Bab 8 Tolong!
Bab 8 Tolong!
Terkurung di ruangan gelap selama berjam-jam membuat Fachri menjadi terbiasa dengan penglihatannya di dalam kegelapan. Saat ini Fachri bisa melihat dengan sedikit lebih jelas dibandingkan sebelumnya. Dengan penglihatannya saat ini dia bisa mengetahui sedikit tidaknya ruangan yang dia tempati sejak beberapa jam yang lalu.
Tepat di atasnya, terdapat lubang yang berukuran 30x30 cm yang Fachri yakini lubang itu adalah lubang agar udara bisa masuk ke ruangan ini. Namun, tidak ada cahaya sedikit pun yang terlihat dari lubang tersebut, sehingga dia kembali yakin arah lubang itu akan masuk ke ruangan tertutup lainnya yang masih terhubung dengan ruangan ini.
Saat melihat para pria itu keluar tadi, Fachri merasa tempat ini adalah pergudangan besar, dan dia sedang berada di dalam salah satu ruangan kecil di dalam gudang. Fachri menebak ruangan yang ditempatinya saat ini berukuran 2x3 meter. Tidak ada apa pun dalam ruangan ini, hanya terdapat satu kursi yang digunakan Fachri untuk duduk.
Fachri menarik napas dan menghembuskannya dengan lelah. Tidak ada yang dilakukannya selain berpikir dan terus berpikir. Tetapi dia bahkan belum menemukan titik terang selama dia berpikir berjam-jam lamanya.
Setelah kepergian para pria itu beberapa jam lalu, mereka tidak lagi menampakkan diri. Untuk melihat keadaan Fachri di sini pun tidak, mereka benar-benar menghilang dan hal itu membuat Fachri menjadi semakin kalut dalam kesendiriannya.
Lama berada di ruangan sunyi dan senyap ini, Fachri mencoba menajamkan indera pendengarannya. Dia beberapa kali mendengar suara kecoak yang ingin mendekat kepadanya, dan di detik berikutnya dia juga bisa mendengan cicak tidak jauh dari tempatnya.
Meski Fachri tidak bisa melihatnya dengan jelas, tetapi dengan memfokuskan indera pendengarannya dia bisa mengetahui dan mengidentifikasi suara-suara hewan itu.
Dia juga melakukannya untuk mendengar alur di gudang ini. Jika sebelumnya hanya terdengar kesunyian, tetapi sekarang terdengar suara percakapan dari orang-orang yang ada di luar ruangan, mungkin mereka sedang berada di dekat ruangan di mana Fachri berada.
Meski terdengar tidak terlalu banyak orang, namun Fachri memiliki sedikit harapan untuk meminta pertolongan.
"Hei, apa ada orang di sini?"
"Tolong aku!"
Fachri berteriak dengan sekuat tenaga, berharap orang-orang itu bisa mengetahui keberadaannya. Tetapi tidak ada yang merespon. Tidak menyerah, Fachri berteriak lagi, kali ini dengan mengeluarkan seluruh tenaganya yang tersisa.
"HALO ...KALIAN MENDENGARKU?"
"TOLONG AKU. MEREKA MENGURUNGKU DI RUANGAN GELAP INI."
"HALO ...APA KALIAN MASIH DI SANA?!"
"Tol--"
Uhhuk uhhuk
Beberapa kali berteriak membuat tenggorokan Fachri kering, bahkan sangat kering karena dia tidak minum sejak dia sampai di negara ini.
Setelah berusaha menarik perhatian mereka dengan berteriak ternyata tidak membuat mereka merespons sekali pun. Fachri tidak tahu, apakah orang-orang itu tidak mendengar teriakannya atau memang sengaja mengabaikan teriakan Fachri. Fachri yakin ruangan ini bukanlah ruangan yang kedap suara, jadi pasti orang-orang itu bisa mendengarnya.
Indera pendengaran Fachri tidak hanya mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap. Namun, dia juga bisa mendengar suara mesin yang sedang beroperasi, terdengar sekitar dua atau tiga mesin yang saat ini sedang menyala. Entah mesin apa itu, tetapi Fachri berharap suara mesin itu tidak menjadi penghalang bagi suaranya agar bisa terdengar oleh orang-orang itu.
"Tolong!"
"Tolong aku!"
Seakan tidak ingin menyerah, Fachri kembali berteriak dan mendapatkan hasil yang sama. Tidak ada satu orang pun yang meresponnya dari luar. Dia berharap Tenggorokannya tidak akan luka karena memaksakan diri berteriak dengan tenggorokannya yang benar-benar kering.
Ingin rasanya Fachri menangis dan meraung untuk meminta pertolongan. Apa sebenarnya yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di luar. Kenapa mereka tidak meresponnya saat mereka mendengarnya. Mungkinkah mereka benar-benar sengaja, mungkinkah mereka juga komplotan orang-orang yang membawanya ke sini.
Ya, itu adalah kemungkinan besarnya.
"Ya Allah, tolong lindungi dan berilah hamba jalan petunjuk untuk bisa keluar dari sini."
Fachri memejamkan matanya dan memohon dengan sepenuh hati. Sadar orang-orang yang ada di sini tidak akan membantunya, Fachri yakin hanya Dia-lah tempat satu-satunya untuk meminta pertolongan.
"Astagfirullahalazim."
"Allahuakbar."
"Lailahaillallah."
Fachri terus melantunkan dzikir untuk menenangkan pikirannya yang benar-benar kalut. Dia yang sebelumnya tidak berharap lagi orang-orang yang ada di luar bisa menyelamatkannya, namun dia tetap tidak berhenti berteriak. Dia hanya menunggu keajaiban, keajaiban jika salah satu dari mereka bisa mendengar dan menyelamatkan Fachri.
Saat ini pikiran Fachri sudah tidak lagi memikirkan presentasi dan mesin penemuannya. Pikirannya terus dipenuhi oleh bagaimana caranya dia bisa keluar dari situasi ini. Tidak bisakah salah satu dari mereka menjelaskan apa yang sedang terjadi di sini, agar dia bisa mengerti dan berusaha memperbaikinya jika dia memang bersalah.
Tapi tidak, tidak seorang pun yang datang dan menjelaskan kenapa dia dikurung layaknya tahanan. Menit berlalu, hingga berganti jam, masih tidak ada perubahan. Orang-orang itu mengabaikan keberadaannya.
"Allahummasholliala sayyidina Muhammad ...."
"Maafkan Fachri, Pak, Buk." Fachri menundukkan kepalanya lelah.
Dia merasa sangat bersalah kepada kedua orang tuanya. Dia telah berjanji untuk membanggakan mereka berdua, tetapi melihat keadaannya saat ini, sangat tidak mungkin untuk Fachri bisa mewujudkan janjinya itu.
Begitu pun dengan sahabatnya, Angga, dia juga merasa bersalah kepada pria itu. Dia berjanji akan melakukan yang terbaik untuk penemuan mereka, tetapi sekarang dia bahkan tidak bisa melakukan apa pun.
Lalu Rani, harapan besar wanita itu terhadapnya kini sudah hilang. Tidak ada lagi Fachri yang membanggakan daerah mereka, tidak ada Fachri yang akan membanggakan Universitas seperti yang dikatakan oleh Rani.
Fachri dan pikirannya yang sudah tidak bisa mengalir. Kepalanya tidak bisa lagi memikirkan hal-hal positif. Dia memang tidak menyerah, tetapi dia hanya bisa menunggu sampai kapan orang-orang itu akan mengurungnya di sini.
Entah sudah berapa kali Fachri berteriak dan meminta pertolongan pada orang yang ada di luar. Tetapi tetap saja, sekuat apa pun Fachri mencoba dan berteriak sekuat tenaga, tidak ada yang meresponnya sama sekali. Satu-satunya harapan saat ini, Fachri bisa mengisi sedikit tenaganya.
Saat ini tenaganya sudah benar-benar terkuras habis. Perut dan tenggorokannya benar-benar membutuhkan sesuatu yang bisa membuatnya kembali berfungsi dengan normal.
Fachri lapar, dan sangat haus.
Fachri tidak tahu lagi apa yang akan terjadi jika dia tidak segera bisa mengisi perutnya. Mungkin dia akan pingsan di tempat ini. Lagi.
Dan benar saja. Tidak lama setelahnya, mata Fachri mulai tertutup dengan perlahan. Kesadarannya perlahan-lahan memudar, dan perutnya juga terasa semakin melilit isi perutnya. Fachri merasakan sakit yang luar biasa, hingga di detik berikutnya, kesadarannya benar-benar hilang. Fachri tidak sadarkan diri dalam kegelapan yang menyelimutinya.
***