Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Bersama Pria Itu

Bab 9 Bersama Pria Itu

Sesampainya di Fly Club, Moza segera ke ruangan manajer dan meminta info tentang kliennya.

"Kamu sudah ditunggu klienmu, Mawar," ujar pria itu begitu melihat Moza di ambang pintu.

"Baik Pi, room berapa?"

"318." Manajer memberi kunci kamar untuk Moza.

"Aku pergi, Pi."

"Selamat bersenang-senang, semoga bertebaran bonus hari ini." Moza tertawa mendengar guyonan manajernya. Dia segera meninggalkan ruangan itu menuju ruangan yang telah dibooking kliennya.

Ceklek

Pintu terbuka dengan kunci yang dibawa oleh Moza. Gadis itu masuk dan menatap laki-laki tampan yang telah menunggunya. Laki-laki itu sedang santai di tempat tidur seraya menonton channel Youtube dengan serius. Namun, melihat Moza datang, laki-laki tampan itu tersenyum manis.

Doni klien tetap Moza sedang menatapnya penuh rindu. Dia kemudian merentangkan tangan meminta Moza mendekapnya. Moza mengernyitkan dahinya dengan wajah heran. Doni terlihat hanya menggunakan kaos slim fit yang membentuk tubuhnya yang kekar dengan boxer berwarna hitam. Terlihat perut laki-laki itu yang membentuk roti sobek menambah kesan maskulin yang kental dalam dirinya.

"Hai Mas Doni," sapa Moza begitu ia mencapai Doni.

"Halo Cantik."

Moza segera naik ke tempat tidur menghampiri Doni. Doni lalu meraih tubuh Moza dan membawanya kepelukannya. Moza menghirup aroma woody di tubuh laki-laki yang menjadi kliennya ini, dia sedikit heran karena Doni hanya memeluknya saja dalam waktu yang lumayan lama. Biasanya lelaki ini tidak akan menyia-nyiakan waktunya untuk bercinta.

“Mas Doni ada apa?" Moza tengadah dan menatap wajah tampan yang tengah mendekapnya.

"Maksudmu apa?"

"Kok hari ini berbeda?"

"Berbeda dari sisi mana, Honey?"

"Tidak biasanya Mas hanya diam? Apa Mas Doni sedang tidak enak badan saat ini?" Moza menjejakkan telapak tangannya yang mungil di dahi Doni. Pria itu tertawa kecil mendengar perkataan Moza.

"Tidak Mawar aku baik-baik saja kok. Aku sehat. Sungguh." Berkata begitu, Doni malah semakin mengeratkan pelukannya. Dia mengecup puncak kepala Moza lembut.

"Hari ini aku hanya ingin kamu menemaniku, Honey. Tidak akan ada aktivitas bercinta seperti yang biasanya kita lakukan," ucap Doni.

"Lalu kenapa Mas mau bertemu aku jika kita tidak melakukan apa-apa? Aku jadi tidak enak sama mas Doni. Pasti sudah bayar mahal."

"Aku tidak mengerti Mawar. Aku selalu merasa senang saat berada bersamamu. Aku juga bingung ada apa dengan diriku. Aku selalu saja ingin dekat denganmu. Mendengar suaramu saja aku sudah sangat senang. Bahkan walau aku tidak tahu wajah aslimu karena selalu tertutup topeng."

"Mungkin Mas Doni hanya merasa kesepian saja. Butuh teman untuk bicara. Untuk itu Mas merasa nyaman ketika kita bersama."

"Tidak Honey, aku merasa kamu berbeda. Kita sudah beberapa kali bersama. Bercinta tanpa perasaan apa-apa. Awalnya, tapi setelah beberapa kali bertemu denganmu, aku merasa nyaman. kadang aku rindu. Bahkan terkadang aku tiba-tiba ingin bertemu padahal aku tahu jam kerjamu hanya di saat malam tiba. Dan saat aku rindu, aku tidak bisa menahan untuk segera bertemu denganmu. Apa aku jatuh cinta padamu, Honey?"

“Jangan jatuh cinta padaku Mas.” ujar Moza dengan suara serak. “Aku tidak patut dicintai, aku hanya wanita yang bisa dipakai kapan pun kamu mau. Aku hanya wanita bayaran yang tidak pantas dicintai dan mencintai. Mas Doni akan menemukan wanita baik dan suci yang cocok buat mas. Masa depan Mas Doni sudah jelas di depan mata. Kenapa harus jatuh pada wanita sepertiku yang tidak ada artinya?"

"Kata siapa kamu tidak berarti? Bagiku kamu berarti. Aku tidak peduli apa pekerjaanmu saat ini. Yang penting mulai sekarang kamu tidak melayani laki-laki lain lagi."

"Soal itu Mas Doni bisa bicara langsung ke manajer aku. Selama aku masih bekerja di sini, aku harus mengikuti peraturan di sini."

"Kalau Mas carikan pekerjaan yang lain, mau tidak?"

"Pekerjaan apa Mas? Aku tidak punya ijazah untuk pekerjaan yang lebih baik."

"Ijazah SMA juga tidak ada?" tanya Doni.

"Aku belum lulus sekolah Mas. Baru beberapa bulan lagi akan ujian kelulusan."

"Hah? Serius?" tanya Doni kaget.

Moza hanya mengangguk pelan. Doni terdiam sejenak, entah mengapa dia merasakan sesuatu yang dia tidak bisa ungkapkan. Dia merasa terenyuh dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui tentang seorang Mawar.

"Jadi saat ini kamu masih sekolah?"

"Iya Mas."

"Apa karena kamu butuh biaya, Mawar?"

"Sangat Mas, aku butuh biaya rumah sakit Bapak yang sudah sebulan dirawat di rumah sakit. Belum lagi aku harus membiayai hidupku sendiri. Tapi sudahlah Mas Doni tidak perlu ikut memikirkannya. Aku bukan siapa-siapa buat Mas. Jadi tidak usah iba padaku, aku tidak ingin ada belas kasihan di sini."

Doni kemudian merengkuh tubuh Moza lalu mendekapnya dengan sayang. Moza hanya terdiam membiarkan Doni melakukannya. Tidak ada aktifitas bercinta seperti biasanya. Hanya terdengar suara Doni yang bercerita tentang pekerjaannya dengan segala macam kegiatan dan rutinitas yang dia lakukan, tentang dirinya yang masih belum ingin berumah tangga dan sedikit tentang keluarganya, hingga beberapa saat kemudian Moza tertidur di pelukan Doni.

Doni tersenyum saat menyadari bahwa Moza tertidur. Tidak sadar dia membuka topeng yang menutupi wajah Moza. Doni menatap takjub wajah cantik Moza seraya tersenyum tipis. "Cantik, sangat cantik," gumam Doni.

Setelah puas menatap wajah Moza, Doni segera kembali memasang topeng yang Moza gunakan. Kemudian Doni ikut terlelap di samping Moza. Mereka tertidur dan terjaga di tengah malam buta. Moza terbangun ketika waktu menunjukkan pukul tiga dinihari.

"Sudah bangun, Cantik?" tanya Doni seraya tersenyum.

"Mas Doni maaf, aku tertidur. Kenapa tidak membangunkan aku?"

"Tidurmu lelap sekali. Aku tidak tega membangunkanmu."

"Tapi kita sudah melebihi waktu yang sudah ditentukan. Aku yakin kita akan terkena denda."

"Biar saja, nanti akan aku bayar dendanya. Tenang saja kamu tidak usah memikirkan itu ya."

“Baik Mas, lalu bagaimana?"

"Aku akan antar kamu pulang, Ini sudah larut malam. Kasian kalau kamu harus pulang jam segini."

"Terserah Mas Doni saja."

Dan mereka berdua segera bersiap-siap untuk pulang. Denda perpanjangan waktu diurus oleh Doni. Pemuda itu segera menarik Moza ke mobilnya untuk pulang. "Kamu tidak apa-apa pulang ke rumah jam segini? Apa tetanggamu tidak nyinyir melihatmu pulang larut malam bahkan menjelang subuh.”

"Tidak apa-apa Mas. Aku sudah siap dengan semua resikonya. Ini pilihan jalan hidup yang aku tempuh. Mereka juga tidak akan membantuku untuk membiayai hidupku. Jadi aku tidak akan perduli dengan omongan mereka."

"Tapi kamu tetap harus hati-hati Mawar. Kamu tetap harus lebih perduli dengan sekelilingmu. Takut saja ada yang ingin berbuat jahat padamu."

"Iya Mas, terima kasih dengan semua perhatian Mas. Mas Doni sudah sangat perhatian padaku yang bukan siapa-siapa ini. Aku merasa tersanjung Mas perhatikan aku sedemikian rupa. Aku terharu."

Sampai tiba di suatu jalan yang masih sekitar dua kilometer dari rumahnya, Moza minta diturunkan dari mobil.

"Mas kita sudah sampai."

"Oh ya? Rumah kamu di mana?"

"Di dalam gang itu Mas," tunjuk Moza pada sebuah gang.

"Aku antar sampai di depan rumahmu ya, Cantik."

"Tidak perlu Mas, malah menimbulkan pertanyaan dari tetangga nantinya."

“Oh ya, aku mengeti. Jika begitu hati-hati ya Cantik. Ini ambillah untuk membantu membeli obat untuk ayahmu,” Doni memberi selembar cek yang berisi sepuluh juta. Moza terbelalak kaget dengan pemberian Doni yang jumlahnya terlalu banyak untuk ukuran dia.

"Ini terlalu banyak, Mas."

"Itu murni dari aku untuk ayahmu. Tolong terima pemberianku. Kamu bisa cairkan ini di bank yang tertera di situ. Itu cek tunai. Silakan ke bagian kasir saat akan mencairkannya."

"Baiklah Mas Doni, terima kasih. Aku sungguh-sungguh berterima kasih.”

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel