6
Pagi ini para detective dan pihak kepolisian beramai-ramai ke sebuah sungai karena penemuan potongan kaki manusia. Marsh yang merupakan seorang detective juga datang ketempat itu, ia melakukan pemeriksa disekitar tempat itu.
"Pak, disini." Seorang opsir memanggil Marsh. Pria itu segera mendekat ke bawahannya.
"Buka isi kantung tersebut." Marsh meminta bawahannya untuk membuka kantung tersebut.
"AKH!!" Pria tersebut terkejut, ia berlari menjauh dari kantung tersebut. Marsh sempat menutup matanya saat melihat isi dalam kantung tersebut tapi dirinya adalah seorang detective ia memang harus terbiasa melihat hal-hal seperti ini. Marsh memakai sarung tangan plastiknya, ia membawa kantung tersbut ke mobil kepolisian setempat.
Para wartawan berduyun-duyun mengabadikan temuan Marsh, tangan dan kaki lainnya terjuntai di kantung itu.
"PAK!!" suara lain memanggil Marsh. Marsh kembali mendekat ke bawahan yang memanggilnya.
"SHIT!!" Marsh memaki saat bawahannya menemukan kepala yang wajahnya sudah tidak bisadikenali lagi, wajah itu hancur serta dua bola matanya terlepas.
"Orang sakit jiwa mana yang melakukan hal sekejam ini." Komentar Marsh. Para wartawan mengabadikan kepala tersebut sebelum akhirnya Marsh memasukan kepala itu ka kantung berwarna hitam.
"Lakukan pencarian lain disekitar sini. Bagian dada pria itu belum ditemukan." Titah Marsh pada anak buahnya.
"Baik, Pak."
Marsh segera membawa kepala itu ke mobil kepolisian lagi, tim forensik segera membawa bagian itu ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi. Identitas pria itu masih belum ditemukan.
♥♥
Shawn dan 5 temannya terkejut saat menerima kabar dari kepolisian bahwa mayat yang dimutilasi secara kejam itu adalah mayat Aiden Uinseann, sahabat mereka yang mereka lihat terakhir kalinya kemarin malam.
"Siapa! Siapa yang berani melakukan ini pada Aiden, siapa!!" Shawn mengepalkan tangannya. 5 sahabatnya yang lain sama marahnya, mereka diam memikirkan siapa yang melakukan itu pada sahabatnya.
"Siapapun orang itu dia harus mati, Shawn. Dia harus merasakan tubuhnya tercabik-cabik." Alan menggeram, ia adalah orang yang paling dekat dengan Aiden.
"Alan, kau tidak tahu kemana Aiden kemarin?" tanya Alarix.
"Aku tidak tahu, dia tidak mengatakan apapun. Dia juga meninggalkan ponselnya dirumah." Jawab Alan.
"Pembunuh ini bukan pembunuh sembarangan, dia terbiasa memainkan pisau dan juga memiliki tenaga yang kuat. Dia bisa membuat Aiden yang pintar bela diri jadi seperti ini." Arkan memberitahukan apa yang ia pikirkan.
"Mereka pasti tidak sendirian, Arkan. Setidaknya lebih dari satu orang baru bisa melakukan hal ini pada Aiden." Sahut Anders.
"Anders benar, ini bukan pekerjaan satu orang." Alvin membenarkan ucapan Anders.
Shawn mengeluarkan ponselnya, ia menelpon seseorang. "Noah, perintahkan orang-orangmu untuk menelusuri kasus kematian Aiden. Temukan siapapun yang kau curigai melakukan ini pada Aiden." Shawn memerintahkan tangan kanannya untuk mencari siapa pembunuh Aiden.
"Kita bicarakan ini nanti, kita harus mengurus pemakaman Aiden." Shawn mengajak 5 sahabatnya untuk mengurus jenazah Aiden yang sudah boleh disemayamkan.
Aiden tidak memiliki saudara ataupun keluarga lagi jadi hanya Shawn dan 5 temannya yang ia milikki.
Di tempat lain saat ini Caera tengah menonton televisi, ia sudah berada di apartemen kakaknya lagi. Ia baru kembali ke tempat itu setelah membersihkan bekas-bekas pembunuhan sadisnya. Caera menampung darah Aiden dalam sebuah botol 20 liter, setelahnya ia membuang darah itu ke sungai. Caera bukan tipe wanita bodoh yang membunuh tanpa perhitungan, ia tidak meninggalkan sedikitpun jejak pada tubuh Aiden. Bahkan air liurnyapun sudah ia bersihkan dari bibir Aiden.
"Kau masih beruntung Aiden, aku masih membiarkan tubuhmu ditemukan oleh orang-orang. Tapi kali ini aku tidak akan membiarkan orang menemukan keseluruhan bagian tubuh teman-temanmu. Mereka hanya akan menemukan kepalanya saja, aku akan membuat kalian semua berkumpul di neraka." Caera mematikan televisinya, ia sudah muak melihat berita yang menyiarkan tentang kematian tragis seorang DJ terkenal.
"Ah, aku sangat mengantuk. Sebaiknya aku tidur dan bermimpi indah." Caera beranjak dari sofa, ia segera masuk ke dalam kamar kakaknya dan membaringkan dirinya disana. Ia merasa sangat lelah karena memotong-motong bagian tubuh Aiden. Pria itu bahkan sudah mati saja masih merepotkannya.
♥♥
Bipp,, bip,, pintu apartemen Caera terbuka.
"Hy, Marsh." Caera menyapa pria yang baru saja masuk ke apartemen tersebut.
"Hy, Sugar." Marsh melangkah mendekati Caera dan memeluk wanita itu, melumat halus bibir Caera dan melepaskannya setelah puas.
"Ada apa? Kau terlihat lelah."
"Kau sudah menonton televisi? Terjadi pembunuhan sadis yang membuat kepalaku sakit."
"Ah, itu." Caera mengingat lagi, ia melangkah menuju ke dapur untuk mengambilkan Marsh minum. "Aku sudah melihatnya, seorang DJ, bukan?" Caera menyerahkan minuman kaleng untuk Marsh.
"Hm," Marsh meraih kaleng tersebut, ia menarik Caera ke sofa mendudukan wanita itu dan memeluknya. "Itu benar-benar pembunuhan yang sangat keji, entah bagaimana cara orang membunuh seperti itu."
"Aku juga tidak mengerti, bagaimana ada orang sekejam itu." Caera bertingkah seakan dia adalah manusia suci. "Kau pasti sangat lelah." Caera menatap manik mata Marsh.
"Benar, aku dan anak buahku tidak bisa menemukan jejak pembunuh tersebut."
"Jangan menyerah, ini baru hari kedua." Kata Caera memberikan harapan bagi Marsh, pada kenyataannya tak akan ada yang bisa menangkapnya jika dia tidak mau menyerahkan dirinya.
"Benar, aku harus istirahat sekarang." Marsh butuh tidur, sudah sehari semalam dia tidak tidur.
"Tidurlah, aku akan membuatmu nyaman." Caera menawarkan dirinya.
"Hm, aku sangat menyukai tempat ini."
"Kau bisa menganggap rumah ini milikmu." Kata Caera.
Marsh tersenyum kecil, dan juga pemilik rumah itu akan jadi miliknya.
Marsh dan Caera pindah ke kamar, mereka melakukan seks panas sebelum akhirnya Marsh tertidur dipelukan Caera.
Caera mengelusi kepala Marsh, inilah kenapa ia merasa Marsh dan dirinya tak akan cocok. Marsh menangkap pembunuh sedangkan dia adalah seorang pembunuh yang harus menghindari orang-orang dari kepolisian.
Marsh pasti akan sangat membencinya jika Marsh tahu bawa dirinya adalah seorang monster. Benar, saat ini dirinya adalah seorang MONSTER.
♥♥
Pagi ini, setelah Marsh pergi dari apartemennya, Caera memutuskan untuk mencari pekerjaan. Setidaknya ia harus mendapatkan uang untuk menyambung hidupnya. Uang hasil penjualan rumahnya memang masih ada tapi ia butuh sebuah pekerjaan yang bisa memberinya sedikit uang. Caera tidak memiliki pendidikan yang tinggi jadi ia pikir pekerjaan yang bisa ia dapatkan hanyalah menjadi pelayan. Tapi Caera bosan menjadi pelayan.
"Ini dia, ini pekerjaan yang aku inginkan." Caera menemukan pekerjaan yang cocok untuknya. Ia menyukai anak kecil jadi sepertinya akan menyenangkan jika ia menjadi seorang guru di sebuah playgroup. Ia memang tidak memiliki pendidikan yang tinggi namun jika hanya untuk mengajari anak kecil ia sanggup dan juga bisa sabar.
Caera melipat kembali surat kabar yang ia baca, setelahnya ia segera menuju ke alamat playgroup yang ia maksudkan.
Setelah sampai, Caera segera menemui pengurus tempat itu, setelah melalui beberapa sesi akhirnya Caera bisa mendapatkan hasil dari lamaran pekerjaannya. Ia diterima di tempat itu, ia akan mengajari anak-anak disana. Gaji yang ditawarkan memang tidak besar mengingat itu hanya playgroup kecil, tapi tidak masalah, yang penting ia bekerja maka ia bisa hidup dengan normal. Caera akan mulai bekerja besok pagi, ia hanya bekerja selama 5 jam. Dari jam 8 pagi sampai ke jam 1 siang.
Setelah wawancara, Caera tidak memutuskan untuk pulang. Ia memutuskan untuk mengelilingi playgroup kecil tersebut. "Ah, ternyata ada panti asuhan juga." Caera melihat ke panti asuhan yang terdapat di belakang playgroup tersbut. Dari nama panti asuhan itu terlihat kalau yayasan pengolahnya sama dengan yayasan tempatnya bekerja.
"Mungkin aku juga bisa membantu di tempat ini." Caera memutuskan untuk menemui ibu panti tempat itu.
"Selamat pagi, Bu." Caera menyapa seorang wanita yang katanya adalah ibu panti tersebut.
"Pagi, ada yang bisa Ibu bantu?" Tanya wanita berusia 40tahunan itu.
"Ibu pengurus panti asuhan ini?" Tanya Caera.
"Benar, ada apa?"
"Bu, bisa saya ikut membantu panti ini? Saya tidak memiliki uang banyak tapi saya bisa membantu menyiapkan makanan dan mengurus anak-anak panti."
Wanita berusia 40an tahun itu mengerutkan keningnya, apa tidak salah wanita secantik Caera ingin menjadi pengurus panti asuhan?
"Saya tidak perlu ibu gaji, saya mulai besok akan bekerja di playgrop itu karena saya tidak memiliki apapun untuk dilakukan setelah mengajar saya pikir membantu di tempat ini bisa membuat waktu saya berguna."
"Ah seperti itu, jika itu tidak merepotkanmu maka kau bisa melakukannya." Kata ibu panti itu. "Nama ibu, Tatya."
"Ah, saya Caera." Caera menerima uluran tangan Tatya.
"Sepetinya tanaman-tanaman ini bermasalah." Caera melirik ke tanaman yang sedang Tatya rawat.
"Kau mengerti tentang tanaman?"
"Aku terbiasa dengan tanaman-tanaman ini, Bu." Caera segera berjongkok.
"Itu bagus, tolong bantu ibu dengan tanaman-tanaman ini." Tatya meminta tolong.
Dengan cepat mereka bisa akrab, kini mereka membenahi tanaman itu bersama-sama.