Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Pernyataan Cinta Zico

Bab 8 Pernyataan Cinta Zico

Walau di dalam hatinya, hal ini hanya sebuah harapan dari Moza seorang, tidak dari Andrew. Dan dia tidak ingin terlalu berharap lebih untuk sebuah hubungan pertemanan yang menurutnya aneh.

"Aku pulang," kata Andrew membuyarkan lamunan Moza

"Ini sudah yang kesekian kalinya kamu berpamitan padaku," ujarnya dengan sedikit bersungut-sungut.

"Iya, kamu benar. Tidak tahu mengapa, aku masih ingin bersamamu."

"Lalu kenapa ingin pulang jika masih ingin di sini?"

"Aku takut khilaf," jawab Andrew pelan. Moza tertawa kecil mendengar alasan dari Andrew yang menurutnya lucu.

"Menertawakan aku? Kenapa?" tanya Andrew dengan wajah heran.

"Kamu takut khilaf, sedangkan kamu baru saja mengajakku bercinta bersamamu di hotel. Kamu aneh dan lucu," ucap Moza masih tersenyum tipis seraya menggeleng.

"Aku ingin khilaf bersamamu di tempat yang benar."

"Khilaf di tempat yang benar, hei, kamu benar-benar ya? Kalau bicara suka semaunya," protes Moza.

" Aku memang orang yang aneh, jadi kamu harus sabar berteman denganku."

"Lalu apa bedanya jika kamu khilaf di sini dengan di hotel? Bukankah niatnya sama?” tanya Moza lagi.

"Berbeda karena ini rumahmu, jika aku khilaf dan ingin melakukannya di sini yang ada nanti kita bisa-bisa dikeroyok warga, Sayang."

Lagi-lagi Moza tertawa lepas memperlihatkan deretan giginya yang putih. Andrew terkesiap melihat kecantikan Moza saat tertawa lepas seperti itu. Pemandangan yang sangat jarang dia nikmati. Bukan hanya dia, semua orang yang ada di sekitarnya pun Andrew yakin jarang melihat pemandangan yang menurutnya sangat menarik itu.

"Ya, sudah sana. Kamu harus pulang sebelum kamu berubah pikiran."

"Baiklah, aku pulang ya. Terimakasih sudah menerimaku menjadi tamumu."

"Terima kasih juga sudah bersedia mengantar aku pulang," kata Moza sambil mengantar Andrew ke depan rumahnya tempat dia memarkir motornya.

"Siap-siap saja untuk terbiasa aku antar jemput," cetus Andrew seraya menaiki motornya.

"Maksudmu?" tanya Moza bingung untuk mencerna maksud dari perkataan Andrew.

"Tidak ada, lupakan saja," jawab Andrew.

Moza menatap kepergian Andrew hingga bayangan Andrew tidak terlihat lagi. Baru saja Andrew menghilang dari pandangannya, dia melihat ada sosok yang dia kenal datang menghampirinya.

"Hai, Moza!"

"Hai, Zico. Biasanya kamu memberi kabar kalau mau datang," gadis itu tersenyum pada ketua kelasnya.

"Ponselmu tidak dilihat sama sekali. Ada berapa panggilan dan pesanku tidak kamu balas satupun. Panggilanku pun tidak kamu jawab sama sekali."

"Oh ya? Maaf Zico, ponselku ada di dalam tas. Aku tidak mengeluarkannya. Ponselnya masih dalam posisi silent, karena setelah pulang sekolah tadi aku langsung pulang ke rumah dan tidak membuka ponselku sama sekali," jawab Moza menyesal.

"Iya, Za. Tidak apa-apa. Aku tadi hanya khawatir kamu masih belum mendapat kendaraan pulang. Maksudku jika kamu masih di sekolah aku ingin kembali ke sekolah untuk menjemputmu. Kebetulan Mama tidak jadi dijemput karena sudah ada Ppapa yang menjemputnya.

"Oh begitu, iya tidak apa-apa. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku."

"Eh, apa tadi ada tamu di sini?' tanya Zico saat tidak sengaja melihat gelas air minum milik Andrew tadi.

"Oh tidak, itu hanya gelas buat Andrew saat tadi kebetulan mengantarkan aku pulang."

Zico terdiam seraya berpikir, berarti dia tadi tidak salah lihat saat dia akan masuk ke dalam gang rumah Moza, sekilas dia seperti melihat Andrew yang mengendarai motornya berlalu dari arah rumah Moza. Namun Zico berpikir itu orang lain yang kebetulan mirip dengan Andrew atau mungkin hanya tetangga Moza.

"Loh kok diam?" tanya Moza.

"Aku hanya sedang berpikir saja, tidak biasanya kamu mau pulang diantar Andrew. Bukannya dia membencimu? Dan bukannya dia punya kekasih? Apa kekasihnya tidak akan marah saat dia tahu Andrew dekat dengan wanita lain?"

"Aku sedang malas memikirkan itu, Zico. Aku hanya tidak enak menolak ajakannya karena kebetulan tidak ada angkutan umum yang lewat sore tadi, Dan aku pulang sudah kesorean. Aku butuh segera sampai di rumah."

"Hati-hati dengan Andrew, Za."

"Ada apa dengannya?" tanya Moza serius.

"Aku cemburu, Za."

Moza terdiam sejenak kemudian berkata, "Kamu dan Andrew sama-sama temanku, lalu untuk apa cemburu?"

"Aku takut kamu jatuh cinta padanya." Moza terkekeh kecil mendengar kalimat yang terasa sedikit kekanakan itu.

"Kenapa? Apa dia menakutkan? Sepertinya dia punya kekasih, aku tidak mungkin jatuh cinta pada orang yang tidak mencintaiku," ucap Moza.

"Aku tidak ingin kamu dipermainkan olehnya," ujar Zico khawatir.

"Apa dia lelaki yang suka mempermainkan perasaan wanita?" tanya Moza lagi.

"Aku tidak tahu pasti, yang aku tahu dia sangat mencintai Bella. Sebelum bersama Bella dia memang terkenal sebagai laki-laki playboy. Tapi semenjak bersama Bella, aku tidak pernah mendengarnya lagi bermain dengan wanita lain selain Bella.”

"Syukurlah kalau begitu," ucap Moza pelan. Padahal di dalam hatinya ada kekecewaan yang dalam saat tahu begitu dalamnya perasaan Andrew pada Bella.

"Andrew tidak berniat apa-apa padamu bukan?" tanya Zico serius seraya menatap Moza dengan pandangan yang tidak dimengerti oleh Moza.

"Tidak ada apa-apa. Dia murni hanya ingin menolongku dan mengantarku saja. Mungkin dia kasihan melihatku sendiri di gerbang sekolah seraya menunggu angkutan umum.”

"Syukurlah jika begitu, aku sedikit lega mendengarnya." Moza kembali tersenyum mendengar kekhawatiran yang Zico rasakan. .

"Jangan berlebihan Zico. Aku dan Andrew murni berteman, sama halnya dengan kamu dan aku."

"Apakah perasaanmu itu sudah tidak bisa ditingkatkan lagi? Menjadi hubungan yang lebih serius. aku ingin kamu percaya padaku, Moza. Aku sungguh menyanyangimu lebih dari seorang teman. Izinkan aku masuk ke dalam hatimu dengan penuh cinta dan kasih."

"Aku belum siap Zico, maafkan aku. Hidupku terlalu rumit. Aku takut kamu tidak akan mampu menerima apa yang sudah aku jalani dan akan aku jalani."

"Begitu sulit bagi kamu mempercayaiku? Aku akan menerima apapun masalahmu yang kamu katakan rumit itu, akan terasa ringan jika kita menjalaninya bersama."

"Sudahlah Zico, lebih baik kita berteman saja. Hubungan itu terasa lebih manis untukku," tampik Moza. Zico menatapnya dengan sedikit kecewa.

"Aku tidak ingin memaksa, namun yang pasti aku masih menunggu sampai aku yakin kamu benar-benar telah dimiliki oleh orang lain."

"Aku menghargai kegigihanmu Zico. Kamu juga laki-laki yang baik, aku yakin akan ada wanita yang baik yang cocok untukmu. Dan itu bukan aku. Percayalah aku bukan sebaik yang kamu pikirkan. Aku hanya wanita miskin yang hidupnya tidak jelas. Masa depanmu akan menantimu dengan pilihan yang lebih jelas dan lebih baik. Kamu tinggal menyambutnya saja, dan mimpi serta cita-citamu selama ini akan tercapai."

"Kamu bukan Tuhan yang tahu bagaimana takdirku nanti, Za."

Moza mengambil minuman dingin yang ada di kulkas, hanya air mineral saja yang tersedia di sana. "Minumlah, biar hatimu dingin," ucap Moza seraya tersenyum.

Zico mengambil segelas air mineral dingin yang dibawakan Moza untuknya. Meminumnya beberapa teguk dan menyisakannya sedikit.

"Kok tidak dihabiskan minumannya?"

"Kode, jika aku masih belum ingin pulang. Karena kalau gelasnya kosong dan isinya habis, biasanya tamu sudah harus pulang," ucap Zico terkekeh.

"Pinter ya kamu," Moza ikut terkekeh seraya menggeleng.

Beberapa saat kemudian Zico akhirnya berpamitan pulang mengingat hari sudah mulai menjelang malam. Matahari sudah mulai beranjak pergi untuk memanggil rembulan menggantikan dirinya.

Moza kembali harus bersiap diri untuk menuju ke Fly Club. Pekerjaan rutin setiap malam selalu menunggunya. Walaupun manajernya memberi kelonggaran untuknya untuk tidak setiap hari mengingat dia masih bersekolah, namun jika dia ingin mendapatkan tabungan penghasilan, Moza harus rajin untuk bekerja setiap hari. Apalagi baru saja manajernya menghubungi untuk hadir malam ini karena Doni, klien tetapnya sudah membooking Moza.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel