Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Rencana Selanjutnya

Bab 9 Rencana Selanjutnya

Di sebuah salah satu perusahaan, tepatnya di lantai 23 gedung tertinggi yang berada di kota tersibuk di Asia Tenggara. Dua orang pria tengah beradu mulut berusaha memecahkan masalah yang mereka tangani. Entah sudah berapa lama mereka selalu berdebat karena masalah yang sama. Tidak ada yang mau mengalah di antara mereka, sehingga perdebatan terus saja berlanjut.

"Kau pikir itu akan berhasil?" Billy, yang merupakan CEO PrimeOne memandang Arnold dengan sinis. "Kau hanya akan membuang waktu. Dan justru akan membuat publik semakin menantikan mesin itu."

"Bagaimana denganmu?" balas Arnold dengan tatapan sinisnya juga. "Membuat isu penangkapannya karena berbagai jeratan hukum."

Arnold terkekeh, kemudian melanjutkan, "Aku tidak percaya Bos memilihmu sebagai CEO perusahaan."

"Apa yang ingin kau coba untuk katakan!?" Billy melirik Arnold dengan wajah tersinggung. Apa pria itu berpikir dia tidak mampu menjadi seorang CEO, apa dia pikir dirinya bodoh.

"Kau bodoh. Tentu saja."

"Kau--"

"Diamlah aku belum selesai," potong Arnold menatap tajam ke arah Billy.

Billy menurut dan tidak mengeluarkan suara lagi. Walaupun dia sangat ingin meninju pria di depannya saat ini.

"Caramu tidak akan berhasil, karena Fachri tidak melanggar hukum apa pun. Dia bersih, baik di negaranya atau pun di negara ini," jelas Arnold. "Memasukkannya ke penjara, kita tidak punya bukti apa pun untuk melakukannya. Dia pria yang menghindari segala bentuk pelanggaran, tipe pria lugu tetapi cerdas."

Billy diam, tidak menanggapi. Arnold sepenuhnya benar, jika tidak ada bukti yang kuat, mereka tidak bisa menahannya.

"Singapura memiliki sistem hukum yang begitu ketat. Ini tidak akan berjalan dengan mudah," ujar Billy setelah memikirkannya dengan panjang.

Entah sudah berapa lama mereka berdebat di ruangan besar itu. Video unggahan Fachri di Youtube benar-benar meresahkan Bos mereka. Tidak hanya akan membuat perusahaan rugi, tetapi posisi mereka juga dipertaruhkan jika tidak bisa menangani masalah Fachri.

Saat ini begitu banyak publik yang menantikan uji mesin penemuan Fachri dan berharap menjadi salah satu produsen dari mesin itu. Tidak hanya orang-orang Indonesia, tetapi mancanegara sudah menantikan peluncuran mesin itu secara resmi.

Jika hal itu benar-benar terjadi, maka mereka akan menanggung akibatnya. Mereka berpikir Fachri telah membuat kesalahan yang begitu besar, karena telah menemukan mesin sialan itu. Pria itu harus menanggung konsekuensinya sekarang.

"Bagaimana jika dia dibuang ke Filipina?"

Arnold menoleh, mengerutkan dahinya sambil menatap Billy.

"Mindanao," imbuh Billy dengan senyum bangga. Mereka mungkin memang tidak bisa membuat Fachri terjerat hukum di Singapura, tetapi dengan memindahkannya ke negara lain, mereka bisa melakukannya dengan bebas. Tentu dengan rencana yang berbeda pula.

Saat Arnold ingin mengatakan sesuatu, Billy lebih dulu mengeluarkan suaranya lagi dan membuat Arnold mau tidak mau menutup mulutnya kembali.

"Yang harus kau ingat, jangan sampai melanggar hukum di negara teritorial Singapura. Aku sudah mengatakannya bukan, sistem keamanan negara ini sangat ketat. Jadi kita tidak bisa membawanya keluar dengan mudah."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Arnold menatap Billy dengan kesal. "Kau memberikan solusi, tetapi kau juga selalu memposisikan kita dalam masalah yang tidak ada jalan keluarnya."

Billy melirik sinis, "Bisakah kau tidak berbicara saat aku belum selesai dengan apa yang akan aku katakan. Brengsek!"

"Hei, jaga ucapanmu. Sialan!" balas Arnold yang terpancing emosi.

"Baiklah jika kau memutuskan untuk bertengkar. Setidaknya aku tidak akan dipecat sendirian," ujar Billy santai dan bersiap dengan menggulung lengan bajunya.

Seakan tersadar, Arnold tiba-tiba merubah ekspresinya menjadi lebih tenang.

"Kau memang hanya bisa mengancam," gerutu Arnold yang di dengar oleh Billy. "Sekarang lanjutkan!"

Billy terkekeh pelan mengetahui Arnold mengalah. Pria itu sedikit berdehem dan berkata, "Kita akan membawanya melalui laut. Aku akan membuat alasan, dan aku rasa ini alasan yang cukup kuat untuk membuangnya ke tempat itu. Kau hanya perlu mengawasinya sampai dia tiba di negara itu."

Untuk sesaat, Arnold terdiam, mencoba mencerna apa yang sebenarnya maksud di balik ucapan pria itu.

"Tidak bisakah kau menjelaskanya secara detail. Kau terlalu berbelit-belit. Jangan menjadi sok misterius di hadapanku." Arnold menatap Billy dengan tatapan serius.

"Lihat, sekarang siapa yang bodoh," cibir Billy pelan.

"Kau mengatakan sesuatu?"

Billy menggeleng cepat, "Tidak, tidak." Pria itu kemudian membalas tatapan Arnold tak kalah serius. "Baiklah aku akan menjelaskannya. Jadi ..."

Billy mulai menjelaskan rencana yang baru saja muncul di kepalanya. Dia benar-benar menjelaskannya secara detail sesuai dengan permintaan Arnold. Dia bahkan memberitahu Arnold alasan yang bisa mereka gunakan untuk membawa Fachri ke luar dari Singapura. Sangat ekstrim. Dia juga menyebut Islam radikal dan mengatakan akan menyusun rencana lagi saat mereka tiba di Mindanao.

"Jadi, kita akan membuat Fachri di deportasi ke Filipina?"

Billy mengangguk, menandakan apa yang ditanyakan oleh Arnold benar adanya. Mereka akan membuat Fachri dikeluarkan dari Singapura. Billy pun sudah memberikan gambaran skenario yang detail dan cukup bagus. Billy sendiri menganggap ide ini sangat luar biasa dan dia tidak akan terlibat dengan hukum yang ada di Singapura, dia berpikir ini pasti akan berhasil.

"Shit!" umpat Arnold dengan tiba-tiba dan membuat Billy sedikit terkejut.

"Ada apa? Ini rencana yang bagus bukan," ujar Billy. Dia sedikit bingung kenapa Arnold mengumpat dengan tiba-tiba.

"Kenapa sejak awal tidak membawanya ke negara itu. Kita hanya membuang waktu mengundangnya ke Singapura."

Billy terkekeh mendengar penuturan Arnold. "Bukankah kau bertugas untuk mengaturnya." Billy menoleh dengan tatapan mengejek, lalu kembali berkata "Ah, aku tidak mengerti kenapa Bos membuatmu menjadi kepala keamanan jika masalah seperti ini saja tidak bisa kau tangani."

Wajah Arnold mengeras, "Kau menganggapku bodoh?!"

Billy mengendikkan bahunya acuh, "Aku tidak mengatakannya."

"Tapi kau mencoba untuk mengatakannya!"

"Tidak. Kau saja yang terlalu sensitif," balas Billy santai dan berjalan dengan pelan ke arah sofa dengan senyum yang membuat hati Arnold terbakar karena kemarahan.

Kedua pria itu memang selalu berdebat dalam segala hal. Pemikiran yang selalu berbeda menjadi satu-satunya penyebab perdebatan mereka dimulai. Tidak peduli saat kondisi sedang genting atau pun tidak, selalu ada celah untuk memulai perdebatan yang sebenarnya tidak penting. Karena pada akhirnya mereka akan saling mengejek dan mengatakan satu sama lain bodoh.

Jika bukan karena uang dari perusahaan mereka tidak akan menjadi partner untuk saling menyuport. Selain dari hal itu mereka tidak akan pernah bisa disatukan dalam situasi apa pun. Karena api kebencian dan permusuhan selalu menyala di dalam hati mereka masing-masing.

Begitu pun dengan masalah dalam menangani Fachri. Mereka seolah berlomba untuk menghabisi pria itu dengan perlahan, dan mendapatkan sejumlah uang yang besar jika salah satu di antara mereka berhasil melakukannya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel