Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 4

Liliane mengembuskan napasnya sekali lagi dan Kelly membuka pintu kamar untuknya. Tanpa diduga Tristan sudah berdiri di sana. Tersenyum kecil padanya.

“Selamat pagi, Tuan Putri,” sapa Tristan. “Apa tidur Anda nyenyak?”

“Ya,” jawab Liliane. “Tempat ini cocok sekali denganmu.”

“Benar, ‘kan? Yang Mulia Pangeran yang merancang bangunannya.”

“Kau kan yang paling lama melayaninya. Kau jelas-jelas tahu bagaimana seriusnya dia saat mengerjakan sesuatu.”

Tristan tersenyum sedikit lebih lebar dan mengulurkan tangan. “Sarapannya akan selesai sebentar lagi. Mau jalan-jalan dulu?”

Liliane melihat tangan itu. Kemudian menerima uluran tersebut. “Tolong tunjukan jalannya.”

Mereka akhirnya berjalan meninggalkan Kelly menuju pintu yang kemarin Liliane lewati untuk ke taman. Dalam diam ia berusaha menebak apa yang sedang Tristan pikirkan. Sepertinya pria itu tidak akan membicarakan topik yang terjadi kemarin. Tidak juga akan minta maaf.

Selama ini juga Tristan tidak pernah meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi. Lalu untuk apa Liliane berharap pria itu menjelaskan situasi kemarin? Hal itu tidak akan terjadi.

“Berapa hari Anda akan berada di sini?” tanya Tristan. “Maukah Anda sedikit lebih lama di sini? Saya akan menemani Anda jalan-jalan.”

“Bukankah kau punya banyak pekerjaan?”

“Tidak. Urusan tempat ini selama belasan tahun mana bisa dilimpahkan hanya dalam satu hari. Saya kan tidak punya otak seperti yang mulia pangeran atau Charael. Saya ini hanya orang biasa.”

“Hmm.”

“Lalu, Tuan Putri. Bisakah saya menanyakan sesuatu?”

Liliane menghentikan langkah karena Tristan mendadak berhenti tidak jauh dari gazebo taman yang kemarin. Menatap Liliane dengan seringai kecil. Lagi-lagi Liliane harus mengingat bahwa pria ini adalah orang yang bisa membunuh tanpa pandang bulu. Bukan hanya itu. Tristan juga orang yang bisa menyakiti siapa saja. Bahkan Liliane.

“Apa yang Anda cari sampai jauh-jauh datang ke Knightdale?”

Liliane sudah tahu apa yang akan Tristan tanyakan. Karena pria itu akan selalu bertanya tentang alasan dari semua hal yang ia lakukan untuk Tristan. Namun, kali ini rasanya Liliane tidak bisa menjawab.

“Jika yang Anda cari sama seperti sebelum-sebelumnya, bukankah sudah saya katakan berulang kali? Anda tidak akan mendapatkannya.”

Liliane tidak membantah. Ia meremas gaunnya. Hatinya lagi-lagi ditusuk dengan bilah pisau yang sama setiap kalinya. Tetapi sama juga seperti sebelumnya, meski matanya panas dan berair, tetap saja Liliane tidak bisa menangis.

Liliane tahu, ia paham akan hal yang Tristan maksud. Sekeras apa pun dan sejauh apa pun ia ingin mengejar, Tristan tidak akan memberikan celah sedikit pun. Pria itu tidak akan melepaskan hatinya untuk Liliane.

Liliane tertawa pelan. “Aku tahu. Memangnya hanya kali ini saja kau menolakku?”

Liliane meraih siku Tristan dan menggandengnya, kembali berjalan masuk ke taman. Menahan rasa sakit.

“Hatiku ini sudah kebal rasa sakit, Tristan. Mungkin bisa dikatakan sudah tidak bisa merasakan sakit?” Liliane tersenyum lebar sambil mendesah. Lalu melepaskan tangan Tristan. Berjalan lebih dulu. “Aku tidak pernah meninggalkan Ibukota. Tidak ada salahnya jika aku jalan-jalan, ‘kan?”

“Tuan Marquess?”

Liliane berbalik mendengar panggilan itu. Seorang pelayan datang menghampiri mereka.

“Nona Ziandrick sudah tiba.”

***

Liliane mencengkram gaunnya di pangkuan. Gadis sudah berkali-kali menunduk menahan diri untuk meninggalkan ruang makan. Tristan tahu sekali gerak-geriknya.

Liliane bukan orang yang tiba-tiba akan meninggalkan meja makan seperti gadis tempramen. Gadis itu punya etika yang bagus. Tetapi tetap saja tidak bisa menyembunyikan keresahannya. Tristan sudah mengawasi gadis itu belasan tahun, sama seperti ia mengawal Pangeran Ein.

Liliane sedang menahan diri.

“Tuan Putri, Anda baik-baik saja?” tanya Irabella tiba-tiba. Sepertinya gadis itu mencemaskan Liliane. “Apa Anda mau pergi dari sini?”

“Ah.” Liliane mengangkat kepala. “Aku ….”

“Anda tidak perlu menahan diri. Bukankah status Anda melebihi kami semua? Anda bisa pergi kapan saja tanpa seizin kami.”

“Tamu tidak bisa meninggalkan tempat sebelum tuan rumahnya, Nona Ziandrick.”

“Jika Anda ingin pergi dari sini, Charael bisa mengantarkan Anda, Tuan Putri,” kata Tristan.

Charael spontan menunjuk dirinya sendiri, kemudian berdiri. “Baiklah. Saya akan mengantarkan Anda kembali ke kamar, Tuan Putri.”

Tristan langsung ditatap dengan pandangan tajam oleh Charael. Meski dituntut, ia takkan menjelaskan apa pun pada pria itu. Karena Charael tidak perlu tahu apa yang terjadi antara Tristan dan Liliane.

“Kalau begitu … tolong antar aku, Tuan Rael.”

Liliane langsung berdiri tanpa mau repot-repot melirik Tristan dan Irabella. Setelah gadis itu, Charael dan pelayannya pergi, barulah Tristan bisa sedikit bernapas lega. Melirik pada piring sarapan Liliane. Gadis itu bahkan tidak memakan sampai setengah dari sarapannya.

“Hmm, apa tuan putri menyukai Kakak?” tanya Irabella.

Tristan menatap Irabella. Liliane memang tidak bisa mengontrol ekspresi. Apa yang dirasakannya akan langsung kelihatan. “Tidak.”

“Kalau memang tidak, mana mungkin dia kabur setelah saya bilang ingin menjadi istri Anda. Ternyata hidup Kakak sangat baik di Ibukota.” Irabella murung. “Hanya saya yang setiap hari memikirkan apakah bisa bertemu lagi dengan Anda atau tidak.”

“Aku akan mengatakannya lebih dulu sebelum kau kecewa.”

Irabella menatap Tristan lekat-lekat. Seolah siap dengan apa yang akan Tristan katakan.

“Aku mungkin tidak akan pernah menikah,” lanjut Tristan.

“Bagaimana bisa!” Irabella spontan langsung berdiri terkejut. “Anda hanya akan jadi marquess yang tidak sempurna tanpa marchioness.”

Ya, tidak ada yang salah dari ucapan itu. Tetapi ini sudah menjadi pilihan hidup Tristan.

“Maka dari itu aku mungkin tidak akan menepati janji kanak-kanakku padamu. Tetapi jika kau merasa berutang budi padaku, maukah kau menolongku, Irabella?”

Pundak Irabella terkulai. “Jadi, Anda benar tidak akan menikah?”

Tristan mengangguk. “Itu adalah jalan yang sudah kuputuskan.”

“Baiklah. Saya akan membantu apa pun yang Anda mau. Mungkin saja suatu hari Anda bisa berubah pikiran.”

***

Liliane berjalan beriringan dengan Charael menuju kamarnya. Padahal ia sudah mengancam ingin meninggalkan Knightdale. Tetapi sekarang malah tidak ingin pergi. Liliane merasa dirinya aneh. Sudah melihat pemandangan seperti itu, masih juga tidak menyerah.

Liliane kecewa? Benar. Ia sangat kecewa pada Tristan. Belasan tahun lamanya. Tristan tidak pernah mengizinkan Liliane memanggilnya ‘Kakak’ barang sekali. Tetapi Irabella dengan lantang mengucapkan kata itu.

Liliane tersenyum kecut.

“Tuan Putri, Anda baik-baik saja?” tanya Charael. “Anda memang tidak bisa menyembunyikan raut wajah, ya.”

Liliane menoleh. “Aku baik-baik saja, Tuan Rael. Terima kasih.”

“Siapa pun pasti akan bilang kalau Anda sedang sakit,” bantah Charael. “Itu terlihat jelas.”

“Anda ini memang sok tahu, ya.” Liliane tertawa kecil.

“Mau nasihat, Tuan Putri?”

Kening Liliane berkerut. “Nasihat?”

“Kalimat ini selalu saya ucapkan untuk Charlotte. Saya tidak tahu apa yang terjadi antara Anda dan Tristan. Tetapi jika orang itu tidak mau menerima perasaan Anda dan malah menganggap Anda tidak ada, bukankah itu sudah saatnya Anda berhenti berharap?”

Liliane tertegun. Langkahnya mendadak saja terhenti dan terasa berat. “Berhenti, ya?” desisnya.

Ia juga sudah berkali-kali memikirkan hal itu. Sayangnya, Liliane tidak bisa melakukan hal itu. Entahlah. Mungkin Liliane sudah terlalu mencintai Tristan sampai-sampai tidak bisa melepaskan perasannya sendiri. Atau justru ia sudah jadi gila dan buta sampai mengabaikan semua kenyataan yang ada?

Liliane kemudian tersenyum pada Charael. “Aku masih ingin berusaha, Tuan Rael. Jika suatu hari nanti aku merasa lelah, aku akan berhenti melakukan hal bodoh semacam ini.”

Charael mengangguk. “Mungkin saat Anda memutuskan untuk melepaskan perasaan itu, akan ada seseorang yang merasa bodoh dan menyesal.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel