Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Perjanjian

Bab 4 Perjanjian

Doni merasa sangat senang ketika Moza tidak menunjukkan penolakan atas keinginannya untuk menjadi pelanggan tetap. Doni yang masih penasaran dengan Moza, mengeluarkan dompet.

“Hem, baiklah Honey. Ini tips dariku untukmu,” ujarnya seraya memberi beberapa lembar uang yang Moza tidak tahu berapa jumlahnya. Moza hanya mengucapkan terima kasih pada kliennya itu, tanpa wajah puas dan senyum ceria setelahnya.

Semuanya terasa hambar bagi Moza. Pekerjaan ini hanya menuntutnya melayani dan memuaskan setiap klien. Dia memang seperti menikmati perannya, namun semua palsu. Dari hati kecilnya dia menolak apa yang baru saja dia lakukan. Setiap dia melakukan hubungan dengan kliennya setiap kali itu juga air mata mengalir di pipinya. Dia akan menangis mengeluarkan semua perasaan yang menyiksa batinnya. Namun lagi-lagi Moza tidak berdaya.

“Eh, bagaimana Om yang menjadi klienmu tadi?” tanya Alsha ingin tahu ketika Moza baru saja keluar dari kamar yang disewa kliennya. “Dia memberimu tips?” tanyanya penasaran. Moza hanya mengangguk kecil.

“Iya, ada. Tapi aku tidak tahu dia memberiku berapa,” jawabnya pelan. Alsha menatapnya sedikit prihatin. “Aku tidak terlalu peduli dengan tips, Alsha, selama gajiku lancar,” sambung Moza demi menghilangkan raut prihatin Alsha.

“Iya kamu benar, Mawar. Tapi Om tadi ganteng juga. Aku baru beberapa kali melihat dia ke sini. Sepertinya dia menyukai sama kamu,” goda Alsha. Moza menggeleng.

“Dia memang mengatakan itu, tapi entahlah. Aku menyerahkan semua urusan itu pada Papi,” tuturnya. Alsha mengangguk setuju, tapi tak lama kemudian menarik nafas kesal.

“Aku tadi dapat klien tua, gemuk, tapi banyak maunya. Sudah tahu tidak kuat macam-macam tapi lagaknya seperti anak muda. Bahkan baru juga mau perang, juniornya sudah mati lebih dulu. Tapi aku senang, artinya aku tidak usah lama-lama, tidak perlu lelah. Kemudian aku juga diberi tips lima ratus ribu. Lumayan kan?" kekeh Alsha senang. Moza ikut menyeringai bersamanya.

“Ya, lumayan kan. Kamu tidak perlu menghabiskan waktu melayani dia. Jadi apa yang kalian lakukan kalau baru beberapa menit aja sudah finis?”

“Dia tidur setelah perang tidak seberapa itu, bangun-bangun waktu sudah hampir habis,” kekeh Alsha lagi mengingat kejadian yang baru saja ia lewati.

Moza ikut tersenyum mendengar cerita Alsha. Begitulah Moza biasanya menghabiskan waktunya dengan Alsha saat tidak ada klien. Hanya Alsha saja yang cukup dekat dengannya di klub, mungkin karena usia mereka tidak terpaut jauh.

Terkadang mereka juga hanya menemani pengunjung yang ingin minum atau sekedar berbincang. Penghasilan mereka saat hanya menjadi teman minum tergantung tips yang diberikan pengunjung. Berbeda saat mereka melayani pengunjung di tenpat tidur. Ada bonus tambahan tergantung tarif pelayanan yang diinginkan pengunjung. Dan malam itu dilewati Moza dengan lancar. Setelah selesai dia kembali pulang ke rumahnya yang sederhana.

Keesokan harinya Moza masuk sekolah seperti biasa, jam pertama adalah mata pelajaran PJOK lengkapnya Pendidikan Jasmani Olharaga dan Kesehatan. Moza sedang berbincang di luar kelas bersama Sofi, dan kebetulan kelas Andrew juga mendapat mata pelajaran yang sama dengan Moza walaupun mereka berbeda kelas.

“Aku rasa kamu bisa mencoba jalur beasiswa, Moza. Siapa tahu saja berhasil. Paling tidak setelah kita lulus sekolah kmu masih bisa melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi,” ujar Sofi memberi semangat pada sahabatnya.

“Entahlah Sof. Aku ragu, apakah aku mampu? Aku masih bimbang Sof, aku juga tidak ingin terlalu berharap dan kemudian kecewa,” jawab Moza, wajahnya menyiratkan rasa tidak percaya diri yang besar. Sofi menekap lengannya lembut.

“Jangan pesimis, kita harus optimis,” ujarnya lembut.

Di waktu yang sama Andre dan teman-teman kelasnya juga berada di jam olahraga. Namun karena guru olahraga hari ini tidak hadir, mereka berkumpul di luar kelas.

“Andrew, lihat gadis di seberang sana,” Nuno tiba-tiba menatap ke kejauhan. Di mana dua orang gadis tengah berbincang. “Entah mengapa, aku suka melihat wajahnya. Dia cantik,” ujarnya Nuno dengan wajah menerawang. Teman-temannya mengikuti arah tatapan Nuno.

“Iya, itu anak wajahnya cantik dan tidak membosankan. Belum lagi dia kalem dan terkesan pendiam. Aku suka tipe gadis seperti dia,” Danu ikut-ikutan memandang kedua gadis itu dengan mata bersinar. Andrew yang mengenali keduanya menatap teman-temannya seperti melihat benda aneh.

“Maksud kamu, dia? Moza?” ia bertanya heran.

“Siapa lagi?” Nuno mengalihkan netranya pada Andrew. “Hanya dia yang cantik dan menarik di mata kita. Bella itu hanya menang pamor. Moza tidak kalah cantik dari dia. Menurutku gadis seperti dia pasti menyenangkan,” Nuno mengembalikan tatapannya pada Moza yang masih berbicang dengan Sofi.

“Benar No, aku bahkan lebih suka tipe wajah seperti Moza daripada Bella,” lanjut Danu, “Sayangnya dia tidak bergaul dengan teman-teman, tidak seperti Bella yang sudah seperti artis saja, temannya di mana-mana.”

“Ya, aku mengakui anak itu cantik. Tapi ya tentu saja aku masih lebih memilih kekasihku Bella. Aku cintanya sama Bella,” Andrew ikut menatap Moza dari kejauhan. Dalam hati mencibir gadis itu.

“Tapi Ndrew, kamu tidak dengar rumor miring tentang Bella? Aku heran, kamu bisa begitu mencintai gadis playgirl seperti dia. Kalau aku, memilih tidak. Dan dia juga sering meremehkan dan suka mempermainkan laki-laki seenaknya. Aku tidak akan tahan dengan gadis seperti dia,” heran Nuno.

“Aku tidak peduli dengan semua berita miring tentang dia. yang penting aku mencintainya,” jawab Andrew cuek, teman-temannya tertawa. Beberapa menyebutnya pria bucin alias budak cinta. Orang yang sangat mencintai seseorang sehingga seburuk apapun orang itu akan tetap baik di matanya.

“Andrew, bagaimana kalau kita bertaruh? Aku akan memberimu hadiah jika kamu bisa menjadi kekasih Moza,” Nuno menatap Andrew dengan wajah menantang, ia tahu ini sesuatu yang tidak akan dilewatkan Andrew begitu saja.

“Jadi pacar Moza? Hadiah apa yang akan aku dapatkan jika aku bisa membuat Moza bisa jadi pacarku?” tanya Andrew.

“Selama tiga bulan ke depan bahan bakar motormu menjadi tanggunganku,” jawab Nuno. “Dan semua tugas sekolahmu akan kukerjakan selama tiga bulan itu.”

“Wah Ndrew, itu tawaran menarik!” seru Danu atas usul Nuno.

Andrew menatap Moza yang masih asyik berbincang dengan Sofi, lama ia memandang wajah cartik itu dari seberang. Sampai akhirnya Moza merasa diperhatikan dan menoleh ke arah Andrew. Tatapan mereka bertemu sesaat, karena setelahnya Moza memalingkan wajah kembali ke arah Sofi.

Andrew berpikir sejenak dengan tawaran Nuno, dia masih berpikir apakah akan menerima atau menolak tawaran yang sangat menggiurkan itu. Masalah utama Andrew adalah statusnya dengan Bella saat ini sedang goyah. Setiap hari Andrew merasa Bella semakin menjauh dan menghindar darinya.

Namun Andrew masih belum bisa memutuskan tantangan dari teman-temannya. Andrew masih bimbang. Di satu sisi ingin menerima karena sangat tertarik dengan hadiahnya tapi di sisi lain ia khawatir itu bisa membuat Bella semakin menjauh darinya.

“Bagaimana Ndrew?” Nuno kembali bertanya.

“Aku belum bisa memutuskan menerima atau menolak taruhan ini sekarang. Beri aku waktu, aku akan beri jawaban nanti,Bro! Saat ini masih ada masalah yang harus aku selesaikan,” jawab Andrew.

“Siap,” jawab teman-teman Andrew bersamaan.

Andrew kembali menatap Moza, melihat kearah seberang di mana Zico tengah berjalan menuju Moza. Pemuda itu memberikan air minum kemasan pada Moza dan Sofi. Pandangan mata ketua kelas Moza itu dianggap Andrew sebagai pandangan penuh makna untuk gadis cantik itu. Terpampang sangat nyata bahwa ketua kelas Moza itu sangat perhatian padanya.

Tatapan tajam Andrew yang memperhatikan Moza dan Zico membuat Nuno memanas-manasi Andrew. “Sepertinya kamu harus bergerak cepat untuk mendekati Moza,” ujarnya dengan wajah menyunggingkan senyum.

“Kamu harus ambil keputusan sesegera mungkin, kalau kamu tidak mau dia direbut Zico. Lihat saja Zico yang begitu agresif selalu cari perhatian Moza, jangan menyesal nanti,” lanjut Nuno.

“Tenang saja No, aku pasti akan memberi kamu jawaban secepatnya. Aku masih belum yakin mau ambil atau tidak. Tahu sendiri kan hubunganku sama Bella belum jelas. Aku masih harus mencari kejelasan dulu dari dia. Aku tidak mau cari masalah dengan memacari dua gadis di sekolah yang sama. Aku tidak suka! Kamu tunggulah, aku akan selesaikan masalahku dulu, baru keputusanku akan aku beritahu padamu.”

“Aku tidak yakin Bella akan pertahankan hubungan kalian,” Nuno menatap Andrew, berusaha menggoyahkan keyakinannya pada sang pacar. “Percaya padaku. Kamu jangan terlalu bodoh mau saja dipermainkan Bella,” sambungnya dengan nada sedikit kasar.

Andrew menatap temannya sengit. “Itu urusanku dengan Bella!” sergahnya. Nuno hanya mendengus. “Kamu anggap Bella jelek karena dia terkenal playgirl, begitu maksudmu kan? Tapi asal kamu tahu saja, tidak semua yang kamu anggap suci itu benar-benar suci sekalipun penampilan luarnya terlihat bersih.”

Nuno menatapnya heran. “Justru penampilan luar seseorang itu bisa menipu mata kita. Jadi aku tetap harus memastikan dulu perasaan Bella kepadaku. Aku tidak akan pernah percaya rumor tentang Bella jika aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Aku yakin dia wanita setia, dia tetap mencintaiku,” ucap Andrew yakin.

****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel