Bab 10 Bersama Andrew
Bab 10 Bersama Andrew
Moza berdiri di samping mobil Doni dan melambaikan tangannya, sampai Doni kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Moza. Saat mobil Doni telah hilang dari pandangan matanya, barulah Moza melangkahkan kakinya menuju ke rumahnya yang harus melewati beberapa gang lagi dari tempatnya berdiri.
Sekitar lima gang yang harus dia lewati barulah dia akan menemukan gang tempat tinggalnya. Moza sengaja menyamarkan alamat rumahnya dari Doni. Moza berjalan kaki ke arah rumahnya. Malam sudah sangat larut. Bahkan tidak terlihat seorang pun yang berada di jalan, saat Moza melangkahkan kakinya ke rumahnya yang sederhana. Sesampainya di rumah dia lalu segera ke kamarnya dan kembali tertidur. Moza masih merasakan kantuk, hingga gadis itu tertidur pulas di tempat tidurnya.
***
Tok Tok Tok
Terdengar suara ketukan pintu membuat Moza terkejut. Pasalnya dia baru saja selesai membuat sarapan. Moza melirik jam dinding di ruang tamu yang menunjukkan angka tujuh. Moza menuju ke arah pintu lalu membukakan pintu untuk mengetahui siapa yang menjadi tamunya sepagi ini.
"Kamu?"
"Boleh masuk tidak?"
Moza membukakan pintu untuk Andrew, tamunya yang sepagi ini sudah hadir di rumahnya. "Sepagi ini kamu buat aku kaget. Aku bingung siapa tamuku sepagi ini. Aku sangat khawatir, aku pikir dari pihak rumah sakit tempat Bapak dirawat."
"Maafkan aku, Za. Aku lagi suntuk di rumah. Papa dan Mamaku sedang ke luar negri untuk mengunjungi anak perusahaan Papa di sana," jawab Andrew.
"Sudah sarapan?" tanya Moza. Andrew menggeleng seraya menatap wajah Moza yang cantik natural dan alami tanpa riasan apapun.
“Aku tadi kebetulan baru selesai buat nasi goreng. Ayo makan."
Moza dengan cuek menarik tangan Andrew untuk mengikutinya ke dapur. Moza lalu menyiapkan piring dan mengambilkan nasi goreng buatannya untuk Andrew, setelah itu dia mengambilkan untuk dirinya sendiri, lalu dia menuangkan teh hangat untuk Andrew di gelas kosong.
"Ayo makan," ajak Moza..
Andrew mencoba dan mencicipi nasi goreng buatan Moza. Sendok pertama membuat Andrew kaget, ternyata makanan yang baru saja dia masukkan ke mulutnya sangat lezat. Andrew menatap Moza dengan kagum.
"Kenapa? Tidak enak ya? Maaf ya mungkin nasi gorengnya tidak cocok dengan lidahmu. Kamu boleh membuangnya atau letakkan saja di piring itu, tidak usah dihabiskan."
"Ini sangat enak,” puji Andrew jujur. “Kamu ternyata pintar masak ya, Za. Sudah bisa jadi ibu tumah tangga," kekeh Andrew, membuat Moza ikut tertawa.
"Oh ya? Syukurlah jika kamu menyukainya. Artinya piringmu akan kosong yang membuat pekerjaanku nanti lebih mudah karena tidak perlu membuang makanan sisa," ucap Moza senang.
Andrew dan Moza sarapan bersama hingga makanan mereka habis tidak bersisa. Bahkan Andrew menghabiskan nasi goreng yang masih tersisa sekitar setengah porsi. "Terima kasih ya Za, nasi gorengmu sangat enak. Sumpah! Aku sangat menyukainya."
"Ah, ini bukan apa-apa. Nanti lain kali kalau kamu ingin lagi, katakan saja padaku, nanti akan aku buatkan untukmu."
"Serius?"
"Serius Andrew. Aku akan membuatkannya jika kamu mau."
"Tentu saja aku mau. Siapa tidak mau dibuatkan makanan enak seperti tadi." Moza tersenyum senang mendengar Andrew menyukai masakannya. Entah mengapa ada desiran halus di dadanya.
"Aku ganti pakaian dulu ya, Ndrew," Moza meninggalkan Andrew di ruang tamu, menuju kamarnya dan mengganti pakaiannya.
Beberapa saat kemudian Moza ke luar kamar dan kembali menghampiri Andrew. Moza mengenakan dress terusan sebatas lutut berwarna salem dengan sepatu flat berwarna senada. Rambutnya dibiarkan tergerai membuat kecantikan Moza terpancar seakan memenuhi ruangan di rumahnya.
"Sudah siap?" tanya Andrew tanpa memalingkan wajahnya dari Moza. Andrew seperti terhipnotis dengan wajah cantik Moza. Dia baru menyadari ternyata Moza adalah gadis cantik yang tidak kalah dengan mantannya Bella. Hanya saja penampilan Moza lebih sederhana dibanding dengan Bella yang berlatar belakang sebagai model.
"Iya Ndrew, aku siap."
"Aku hari ini bawa mobil. Aku parkir di depan gang depan." ucap Andrew menjelaskan. Moza mengangguk seraya bersiap-siap keluar.
"Sebaiknya kamu tunggu aku di depan Ndrew, sekalian aku menyiapkan barang kebutuhan yamg akan aku bawa ke rumah sakit."
Andrew setuju, dia segera meninggalkan rumah Moza menuju mobilnya yang dia parkir di depan gang. Kemudian Moza menyusul setelah dia rasa semua perlengkapan yang akan dia bawa telah terkumpul.
Andrew mengantar Moza ke rumah sakit. Laki-laki itu menunggunya di dalam mobil. Dia membiarkan Moza masuk ke dalam ruangan ayahnya. Andrew menunggu Moza sekitar setengah jam lamanya.
"Sudah selesai. Ayo kita pergi," ucap Moza saat sudah duduk di sebelah kursi kemudi. Mereka menuju ke sebuah hotel yang telah dibooking Andrew sejak kemarin. Keduanya segera masuk ke dalam kamar yang telah dipesan Andrew.
Moza membuka dress-nya dan menyisakan lengerie berwarna merah yang kontras dengan kulitnya yang putih. Moza menelan salivanya. Tiba-tiba saja dia gugup. Dia merasa akan melakukan malam pertama saja.
Moza merasa serba salah dengan posisinya saat ini. Di satu sisi perasannya terhadap Andrew membuat Moza tidak bisa menolak keinginan Andrew. Di sisi lain Moza tahu jika Andrew hanya mencintai Bella kekasihnya. Kebetulan Moza masih belum tahu berita putusnya jalinan kasih Andrew dengan Bella.
Andrew menatap Moza dengan pandangan yang tidak Moza mengerti artinya. "Kau mau aku buatkan kopi atau teh?" tanya Moza menawarkan Andrew. Detak jantungnya terdengar sangat cepat. Moza berusaha menenangkan detak jantungnya.
"Nanti saja, aku masih belum ingin minum apa-apa. Oh, iya kamu membawa topengmu?" tanya Andrew.
"Aku selalu membawanya, ada apa?"
"Gunakan saat nanti kita bercinta. Entah mengapa aku sangat bergairah saat kamu menggunakannya."
"Terserah kamu saja. Apa pun yang membuatmu nyaman," jawab Moza.
Andrew menghampiri Moza kemudian berbisik di telinga wanita itu. "Gunakan topengmu sekarang, aku sudah tidak sabar ingin bermain denganmu."
Moza salah tingkah, dia kemudian mengambil topeng yang selalu dia bawa dan dia simpan di dalam tasnya. Moza memasang topengnya secara perlahan. Andrew menatap takjub ke arah Moza. Dia merasa sungguh berhasrat ketika Moza menggunakan benda itu.
Andrew memeluk Moza dan segera menindihnya, dinikmatinya setiap lekuk tubuh Moza seakan menikmati makanan favoritnya. Mencicipinya perlahan dan menikmatinya pelan-pelan. Suara merdu yang keluar dari bibir Moza bak nyanyian cinta untuk Andrew. Membuat Andrew semangat melakukan permainannya.
Moza kemudian membalas permainan Andrew dengan memimpinnya saat ini, tidak ada kata-kata hanya tindakan nyata dari seorang Moza yang liar menyerang Andrew dengan membabi buta.
"Bella…," desahan Andrew terdengar lirih saat Moza melayani hasratnya. Andrew merasa dimanjakan oleh seorang wanita. Namun dia tidak sadar desahan yang dia keluarkan membuat mood Moza berubah drastis. Moza otomatis menghentikan aktivitas nya yang hampir saja membuat Andrew melayang ke kahyangan.
"Ada apa?" bisik Andrew dengan nafas yang masih memburu.
"Bisakah saat ini kamu fokus padaku?"
"Ada apa? Ada yang salah?" tanya Andrew.
"Aku tidak suka kamu menyebut nama wanita lain saat berhubungan denganku."
"Aku? Apa tadi aku melakukannya?" tanya Andrew yang tidak sadar dia sudah melakukan kesalahan.
"Mungkin tadi aku harus merekamnya agar kamu percaya."
Moza terduduk dengan tubuh yang masih polos tanpa sehelai benang. Mengikat rambutnya yang panjang ke atas membuat leher jenjangnya terlihat sexy. Andrew menegang melihat pemandangan cantik itu.
"Aku minta maaf, aku tidak akan melakukannya lagi," Andrew merebahkan tubuh Moza dan kembali bermain di ladang putih jenjang yang sejak tadi dia tatap penuh gairah. Melakukan foreplay di setiap lekuk tubuh Moza membuat wanita itu merintih syahdu, suara merdu dari bibir Moza kembali terdengar.
Andrew mencicipi lembah kenikmatan milik Moza, seakan haus dan tidak berhenti menghisap sarinya. Selayaknya kumbang yang menghisap sari bunga untuk membuatnya kenyang. Andrew seakan tidak puas, melakukannya terus menerus membuat Moza tidak terkendali. Entah sudah keberapa kali dia diajak Andrew ke kahyangan dan terbang ke awang-awang.
Yang jelas Moza baru kali ini bercinta dengan menggunakan perasaannya. Pekerjaannya selama ini hanya menuntutnya untuk melayani tidak untuk menikmati. Namun saat ini berbeda, ketika dia bercinta dengan Andrew dia merasa baru saja menikmati pekerjaannya.
****
.