Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Undangan

Bab 5 Undangan

Fachri tengah terkejut melihat sebuah email yang masuk ke dalam ponselnya. Dia sampai memeriksanya beberapa kali untuk memastikan penglihatannya dan juga mengerti maksud email itu.

"Ada apa? Wajahmu terlihat menakutkan sekali saat ini." Angga yang baru saja memasuki kamar Fachri langsung menatap aneh ke arah ekspresi pria itu.

"Aku rasa ada orang ini hanya iseng," balas Fachri yang membuat dahi Angga berkerut.

"Apa maksudmu, aku tidak mengerti."

Tatapan Angga kemudian jatuh pada ponsel yang sedang dipegang oleh Fachri. "Ada apa dengan ponselmu?"

Fahcri mengikuti arah pandang Angga, lalu menyodorkan ponsel yang sedang memperlihatkan email yang masuk.

Angga dengan cepat mengambilnya dan membaca dengan seksama. Pria itu begitu fokus memahami isi email yang tertulis.

"Wow, Sarjana Teknik Fisika Asia dan Oceania," ujar Angga terkejut saat melihat lambang dalam email tersebut.

"Dan kau diundang menjadi pembicara untuk membahas penemuan kita. Aku tidak percaya ini. Ini berita yang luar biasa," Angga menatap Fachri dengan kagum dan bangga.

"Tidak, mungkin mereka salah kirim," bantah Fachri tenang. Saat ini banyak berita atau informasi yang tidak benar, dan kadang orang-orang hanya melakukannya karena iseng. Dia tidak ingin berharap lebih.

"Lagi pula kenapa dia hanya mengundangku. Penemuan itu milik kita berdua. Seharusnya mereka juga mengikutsertakan namamu di dalam undangan itu," imbuh Fachri.

Angga menatap Fachri dengan tatapan tidak setuju, "Kau tidak melihatnya, di sini tertulis bahwa hanya kau yang bisa mewakili, karena masih dalam pandemi. Alasan mereka logis karena faktanya memang begitu, sangat sulit bagi banyak orang untuk mendapatkan izin ke luar negeri. Aku juga tidak masalah dengan hal itu."

"Tapi--"

Angga yang mengetahui apa yang akan diucapkan Fachri segera menyela, "Ayolah, kau tidak melihat logo resmi mereka. Ini merupakan organisasi besar, dan kau masih mengira ini dikirim oleh orang yang tidak punya kerjaan."

Fachri tidak membalas, namun dia mengambil kembali ponselnya dan memperhatikan undangan itu untuk kesekian kalinya. Angga benar bahwa logo itu merupakan organisasi besar, dan Fachri pun tahu. Tetapi dia hanya tidak yakin.

"Kau harus pergi," ucap Angga tegas, tahu bahwa Fachri akan menolak undangan itu, jadi Angga harus memastikannya pergi.

"Tidak--"

"Kau harus. Bukankah tujuan kita melakukannya agar semua orang tahu. Ini kesempatan yang besar karena orang luar juga akan mengetahui penemuan kita. Bukan tidak mungkin pihak PrimeOne juga akan mengetahuinya, dan akan memperbaharui produksi maskernya. Bukankah itu akan semakin bagus," ujar Angga panjang lebar.

Fachri mengehela napasnya pelan. Memikirkan ucapan Angga yang sepenuhnya benar.

Tidak lama setelahnya Fachri menganggukan kepala, "Baiklah. Aku akan pergi."

Angga tersenyum puas mendengar keputusan sahabatnya itu. Dia lalu berkata, "Ini adalah kabar baik. Bukankah kau harus mengabari keluargamu di Lombok, dan ..."

Fachri menoleh dengan alis terangkat menunggu lanjutan ucapan Angga.

"Apa!"

"Dan, tentu saja mengabari wanita berhijab itu," lanjut Angga terkekeh geli saat ucapannya seketika membuat wajah Fachri memerah.

"Oh, betapa bangganya wanita berhijab--"

"Sudahlah, kau sangat mengganggu. Pergilah, aku harus menyelesaikan bacaanku," potong Fachri masih dengan wajahnya yang memerah.

"Benarkah, aku kira kau akan menghubungi wanita--"

"Angga, pergilah atau aku akan melemparmu ke luar!"

Angga tertawa puas melihat wajah serta telinga Fachri yang sangat merah. Pria itu juga langsung ke luar sesuai perintah Fachri. Takut jika pria itu benar-benar akan melemparnya jika dia masih di sana. Setelah Angga tidak terlihat lagi, bibir Fachri tiba-tiba tersenyum saat mengingat kembali ucapan Angga. Pria itu sangat suka menggodanya.

Mengingat dia harus mengabari orang tuanya, Fachri segera mengambil ponselnya dan bergegas mendial nomor orang tuanya di Lombok. Orang tua Fachri sangat terharu dan bahagia mendapat kabar bahwa putranya akan pergi ke luar negeri, tepatnya ke Singapura. Suara mereka juga terdengar bergetar, menahan tangis mengetahui bahwa putra mereka membuatnya begitu bangga dengan hasil penemuan dan prestasi yang didapatkan.

Sebelum sambungan telepon terputus, orangtua Fachri berpesan agar pria itu tidak sombong dan berbangga hati dengan berlebihan. Mereka mengingatkan Fachri untuk selalu ingat beribadah, meminta pertolongan serta bantuan terhadap Yang Maha Esa.

Tidak berbeda jauh saat Fachri menghubungi Rani dan mengabarinya tentang kabar bahagia itu. Rani memuji Fachri atas keberhasilannya. Wanita itu mengatakan sangat bangga sebagai mahasiswi yang juga satu daerah dengan Fachri, mengetahui Fachri mengharumkan Universitas serta daerahnya.

Fachri merasa ikut bahagia mendengar orang-orang yang disayanginya juga bahagia atas kabar baik yang diterimanya. Dia harus menjaga dan mengikuti nasihat kedua orang tuanya. Karena tanpa dukungandan doa dari mereka, Fachri bukanlah apa-apa di mata dunia. Keesokan harinya, Fachri sudah berada di bandara, dia sudah memiliki paspor, dan tiket pesawat sudah disiapkan oleh panitia, dan Fachri hanya perlu menyiapkan keperluan pribadinya. Angga sudah pulang beberapa menit yang lalu setelah mengantarnya sampai ke bandara.

Fachri kemudian masuk ke dalam pesawat setelah mendengar instruksi dari pihak bandara. Dengan mengucap 'Bismillah' pria itu berharap Allah melancarkan segala urusannya.

Sebelum sampai di Singapura, Fachri lebih dulu transit di bandara Soekarno Hatta, lalu kemudian melanjutkan perjalanan udaranya ke bandara Changi Airport, Singapura.

Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, Fachri pun sampai di Bandara Changi. Sesaat setelah dia berada di luar bandara, Fachri cukup terkejut saan menemukan seorang pria yang mengaku sebagai panitia datang untuk menjemputnya.

"Mr. Fachri?" tanya seorang pria dengan aksen Inggrisnya yang kental.

Fachri refleks mengangguk, "Ya, itu saya."

Pria yang mengenakan jas hitam dan dipadukan dengan kemeja putih itu seketika melempar senyum, dan berkata, "Saya yang mengundang anda untuk datang ke sini. Penemuan anda sangat luar biasa dan membuat banyak orang tertarik untuk mengetahuinya."

"Terima kasih," ucap Fachri sekenanya. "Di mana peserta yang lain?"

"Oh, saya hanya bertugas untuk menjemput Anda. Peserta yang lain akan dijemput setelah mereka sampai nanti."

Fahcri mengangguk mengerti, berpikir bahwa dialah satu-satunya orang yang lebih awal sampai di Singapura.

"Mari, saya akan membawa anda ke tempat acara," ajak pria itu.

"Apa sebaiknya kita menunggu peserta yang lain dulu?" Fachri agak merasa aneh karena sepertinya dia diperlakukan dengan sangat berbeda. Entahlah, mungkin hanya perasaannya saja, namun tetap saja itu terasa aneh.

"Tidak, Anda bisa beristirahat di hotel selama menunggu kedatangan peserta lain."

"Oh, baiklah," balas Fachri lagi-lagi menganggukkan kepalanya.

Pria itu kemudian membawa Fachri menuju ke arah mobil berwarna hitam gelap, terlihat sedikit mewah.

"Silakan masuk, Mr. Fachri." Pria itu membukakan pintu mobil dan tersenyum ke arah Fachri.

Fachri membalas senyumnya dan bergegas masuk ke dalam mobil. Tepat saat dia duduk di kursi penumpang, pintu mobil tiba-tiba terkunci otomatis.

Fachri terperangah, dan seketika perasaannya menjadi tidak enak.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel