali gaduh menyerukan nama seseorang.

"Samudera ...."

"Samudera datang ... minggir!"

"Minggir ... Samudera datang!"

Seketika kerumunan anak-anak bagai lautan terbelah. Menyingkir ke sisi kanan dan sisi kiri.

Kemudian sosok tinggi, dingin, dan terlihat tak berperasaan, muncul diikuti satu anak laki-laki kelas 10 dan sepasang anak kembar kelas 11.

Mereka adalah tuan dan nona muda dari keluarga Baswara, pemilik yayasan SMA Puncak Langit.

"Astaga ... Samudera keren banget!"

Vella menghela napas kasar. Dia sama sekali tidak tertarik dengan kegaduhan ini, kemudian dia berbalik dan kembali melanjutkan niatnya untuk membersihkan diri ke toilet.

Namun, saat itu dia melihat adik tirinya sedang tersenyum dan berbenah diri, sepertinya dia juga ingin mencari perhatian pada tuan muda yang hendak lewat tersebut.

Vella pun kembali menyeringai sengit dan membatin, 'Cih, tidak tahu malu.'

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel