Bab.15. CEO Pencemburu
Malam itu sesampainya di apartmentnya St. Catherine's on Park, Deasy mandi lalu membersihkan wajahnya dengan skin care. Dia menatap bayangannya di cermin dan tersenyum.
"Apa aku cocok menjadi pacar seorang CEO seperti Leeray?" ucapnya pada cermin di hadapannya. "Tapi aku bahagia sekali hari ini, dia begitu tampan dan kaya, aku sangat beruntung ...."
Setelah selesai membersihkan wajahnya, Deasy pun berbaring di ranjang queen size-nya. Tak lama kemudian dia terlelap. Sepertinya Leeray terlalu memenuhi pikirannya hingga terbawa ke dalam mimpinya. "Lee ...," bisiknya ketika dia mengigau dalam tidurnya.
Hari pun berganti pagi, Deasy terbangun dengan badan yang segar bugar. Dia merenggangkan otot-ototnya dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. Aahhh ....
Deasy membuka kaca jendela apartmentnya untuk menghirup udara pagi kota Perth yang masih segar belum tercemar polusi asap kemdaraan bermotor. Fajar baru saja merekah, dia menyukai warna langit fajar sama seperti langit senja juga.
Dia pun menyeduh secangkir kopi sebelum mandi pagi. Dia menyukai aroma harum kopi arabika karena membuatnya fokus di pagi hari, gadis itu menambahkan 2 balok gula pasir ke dalam cangkir kopinya.
Jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 06.35. Sepertinya dia harus bergegas mandi karena bosnya itu selalu mulai bekerja pukul 08.00. Deasy segera mandi di bawah shower air dingin, menyabuni dirinya dengan sabun beraroma dedaunan eksotik favoritnya yang membuatnya seperti sedang berada di tengah hutan hujan tropis. Kemudian membilas busa sabun itu hingga bersih lalu mengeringkan dirinya dengan handuk bersih.
Dia membuka lemari bajunya untuk memilih baju untuk bekerja. Sepertinya kemeja sutera lengan panjang warna merah dan rok hitam selutut cukup sopan dan elegan. Deasy pun segera memakai baju itu lalu berdandan sedikit dengan bedak loose powder dan lipstick warna maroon supaya wajahnya tidak nampak terlalu pucat. Kemudian menyisir rambut coklat panjangnya yang bergelombang.
Ponsel Deasy berbunyi dengan id caller 'Leeray My Boss'. Dia pun tertawa kecil, mungkin dia harus mengganti id name nomor Leeray nanti.
Deasy : "Halo, Lee."
Leeray : "Halo, Sayang. Aku menjemputmu di depan lobi apartment. Apa kau sudah siap berangkat ke kantor?"
Deasy : "Ohh aku turun sekarang, Lee."
Gadis itu segera mengambil tas kerjanya lalu memakai sepatu dan bergegas turun ke lobi apartmentnya. Sebuah Lamborghini biru terparkir dengan santai di depan pintu masuk apartment.
Sepertinya sekuriti apartment pun tak berani menegur pengemudinya untuk memindahkan mobil sport mewah itu. Lagipula hari masih sangat pagi.
Deasy melirik jam tangannya, masih pukul 07.20. Bosnya itu sungguh gila kerja! Ehmm kekasihnya ... sungguh gila kerja! ulang Deasy dalam hatinya, ia memutar bola matanya seraya masuk ke kursi penumpang. Sekuriti apartment membantunya membukakan pintu mobil sport mewah itu.
"Hai, apa tidurmu nyenyak semalam?" sapa Leeray sembari menyetir ke arah gedung kantornya yang tak jauh dari apartment Deasy.
Deasy tersenyum menoleh ke arah Leeray seraya menjawab, "Yaaa ... aku tidur dengan lelap sampai pagi. Ngomong-ngomong jam berapa kau bangun pagi, Lee?"
"Oohh kenapa, Deasy? Aku bangun sekitar pukul 05.00 kadang lebih awal," jawab Leeray memperhatikan jalanan di depannya sambil sekilas menoleh ke arah Deasy. "Kau cantik sekali hari ini, Sayang," pujinya sembari tersenyum pada Deasy.
Gadis itu pun merona wajahnya mendengar pujian kekasih barunya. "Well, pagi sekali ya, kau bangun ...," sahutnya agak terkejut.
"Mungkin karena sudah jadi kebiasaan di keluargaku, saudara-saudara dan papiku semua bangun sekitar jam segitu. Biasanya kami berolahraga pagi sebelum memulai hari, mandi lalu sarapan pagi bersama," ujar Leeray dengan santai.
"Aku cukup terkesan dengan kebiasaan keluargamu, Lee. Kupikir keluarga orang kaya biasanya bangun siang dan bermalas-malasan," ucap Deasy jujur.
"Ahh kurasa mungkin sebagian besar orang kaya memang seperti itu, tapi papiku mendidik aku dan saudara-saudaraku dengan keras sedari kami kecil. Otot-otot di tubuhku ini sudah dilatih sejak aku masih remaja. Mungkin kau ingin menyentuhnya kapan-kapan, Sayang," ujar Leeray seraya mengerling menggoda Deasy.
Deasy pun menjadi salah tingkah, bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia memutuskan untuk diam saja.
Untungnya mobil itu sudah sampai di gedung kantor Leeray jadi Deasy tidak harus menjawab pria itu. Dia memarkir mobilnya di basement.
Mereka berdua naik ke lantai teratas gedung kantor itu dengan lift khusus CEO. Leeray meletakkan tangan Deasy di lengannya yang kekar.
"Apa hari ini kau mau lembur lagi bersamaku, Sayang?" tanya Leeray santai.
Deasy tertawa berderai seraya berkata, "Oohh astaga! Sepertinya status sebagai pacar bos itu tidak mengubah jam kerjaku, aku masih tetap harus lembur."
Pria itu pun tertawa mendengar protes kekasih barunya itu. Mereka pun sampai di lantai teratas gedung itu. Kemudian segera berjalan masuk ke ruangan CEO.
"Kita bekerja secara profesional, Sayang. Aku berjanji akan memanjakanmu setelah pekerjaanmu selesai," ujar Leeray sembari melingkarkan lengannya di pinggang ramping Deasy dan menatap wajah gadis itu. Dia semakin terbiasa dengan aroma tubuh Deasy yang seperti dedaunan hijau di dalam hutan.
Deasy membalas tatapan Leeray, mengagumi ketampanan pria dengan tampang Asia itu. "Kita pulang pukul 21.00, aku tidak ingin ditawar. Kau bekerja seperti orang gila, nanti kau sakit kalau seperti ini terus," balas Deasy tak mau mengalah.
"Oke. Deal. Kau negosiator yang bagus, Deasy. Aku mencintaimu, Sayang. Dan ... mulailah bekerja untukku!" ujar Leeray seraya mencuri sebuah kecupan di bibir Deasy lalu berjalan ke kursi kerjanya.
Gadis itu sedikit terkejut lalu tertawa seraya menggeleng-gelengkan kepalanya karena tingkah Leeray.
Dia pun bergegas ke meja kerjanya sendiri lalu menyiapkan kertas baru untuk mengerjakan desain lantai 6 superblock. Sebenarnya semakin tinggi lantainya, tugasnya semakin ringan. Tapi ini baru separuh jalan karena ada 12 lantai di desain superblock yang dia ajukan dulu.
Mereka berdua sibuk dengan pekerjaan masing-masing hingga pintu ruangan CEO diketuk dari luar.
Tok tok tok.
"Masuk," ucap Leeray.
Ternyata Donovan Harper yang memasuki ruang kantor CEO. Pria itu menatap ke arah Deasy yang sedang sibuk menggambar sketsa desain di hadapannya.
"Hello, Leeray. Hello, Deasy," sapa Donovan seraya duduk di seberang Leeray.
Deasy melihat Donovan sekilas dan tersenyum seraya menjawab, "Hello, Sir."
"Hello, Donovan. Ada perlu apa datang ke tempatku pagi-pagi benar?" tanya Leeray tanpa basa-basi.
Donovan bersedekap dan duduk bertumpang tali, dia berkata, "Seperti biasa, daddy memintaku mengecek progres proyek superblock. Dia begitu excited dengan proyek ini, kau tahu? Aku sampai bosan mendengarnya berceloteh pagi, siang, malam tentang superblock."
Leeray tertawa mendengar keluhan Donovan. "Well, kurasa Tuan Alfred Harper memiliki intuisi bisnis yang bagus. Kau tahu, Don, bila proyek superblock ini selesai maka uang yang sangat banyak akan mengalir dengan deras," ujar Leeray sambil duduk bersandar memutar-mutar kursinya ke kanan dan ke kiri.
"Sepertinya daddy dan kau satu spesies yang sama dalam hal bisnis," ucap Donovan seraya menghela napas panjang.
Donovan menggeser kursinya ke dekat meja Deasy. "Hei, Cantik, kau sibuk sekali! Kenapa tidak membalas pesan WA-ku?" tanya pria itu.
Deasy menghentikan pekerjaannya lalu mendongak menatap Donovan setelah itu dia melirik ke arah Leeray. Sepertinya Leeray cemburu dan kesal melihat Donovan mendekatinya, wajah tampannya berkerut tapi bagi Deasy justru nampak kekanak-kanakan menggemaskan. Dia tak dapat menahan tawanya.
"Hei, apa yang lucu?" tanya Donovan bingung.
"Ohh maaf tidak ada apa-apa, aku hanya teringat sesuatu yang lucu saja," jawab Deasy seraya menghentikan tawanya yang sepertinya agak sulit untuk berhenti. "Maaf, aku harus ke toilet sekarang. Permisi," pamit Deasy sebelum dia meledak dalam tawa karena ekspresi wajah Leeray.
Gadis itu segera berlari ke toilet CEO dan menutup pintu. 'Oohh astaga! Pria itu ternyata begitu pencemburu,' batinnya seraya tertawa lagi.