Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Masalah Besar

Bab 4 Masalah Besar

"Fachri, Fachri ...!" Angga berseru keras memanggil Fachri yang baru saja selesai salat. "Kemari, kau harus melihat ini. Oh, astaga, aku tidak percaya ini," imbuhnya dengan wajah tidak percaya sekaligus bangga.

"Ada apa, kau berteriak seakan-akan terjadi sesuatu yang besar," ujar Fachri sambil melipat sajadahnya. Namun, setelah selesai membersihkan tempatnya beribadah, pria itu justru tidak mendekat ke arah Angga, dia lebih memilih duduk di kursi belajarnya sambil membuka sebuah buku bacaan.

Fachri dan Angga memang menyewa sebuah rumah sederhana untuk mereka berdua, cukup dengan dua kamar dan dapur kecil. Tidak ada ruang tamu atau pun ruang untuk menonton tv. Tidak mewah, namun begitu nyaman saat bersama orang yang satu pemikiran seperti Angga dan Fachri.

"Kau juga akan terkejut saat melihatnya. Cepatlah, ini berita yang sangat bagus," ucap Angga tidak sabaran. Wajahnya berseri-seri menatap layar laptop yang dipangkunya di ranjang Fachri.

"Kau bisa memberitahuku secara langsung. Apa susahnya," ucap Fachri tidak ada niat untuk mendekati sahabatnya itu.

Angga yang melihat sikap acuh Fachri memberengut kesal, pria itu benar-benar tidak bisa diajak melihat sesuatu yang besar. Tidak tahukah pria itu ini berita besar tentang project mereka.

Mengetahui Fachri tidak akan bergerak ke arahnya, Angga mengambil inisiatif untuk mendekati Fachri lebih dulu.

"Lihat ..."

Setelah berada di samping Fachri, Angga menyodorkan layar laptopnya tepat di depan wajah pria itu, saking dekatnya bahkan sampai Fachri tidak bisa melihat dengan jelas apa yang diperlihatkan oleh Fachri. Angga menyadarinya, tetapi dia memang sengaja, karena merasa kesal dengan Fachri.

"Ck…." Fachri mendecak dan sedikit memundurkan layar laptop itu dari wajahnya.

Butuh waktu yang sedikit lama untuk Fachri bisa mengerti apa yang yang sebenarnya ingin ditunjukkan Angga. Fachri melihat videonya yang sudah terunggah ke laman Youtube dua hari yang lalu, matanya menyusuri setiap sudut mencoba untuk mengetahui apa yang dimaksud Angga.

Saat matanya tertuju ke arah jumlah views video itu, tiba-tiba bibir Fachri melengkung membentuk senyum. "Allhamdulillah," ucap Fachri pelan.

Angga yang mendengarnya juga ikut tersenyum, pria itu segera mengambil kursi dan duduk di dekat Fachri, lalu mengambil alih laptop itu.

"Bagaimana? Kau tidak menyangka bukan?"

Fachri menoleh masih dengan senyum di bibirnya, "Semoga Allah selalu melancarkan tujuan kita."

"Aamiin," balas Angga dengan anggukan pelan.

*

Di lain tempat, jauh di belahan bumi Eropa, tiga pasang mata menatap layar besar yang tertempel di sisi tembok dan menampilkan sosok Fachri dan Angga yang sedang menjelaskan tentang mesin mereka.

Di depan layar terdapat tiga orang pria berbeda usia yang sedang memperhatikan Fachri dan Angga. Ya, merekalah yang memutar video itu berulang kali, mencoba memahami dan menganalisis alat yang ditemukan kedua pemuda itu.

"Ini masalah besar. Kita tidak bisa membiarkan alat itu diproduksi." Pria bertubuh kekar dengan jas biru dongkernya menatap layar besar itu dengan wajahnya yang mengeras. "Bisnis kita akan mengalami kerugian besar jika alat itu benar-benar diproduksi," imbuhnya.

"Mesin ini memiliki fungsi untuk membuat masker yang sebelumnya hanya bisa digunakan satu kali menjadi masker yang bisa dipakai berulang kali. Ini disebabkan karena kami mencampurkan beberapa zat yang mampu membuat masker kembali bersih secara otomatis, dan tidak akan menimbun virus walaupun telah dipakai kurang dari sepuluh kali. Jadi ..."

Sudah sekitar lebih dari lima kali penjelasan itu diputar berulang-ulang. Fachri dan Angga benar-benar mengunggah video tentang mesin penemuan mereka di Youtube, dan seluruh media sosial yang ada. Mereka memanfaatkan media online secara efektif, dan hasilnya viewersnya saat ini sudah mencapai tiga juta penonton.

Orang-orang begitu cepat mendapatkan informasinya, padahal belum ada tiga hari mereka mengunggahnya. Hal itu tentu membuat kedua pria bersahabat itu terkejut, senang dan bangga melihat kerja keras mereka tidak sia-sia.

Pria paruh baya yang ada di sampingnya mengangguk pelan, "Mereka sangat cerdas hingga mampu menciptakan alat secanggih itu," kata pria itu yang tak lain ada Bos dari masker PrimeOne. Sedangkan pria sebelumnya adalah CEO dari masker PrimeOne.

Pria kekar itu kemudian menoleh, "Tidak! Orang yang cerdas tidak akan mencoba untuk membuat masalah dengan pembisnis besar." Sang CEO menatap layar besar itu lagi, "Mereka begitu sombong memperkenalkan alat yang aku khawatir itu justru hanya tipuan. Tidak benar-benar membuat masker kita bisa dipakai berulang kali."

Ya, dia sama sekali tidak yakin. Kedua pemuda itu mengatakan bahwa mereka baru menemukannya. Tanpa uji dari para ahli. Bukan tidak mungkin hal itu hanya mereka lakukan untuk membuat berita bohong dan hanya ingin menyedot perhatian publik.

"Dilihat dari zat-zat yang digunakan, cukup meyakinkan untuk membuat virus tidak bisa bersarang pada apa yang telah dipakai," sela seorang pria yang masih muda dengan kisaran umur dua puluh sembilan tahun.

"Apa yang kau katakan, Arnold?" tanya sang Bos menatap pernyataan pria muda yang bernama Arnold.

Arnold mengangguk sebelum menjawab, tangannya kemudian terangkat mereplay video Fachri dan Angga.

"Kami menggunakan beberapa campuran zat yang membuat masker bisa beralih fungsi sebagai perlindungan yang lebih kuat. Namun, kami mencampurkan zat yang mendominasi yaitu zat nitrogen dan juga oksigen ..."

Klik

Arnold menghentikan video tepat pada bagian Fachri yang menjelaskan campuran yang terkandung dalam alat.

"Kedua zat itu, jika dicampurkan akan membuat satu zat yang kuat. Dan jika kita mengetahui zat lain yang digunakan oleh kedua pemuda itu, kita bisa menganalisis bahkan menguji cobanya di laboratorium," jelas Arnold yang merupakan kepala keamanan PrimeOne.

Tidak ada keraguan sama sekali dalam perkataan Arnold. Dia begitu yakin alat itu membuat masker yang mereka produksi bisa dipakai berulang kali. Penjelasan Fachri begitu jelas dan mampu ditangkap oleh kepalanya. Namun, jika dia bisa mendapatkan lebih detail lagi, maka dia juga bisa langsung menguji coba tanpa melihat langsung mesin yang dimiliki Fachri.

"Itulah masalahnya. Perusahaan kita sudah menguasai pasar sejak pandemi ini. Kita mengalami kejayaan baik popularitas atau pun dari segi keuntungan finansial. Bukankah jika mesin itu diproduksi secara legal, perusahaan kita akan mengalami kerugian, dan bisa saja bangkrut," ucap sang CEO.

Melihat dari kaca mata bisnis, maka mereka memang akan mengalami kerugian yang sangat besar. Produk mereka tidak akan menjadi produk inti yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang saat pandemi ini. Jika masker itu benar-benar bisa dipakai berulang kali, maka produk mereka tidak bisa selancar sebelumnya walaupun masih bisa di produksi. Mereka tidak akan bisa menguasai pasar lagi.

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Arnold kepada kedua atasannya. Sebagai bagian dari PrimeOne dia juga tentu tidak ingin mengalami kerugian.

Pria paruh baya yang ada di dekat CEO menoleh dan menatap Arnold, "Itulah yang harus kau lakukan. Cari tahu bagaimana kita harus menyelesaikan masalah ini. Mesin yang mereka buat terlalu berpengaruh besar terhadap bisnis kita.

"Hanya ada satu cara yang bisa kita lakukan," ucap Arnold membuat sang CEO dan bos PrimeOne itu menoleh.

"Katakan!" tegas sang CEO.

"Hari ini aku akan mengiriminya email." Sudut bibir Arnold terangkat.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel