Bab.14. Pacar Kecilku
Setelah insiden di dalam mobil tadi, Deasy dan Leeray menjadi canggung. Mereka berjalan bersisian di taman mansion milik Leeray sore itu. Menikmati pemandangan matahari terbenam dari taman yang penuh tumbuhan bunga yang mekar beraneka ragam.
Leeray memetik sekuntum bunga mawar putih dan menyelipkan itu di atas telinga Deasy.
"Kau cantik sekali seperti ini, Sayangku," ucap Leeray seraya membelai pipi Deasy yang halus.
Netra Deasy yang berwarna biru seperti warna langit senja itu selalu berhasil membuat Leeray terpesona ketika menatapnya.
Gadis itu melingkarkan lengannya di pinggang Leeray yang ramping dan berotot lalu menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. Entah kenapa rasanya begitu nyaman dan tanpa ada kekuatiran ketika dia bersama Leeray. Deasy membatin dalam hatinya.
Leeray membelai kepala Deasy dengan lembut ketika gadis itu bersandar di tubuhnya yang kokoh. Dia pun mengecup kening gadis itu. Rasanya begitu bahagia di dalam hatinya.
Hubungan yang awalnya tanpa harapan kini menjadi begitu dekat. Dia tak pernah membayangkan akan memiliki kesempatan untuk bersama dengan Deasy ketika awal mereka berkenalan.
Jakarta dan Perth begitu jauh jaraknya, mereka bahkan sempat mengalami salah paham karena desain kaca patri rumah barunya yang di Jakarta hingga mengalami lost contact. Namun, cinta selalu memiliki keajaibannya dalam menyatukan dua hati.
"Aku mencintaimu, Deasy."
"Ajari aku mencintaimu, Lee."
"Jadilah milikku, Deasy."
"... aku pacar kecilmu," sahut Deasy seraya tersenyum imut menatap Leeray.
Leeray pun tertawa geli menatap Deasy lalu berkata, "Pacar kecilku karena kita berbeda 15 tahun? Kau masih sering bandel seperti anak kecil, mungkin aku harus menghukummu kalau kau nakal, Sayang."
"Jangan memukulku atau aku akan kabur!" ancam Deasy sambil cemberut.
"Aku tidak pernah memukul wanita dan anak-anak," balas Leeray lalu menyusurkan bibirnya di garis rahang Deasy, turun ke lehernya dimana aroma parfum yang seperti tumbuhan hijau di hutan itu menyerbu indera penciumannya, mengingatkan Leeray akan mimpinya tentang rusa bertanduk cantik di hutan.
Deasy merasa seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya. 'Perasaan ini apakah cinta?' tanyanya di dalam hatinya.
Pria itu menautkan bibirnya di bibir Deasy, membelainya hingga lutut Deasy terasa goyah karena limbung. Leeray menahan pinggang gadis itu supaya tidak jatuh. "Cintaku yang cantik," bisiknya.
Ketika matahari kembali ke peraduannya, langit Australia berubah menjadi gelap laksana permadani hitam keunguan bertabur bintang gemerlapan begitu elok. Leeray mengajak kekasih kecilnya itu masuk ke dalam rumah.
Mereka pun berjalan ke arah rumah sambil menatap langit bertabur bintang. "Di sini bintang-bintang itu tampak lebih jelas dibanding di kota," ujar Deasy dengan ceria sambil memandangi kerlip bintang.
"Tentu saja, karena di tempatku masih jarang pemukiman penduduk. Jadi sinar lampu tidak membuat cahaya bintang itu memudar. Apa kau suka mengamati bintang-bintang? Mungkin aku bisa menemanimu ke observatorium untuk melihat rasi bintang dan benda antariksa lainnya dengan teleskop," balas Leeray sambil merangkul bahu Deasy.
"Wow! Itu ide yang bagus, Sayang. Kapan-kapan ya, ajak aku ke sana?" ucap Deasy dengan penuh semangat.
"Hmmm pasti, Cantik."
"Kurasa kita makan malam saja dulu, kemudian aku akan mengantarmu pulang ke apartmentmu," ujar Leeray ketika masuk ke rumah.
Pelayan-pelayannya sudah siap menyambutnya di ruang makan. Mereka melayani Leeray dan Deasy untuk duduk di kursi. Kemudian berdiri di sekitar situ untuk menunggu perintah.
Deasy merasa bahwa dia seperti berada di film-film tentang bangsawan Eropa dan meringis jengah. Leeray nampaknya biasa saja karena seumur hidupnya sudah berjalan seperti itu. Dia menatap Deasy lalu mengangkat alisnya.
"Ada apa, Sayang? Kau ingin makan apa?" tanya Leeray seraya mengamati menu di meja makan bundar yang lebar itu.
Gadis itu melihat-lihat menu di meja makan lalu berkata, "Menunya sepertinya semua nampak lezat. Boleh aku mencoba semuanya?"
Leeray tertawa geli lalu menjawab, "Tentu saja boleh, kau juga boleh membungkusnya untuk dibawa pulang kalau mau."
Deasy pun tertawa renyah. "Itu keterlaluan ...."
Mereka pun mulai makan malam berdua. Deasy menyendokkan nasi ke piring Leeray terlebih dahulu, melayani kekasih barunya itu. Leeray berterima kasih padanya. Kemudian berkata bahwa dia akan mengambil sendiri lauknya.
Appetite Leeray membaik belakangan ini semenjak Deasy sering menemaninya makan. Menurutnya makan sendiri di meja makan terasa begitu menyedihkan dan membuatnya merasa home sick. Dia kagum dengan Deasy yang sanggup tinggal sendirian di Perth untuk studi S2.
"Aku suka sekali makan bebek goreng kremes seperti ini, Lee. Sungguh mengobati rasa rinduku pada makanan Indonesia. Terima kasih," ucap Deasy sambil mengunyah makanannya.
Leeray akan mengingatnya, dia akan berusaha menyenangkan gadisnya itu. "Kau bisa mengatakan padaku menu apa yang kau inginkan. Bibi Rina, akan memasakkannya untukmu. Dia bisa memasak segala macam masakan Indonesia. Di rumahku yang di Jakarta, kami memiliki 3 juru masak. Aku sengaja membawa 1 juru masak yang paling ahli memasak masakan Indonesia dan masakan Chinese food kemari. Masakan Barat membuat perutku agak kembung, mungkin kesannya agak kampungan, tapi itu yang terjadi," ujar Leeray sembari menertawakan dirinya sendiri.
Deasy pun ikut tertawa, dia baru tahu bahwa Leeray sebetulnya agak manja dan sulit beradaptasi. Namun, bagi bilioner seperti Leeray apa pun bisa diatur sesuai seleranya.
"Mmmm ... puding kelapa mudanya lezat sekali," puji Deasy ketika mencicipi desert untuk makan malam.
Leeray tertawa lagi. "Itu juga favoritku sedari kecil, Sayang. Mungkin selera makanan kita agak mirip." Dia pun menyendok secuil puding kelapa muda di mangkuknya yang berisi es krim vanila dan puding kelapa muda.
Setelah mereka selesai makan, Leeray mengajak Deasy ke ruang keluarga sebentar untuk menonton TV sembari menunggu makanannya turun ke usus. Lagipula dia senang ditemani oleh gadisnya itu.
"Kita nonton TV sebentar ya. Setelah itu aku akan mengantarmu pulang." Leeray menghidupkan home theatre-nya.
"Tahukah kamu, aku jarang sekali menonton TV semenjak pindah ke Perth?" ucap Deasy seraya bersandar di tubuh Leeray, mereka duduk bersebelahan di sofa.
"Aku pun sama denganmu. Mungkin ini hari libur pertamaku semenjak menginjakkan kaki di Perth. Menjadi seorang CEO itu melelahkan, Sayang. Aku harus bertanggungjawab untuk ribuan karyawanku. Kelak bila kau menjadi istriku, kuharap kau akan mengerti," balas Leeray sembari membelai kepala Deasy.
"Kenapa kau berpikir begitu jauh, Lee? Aku bahkan belum genap sehari menjadi pacarmu," tanya Deasy dengan tidak nyaman, menikah itu berada di daftar terbawah dalam prioritas hidupnya.
Leeray tersenyum diam-diam, dia pun berkata, "Bagiku, kamulah cinta terakhirku, Deasy. Entah bagaimana aku menurutmu ...."
"Beri aku waktu lebih lagi untuk mengenalmu, Lee. Aku memang merasa sangat nyaman dan aman ketika berada di sisimu. Tetapi, aku ingin menjalani semuanya dengan lebih santai," jawab Deasy.
"Baiklah."
Deasy menggenggam jemari tangan kanan Leeray lalu mengecupnya. "Aku selalu merasa tanganmu begitu kokoh, setiap kali kita berjabat tangan, kesan bahwa kau pria yang dapat diandalkan itu muncul secara alamiah."
Leeray tertawa geli mendengar komentar Deasy tentang tangannya. Namun, sepertinya gadisnya itu benar. Dia memang tipe pria yang dapat diandalkan.
"Tentu saja, kau beruntung mendapatkan pria sepertiku, bukan?" gurau Leeray.
Deasy menatap wajah tampan Leeray dengan tersipu malu.
"Oya, Donovan kemarin mengirimiku pesan WA. Entah darimana dia mendapatkan nomorku," cerita Deasy.
Senyum di wajah Leeray pun memudar. 'Apa yang diinginkan Donovan Harper dari gadisnya ini?' batin Leeray dengan perasaan galau.