Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Tragedi Tengah Malam

Bab 3 Tragedi Tengah Malam

Jana mengurut lehernya setelah tadi dia bekerja lembur di toserba yang buka 24 jam yang tak jauh dari rumahnya. Dia baru pulang di jam dua malam dini hari dan memilih berjalan kaki di area komplek.

Seorang satpam yang berjaga dan sudah tahu siapa wanita yang biasa pulang malam dalam seminggu tiga kali ia lantas menyapanya. “Baru pulang neng?” tanyanya.

Jana mengangguk sopan, “iya pak... mari, saya duluan ya?” pamit Jana.

“Hati-hati neng,” ucap satpam yang sudah sepuh itu.

Jana melanjutkan jalannya menuju rumah pamannya tentu saja. Dia tak pernah takut saat pulang malam karena sudah sering dan tempat bekerjanya sangat dekat dari rumahnya. Dia sudah kenal soal hantu dan hal ghaib lainnya.

Suara rimbun pepohonan dengan dahannya yang berdesik gemerisik sudah biasa menjadi musik pengiring perjalanannya.

Jana mengayun-ayunkan tas buluknya yang sudah bertahun-tahun lamanya sampai kulit luarnya sudah terkelupas, resletingnya macet dan berkali-kali dia akali agar bisa tertutup.

Semuanya itu adalah benda berharga yang dibelinya dari uang hasil memeras keringatnya sendiri.

***

Gama sudah mabuk parah, dia sudah puas meminum minuman alkoholnya sampai kembung. Ini akibat dirinya menerima tantangan teman-temannya dan gairahnya sedang melonjak minta dipuaskan namun dia tak bernafsu melihat gadis-gadis berpakaian terbuka dan entah kenapa malah memikirkan seorang wanita yang tadi sore dengan pakaian OG—nya malah terlintas dalam otaknya.

Teman-temannya memesankan taksi untuknya agar sampai di depan rumahnya dengan selamat tentu saja.

“Dia sudah mabuk sekali nih, masukin aja ke mobil taksi,” ujar salah satu pria berambut panjang dan diikat secara asal-asalan.

Gama yang sudah berjalan sempoyongan sampai dibopong oleh teman-temannya untuk masuk ke dalam taksi.

Gama hanya diam saja dan tertawa bagai orang sinting saat ini. Dia mengoceh apapun dan supir taksi itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Gama melihat jalanan yang lengang dan matanya perlahan melihat seorang wanita yang berjalan menunduk sambil menendang-nendang tasnya dengan perlahan. Entah kenapa perhatian Gama teralihkan dengan sosok wanita berambut panjang itu.

Melihat arah jalan wanita itu ke jalan yang sama menuju rumahnya malah membuat seringaiannya muncul di bibirnya.

“Sudah sampai mas,” ucap supir itu dan Gama keluar tanpa memberi ongkos, karena dipastikan teman-temannya sudah membayar ongkos untuknya.

Gama menutup pintu mobil dan malah berjongkok di pinggir jalan sambil menyalakan puntung rokok yang ada di sakunya dengan pemantik besi yang dibuat khusus untuknya.

Asap yang terhisap dan membuat sesak paru-parunya namun sekaligus menghantarkan nikotin untuk membantu produksi dopamin dalam otaknya itu pun malah membuatnya sedikit melayang.

Matanya menatap lengang jalanan namun netranya fokus pada sosok wanita tadi yang ditemuinya saat masih berada dalam taksi dan kini berjalan mendekat. Entah kenapa otaknya sudah mulai tak sinkron seiring hatinya ang tertidur.

Dia berdiri dan melihat jelas bagaimana rupa gadis yang tadi dipikirkannya dan sukses membuat gairahnya meningkat hebat.

“Hei...” sapanya sambil mencekal tangan Jana.

Jana yang terkejut karena ada tangan yang menjegalnya setengah berteriak tertahan. “Astaga!” pekiknya terkejut lantas matanya memandang wajah si pelaku.

Astaga!!! Dia... Gamaliel?! Napasnya tersendat tertahan saat ini bersama keterkejutannya.

“Kamu kaget ya?” Gama malah terkekeh geli melihat gadis itu terkejut saat ini.

Di bawah lampu jalanan yang berkedip-kedip minta diganti, di sanalah Gama dengan beraninya mencium bibir Jana yang masih terkejut.

Jana berkedip-kedip mencoba mencernanya. Kurang ajar!!!

Dia mencoba memberontak dan berusaha memisahkan bibirnya dengan bibir Gama yang bertaut. “Akh!!! Kurang ajar!!!” Plak!!! Dia berteriak lantas menampar pipi Gama sampai pria itu berpaling dengan keterkejutannya.

Amarahnya melandanya saat ini, harga dirinya tercoreng dan egonya tersenggol sampai membuat Gama naik pitam. Dia semakin berhasrat untuk mencumbu dan melepaskan gairahnya dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini dengan napas yang terengah-engah dan wajah merah karena amarah di bawah lampu jalan.

Gama menyeret kasar Jana saat itu juga meski Jana berteriak dan memberontak.

“Lepaskan!!! Lepaskan aku!!!” teriak Jana sambil memukul-mukul lengan Gama yang menariknya dan menyeretnya memasuki rumahnya yang sepi.

“Tolong!! Tolong!!!” Teriakan Jana tentu saja tak bisa didengar mengingat hari sudah malam, pos satpam yang jauh dari daerah rumahnya dan rumah pamannya yang terhalang pagar tinggi tentu tak akan ada yang bisa mendengarnya.

Jana sudah menangis histeris ketakutan dengan tatapan Gama saat ini.

“Kamu tak perlu jual mahal... hahaha... banyak wanita yang mau dicium olehku dan ingin mengerang di bawahku, lantas kenapa kamu menolakku? Menamparku?! Akan aku membuktikan bahwa kamu hanyalah wanita munafik yang akan mengerang di bawahku.”

“Kamu gila!! Lepaskan aku!!!” Jana memberontak mencoba melepaskan dirinya namun tetap saja Gama mencekal tangannya dengan kencang.

Gama semakin tertantang, dia melepaskan Jana yang berlarian, melemparkan benda apapun agar Gama tak mendekatinya. Yang dilemparnya adalah bantal kursi yang dipastikan tidak sakit.

Pemuda itu lantas menatap Jana dengan mata tajam yang siap menelanjanginya, dia bahkan memainkan bibirnya dengan sensual seiring tangannya melepaskan kemejanya. Gama menghampiri Jana dengan perlahan, yang dilihatnya adalah Jana seperti kelinci yang ketakutan.

“Kemarilah sayang, aku akan membelaimu...”

Jana semakin ketakutan dia berteriak dan tersudutkan.

Jana menangis terisak saat tangannya tercekal di kepalanya, dia gagal meloloskan diri. Gama tersenyum menyeringai puas. “Nikmati saja sentuhanku... atau kamu akan kesakitan.”

Perasaan benci bercampur amarah membuatnya mentap jijik pria yang mengurungnya itu. “Cuihhh!!! Aku tak sudi untuk menikmatinya sialan!!!” Jana meludahi wajah Gama dan dia mendesis dengan penuh kebencian.

“Hahaha!!!” Gama tertawa terbahak-bahak saat ini, dia merasa diremehkan dan mabuknya semakin membuatnya kehilangan kontrolnya.

Dicekiknya leher Jana dan bibirnya mencari-cari bibir Jana lantas diciumnya kasar dan rakus. Dia tak berhenti di situ, meski Jana melawan itu bukanlah hal yang bisa dibandingkan dengan tenaganya yang besar dan juga tubuhnya yang tergolong tinggi besar. Ciumannya semakin kasar dan semakin menjadi-jadi tanpa memikirkan perasaan Jana saat ini.

Jana mulai sesak dan kehabisan napas, tangan Gama sudah beralih menangkup buah dadanya yang masih sekal. Gama seolah mendapatkan jackpot dan semakin liar bergerilya menjelajahi tubuh Jana.

Seharusnya Jana tak pulang terlalu malam, seharusnya dia menggunakan ojek saja atau dia tak usah bekerja hari ini. Nyatanya Tuhan memberikannya sebuah takdir yang tak menyenangkan sampai dia mengalami pemerkosaan oleh Gama, tetangga sekaligus anggota band famous di seantero penjuru negeri.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel