Chapter 1
Setelah sekian lama meninggalkan Knightdale, Tristan tidak menyangka akhirnya menerima perintah untuk kembali ke rumah. Bahkan setelah menginjakkan kaki di halaman, aroma kejadian belasan tahun lalu masih tercium bagai baru terjadi kemarin.
Meski bangunan mansion marquessete dibangun kembali, tanah itu masihlah sama dengan tanah yang Tristan tinggalkan.
Tanah Raven.
Padahal saat berusia 13 tahun dan Tristan memutuskan untuk mengabdi pada putra mahkota, ia telah mengembalikan gelar Marquess Knightdale pada kaisar. Sayangnya, Kaisar Iberich menolak hal tersebut dengan alasan yang kuat.
“Si pengecut itu kan sangat ingin kau jadi penerusnya, kenapa mengembalikan gelar pada kekaisaran? Kau bisa memegang gelar nanti saat kau sudah siap.”
Tanpa Tristan sadari juga, Kaisar Iberich telah memberi perintah pembangunan ulang mansion dan menempatkan seorang marquess pengganti selama ia melayani Pangeran Ein.
Setelah perang besar-besaran terakhir kali, putra mahkota memutuskan untuk mengirim semua kesatrianya pulang ke kampung halaman dengan dalih ‘liburan’. Tristan ingin sekali membantah dan tetap tinggal di Ibukota. Sayangnya, hanya perintah orang itu yang benar-benar tidak bisa ia perdebatkan.
Tristan benar-benar tidak ingin kembali ke Knightdale seumur hidupnya. Bahkan jika ada salah seorang penduduk dari wilayah itu datang ke Ibukota menemuinya dan bilang kalau Marquess Gale jadi hantu, ia takkan peduli.
Namun, Pangeran Ein yang sedang dalam masa damai tidak menerima alasan apa pun dari Tristan.
“Apa kau takut hantu? Padahal kau bisa membunuh orang tanpa pandang bulu.”
Pada akhirnya Tristan mengalah dan kembali ke Knightdale bersama … Charael. Pria paling menyebalkan dan provokatif yang pernah ia kenal semasa hidup. Padahal mereka diberikan liburan masing-masing. Charael malah memutuskan untuk ikut Tristan daripada pergi bersama Ercher ke Monssec.
Alasan klise lainnya, Charael dengan wajah gembira malah bilang: “Tidak ada gunanya pulang ke Hurtvillia. Count masih hidup. Lebih baik menemanimu. Aku khawatir kau kesepian karena sendiri di mansion besar itu.”
Dibandingkan Tristan, orang yang merasa seperti pulang ke rumah adalah Charael. Walaupun pria itu tahu bahwa dirinya adalah tamu.
“Tidak seperti mansion berhantu,” komentar Charael setelah melompat turun dari kuda. “Baginda bilang ada penghuninya, ‘kan?”
Kalau saja Charael tahu peristiwa yang terjadi di rumah itu beberapa belas tahun lalu itu, dia pasti tidak akan bisa untuk melawak.
“Sebelum aku ke Ibukota, tempat ini penuh dengan iblis,” jawab Tristan sambil menaiki undakan tangga menuju bagian depan mansion.
Ia tidak salah. Ada banyak iblis berwujud manusia di mansion ini yang berkeliaran pada masa itu. Bahkan membuat Tristan juga ikut-ikutan menjadi bagian dari mereka semua.
“Sepertinya kembali ke rumah membuat suasana hatimu sangat buruk, ya.”
Meski semua orang tahu perasaannya jadi buruk setelah diperintahkan untuk pulang, Pangeran Ein tetap saja tidak menerima pembantahan dan toleransi terhadap Tristan.
“Selamat datang, Tuan Marquess.”
Tristan dan Charael yang hendak mencapai pintu berbalik pada sapaan lembut tersebut, menemukan seorang gadis pirang gelap berdiri di bawah undakan tangga.
“Siapa kau?” tanya Tristan. Biasanya ia peka dengan kehadiran asing. Tetapi kapan datangnya gadis ini?
Tristan ingat kalau pangeran bilang akan mengirimkan pengurus rumah dan kepala pelayan dari Ibukota besok. Lantas, kenapa ada seseorang di mansion yang sudah lama tidak menerima kunjungan tamu?
“Aku pikir lowongan pekerjaan untuk pelayan baru akan diumumkan setelah kepala pelayan dan pengurus rumah tangganya tiba,” Charael berbisik pada Tristan yang juga berpikir hal sama.
“Saya tidak datang untuk menjadi pelayan.” Gadis itu tersenyum. Sama sekali tidak terganggu dengan ucapan Charael.
“Lalu untuk apa kau datang kemari?” Tristan mendekat kembali ke tangga. “Kau punya kepentingan dengan Marquess Knightdale?”
Gadis itu mengangguk. “Iya, saya punya keperluan dengan Anda, Tuan Marquess.”
Gadis itu tahu bahwa Tristan adalah Marquess Knightdale. Tidak ada yang mengenalinya setelah menghilang selama belasan tahun. Tristan yang para penduduk kenal sebagai penerus Gale adalah seorang anak kecil.
“Apa keperluanmu denganku? Aku tidak mengenalmu.”
“Tapi saya mengenal Anda. Bukankah Anda sudah berjanji akan menjadikan saya seorang Marchioness?”
Ha?
***
“Saya benar-benar minta maaf, Tuan. Karena mendengar Anda akan datang, sebagian pelayan yang bekerja sementara di sini sudah diberhentikan. Hanya ada beberapa yang tersisa untuk melayani Anda sampai kepala pelayan yang baru datang dari Ibukota.”
Tristan dan Charael mengekori pria muda yang mereka kenal sebagai pengurus rumah sementara yang diutus oleh Kaisar Iberich. Pria ini juga akan kembali ke Ibukota setelah menyerahkan semua urusan rumah tangga selama ini kepada pengurus yang baru.
“Kebanyakan pelayan yang mengurus tempat ini hanya akan datang saat dibutuhkan atau saat jadwal kerja mereka saja.”
“Maksudnya mereka dibayar setiap mereka datang?” tanya Charael.
“Iya, Tuan.”
Tristan menunduk sambil memegang dagunya. Saat keluarga Raven masih hidup—sebelum peristiwa dulu, tempat ini banyak sekali pelayannya. Sampai-sampai satu pelayan harus menggosok masing-masing 1 buah guci agar memiliki pekerjaan.
“Tuan Marquess?”
Tristan mengangkat kepalanya saat dipanggil. Padahal ia tidak ingin mengakrabkan diri dengan julukan itu. Tanpa disadari ia jadi terbiasa setelah dulu Raeliana memanggilnya dengan sebutan ‘Marquess Tristan’ setiap kali bertemu.
“Ini ruang kerja Anda.” Kepala pengurus rumah itu membuka pintu pada sebuah ruangan.
Ruang kerja, ya?
Ruang kerja untuk Tristan tempati. Apakah usulan libur yang pangeran berikan sebenarnya adalah siasat untuk mengusir Tristan dari Ibukota?
Tristan melangkah masuk ke ruangan itu. sangat jauh berbeda dengan ruang kerja Marquess Gale yang pernah ia ingat. Tempat ini luas tanpa rak-rak buku yang membuat Tristan sesak. Dibanding rak buku, sepertinya orang yang merancang ruangan ini memilih meletakkan rak di dinding ruangan itu. Rak buku yang tertanam ke dinding.
“Siapa yang merancang ruang ini?” tanya Tristan sembari berjalan ke arah meja kerja.
“Yang Mulia Pangeran merancang bangunan kastil ini, Tuan. Tetapi Duke Servant yang datang langsung untuk mendekorasi ruangan kerja ini.”
Ah, Rowan Servant.
Ternyata orang itu masih mengingat kalau Tristan sangat-sangat mengaguminya. Bahkan di usia ini pun kekagumannya pada ayah dari Raeliana itu tidak berkurang sama sekali.
“Sayang sekali. Sepertinya aku tidak akan berada lama di sini.” Tristan melihat ke jendela besar di belakang meja kerjanya. Sepertinya tempat ini menghadap langsung pada gerbang kastil.
Kepala pelayan itu tertawa pelan. “Tapi selagi Anda berada di sini, Anda juga harus mengurus marquessete untuk membiasakan diri nantinya.”
“Yang Mulia Pangeran menyuruhmu bicara seperti itu?”
“Tidak, Tuan. Itu adalah pesan Yang Mulia Duke Servant saat datang merancang tempat ini. Beliau ingin Anda nyaman di sini.”
Tristan menutup mulutnya, menahan tawa. Nyaman di kastil ini? Di atas tanah iblis keluarga Raven? Duke Servant bercanda, ya? Padahal pria itu tahu kisahnya. Kenapa memaksakan diri berbuat sesuatu agar Tristan nyaman di Knightdale?
“Sepertinya mereka sudah akan memberikan liburan panjang untuk kita,” komentar Charael yang ternyata sudah duduk di sofa ruangan itu. Bersandar sambil mendongakkan kepala.
Bukan liburan. Mungkin saja kaisar dan pangeran sudah mencabut masa jabatan mereka sebagai kesatria, lalu mengembalikan mereka ke daerah kekuasaan masing-masing.
Tristan bersandar pada jendela, menatap kepala pengurus. “Kami akan di sini sebentar. Apakah kalian sudah menyiapkan kamar?”
Kepala pelayan itu mengangguk. “Sudah, Tuan.”
“Baiklah. Kami akan keluar saat makan malamnya siap. Tolong minta sesuatu untuk diminum.”
“Wine?”
“Ada?” sambar Charael langsung dengan wajah girang.
“Kalau begitu, tolong bawakan sebotol wine,” perintah Tristan.
“Baik, Tuan.”
Tristan tidak sengaja melirik ke luar jendela. Tiba-tiba saja ia teringat dengan gadis yang tadi diusir oleh kepala pengurus rumah.
“Tunggu dulu,” cegah Tristan saat kepala pengurus rumah ingin menutup pintu.
“Ada lagi yang Anda inginkan, Tuan Marquess?”
“Siapa gadis tadi itu?”
Kepala pengurus terlihat canggung untuk menjawab. “Sudah hampir satu bulan dia datang ke sini. Setiap hari dia datang untuk bertemu Anda.”