Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Secret Admirer

Bab 8 Secret Admirer

Malam hari Shena sedang fokus dengan pekerjaan dari sekolah yang harus Shena kumpulkan besok pagi. Kacamata minus sudah terlihat bertengger di atas hidung mungil milik Shena. Berlama-lama menatap laptop membuat kedua mata Shena terasa perih.

“Belum selesai belajarnya?” tanya Mina yang baru saja masuk ke dalam kamar Shena dengan membawa satu gelas susu hangat.

“Belum, Bun. Masih kurang satu PR lagi,” jawab Shena sambil mengetikkan beberapa kata pada layar laptopnya.

“Kalau sudah capek langsung istirahat, jangan biasakan memaksakan diri,” kata Mina memberi nasihat pada putri semata wayangnya.

“Iya, Bunda. Nanti kalau sudah selesai Shena langsung tidur, Bun” ujar Shena membuat Mina tersenyum.

“Bunda keluar dulu, ya? Nanti kalau mau makan atau minum bisa panggil Bunda,” kata Mina yang kemudian diangguki oleh Shena.

Setelah Mina keluar dari kamar, Shena kembali melanjutkan pekerjaan membuat makalah untuk tugas seni budaya. Beruntung tugas ini dikerjakan secara individu.

Karena bagi Shena yang tidak mudah bergaul dengan orang, akan lebih meringankan beban Shena jika diberikan tugas secara individu.

“Baru kali ini Shena mengerjakan tugas sendirian,” kata Shena sambil menyandarkan tubuhnya ke belakang.

“Biasanya kalau ada tugas dari sekolah, pasti Dean selalu datang ke rumah Shena dan mengerjakan tugas bareng,” ujar Shena lagi.

Tadi siang saat di sekolah, Shena belum sempat bertemu dengan Dean. Selain gara-gara bertemu dengan Barents, Shena juga harus berlatih paskibra sampai sore. Jadi ia tidak memiliki waktu untuk mencari keberadaan Dean.

Terakhir kali Shena melihat Dean adalah saat Dean sedang berada di taman belakang sekolah bersama Grace. Masih bisa Shena ingat bagaimana senyum bahagia Dean saat mengobrol bersama Grace. Terlihat jelas jika Dean dan Grace merupakan pasangan yang serasi.

“Shena tidak marah kalau Dean punya pacar, tapi Shena tidak suka kalau Dean melupakan Shena,” ujar Shena sambil menatap ke arah deretan bunga mawar pemberian Dean.

Bucket bunga mawar raksasa yang Shena terima kemarin ia letakkan di atas meja yang ia ambil dari gudang. Meski Shena belum tahu siapa pengirim bunga mawar tersebut, namun Shena meletakkannya di dekat bunga-bunga yang diberikan oleh Dean.

“Sudahlah, memikirkan Dean membuat tugas Shena tidak selesai-selesai,” ucap Shena kemudian segera melanjutkan kembali tugasnya.

Satu setengah jam berlalu. Shena akhirnya selesai menyelesaikan tugas terakhirnya. Ia kemudian membereskan kembali buku-buku yang tercecer di atas tempat tidur.

Setelah selesai merapikan buku-buku yang akan dibawa ke sekolah, Shena bergegas ke kamar mandi untuk menyikat giginya dan mencuci muka. Selesai membersihkan diri, Shena kemudian mulai merebahkan dirinya di atas tempat tidur dan perlahan memejamkan kedua matanya.

Tidak butuh waktu lama bagi Shena untuk bisa terlelap ke alam mimpi. Tubuhnya yang sudah lelah dengan banyaknya kegiatan dan juga pikiran membuat Shena dengan cepat terlelap tidur. Terlalu lelap sampai-sampai Shena tidak sadar jika ada seseorang yang memasuki kamarnya.

Sosok bertubuh jangkung tampak berjalan mendekat ke arah Shena dari arah balkon kamar. Entah bagaimana cara orang tersebut bisa sampai ke lantai dua. Seseorang tersebut kemudian berhenti tepat di samping tempat tidur Shena.

Kedua sudut bibirnya tampak terangkat membentuk satu senyuman. Setangkai bunga mawar yang ia bawa segera ia letakkan di atas nakas dekat dengan tempat Shena tidur.

Sosok jangkung tadi kemudian mendekat ke arah Shena lalu membisikkan sesuatu tepat di depan telinga kiri Shena.

“Good night, sweety”

***

Riuh suara siswa yang duduk di tribun terlihat tampak menyoraki jagoan mereka yang akan melakukan turnamen basket. Sebenarnya turnamen ini hanyalah rutinitas yang dilakukan oleh para anggota klub basket di SMA Ganesha. Hanya sekadar untuk memeriahkan sekolah.

“DEAN AKU MENDUKUNGMU!”

“DEAN GANTENG SEMANGAT!”

“FIGHTING DEAN-KU!”

“DEAN KENAPA KAMU GANTENG SEKALI!”

“DEAN I LOVE YOU!”

Teriak-teriakan tersebut terdengar memenuhi ruangan yang digunakan oleh para pamain basket untuk bermain. Sangat jelas terlihat jika mayoritas siswa di SMA Ganesha mengagumi sosok Dean.

Karena ketampanan dan ketajiran Dean membuat cowok tersebut banyak diminati oleh kaum hawa. Apalagi Dean sangat mudah untuk berkomunikasi dengan siapa saja yang ia temui. Menambah poin bagi Dean untuk lebih banyak disukai oleh pada gadis seusianya.

“Senang dapat banyak semangat dari mereka?” tanya seorang pria yang berjalan mendekati Dean.

“Kalau iri itu bilang.” kata Dean sambil mendribble bola di tangannya.

“Iri dengan sesuatu yang tidak penting. Benar-benar membuang waktu,” ujar Barents santai.

Ya. Dean dan Barents adalah dua siswa populer di SMA Ganesha. Mereka berdua sama-sama terkenal karena tampan, tajir, dan juga pandai bermain basket. Sangat mirip dengan tokoh-tokoh siswa laki-laki di novel remaja.

“Mau menawarkan taruhan denganku?” tanya Dean yang segera dijawab gelengan kepala oleh Barents.

“Aku hanya mau memberi kejutan kecil saja,” kata Barents membuat Dean mengernyit.

“Sepertinya aku sudah menemukan gadis lain yang lebih menarik daripada Grace. Jadi akan aku pastikan kalau aku tidak akan lagi menganggu hubunganmu dengan kekasihmu itu,” tutur Barents sambil menunjukkan smirk-nya. Setelah itu Barents segera berlalu meninggalkan Dean hanya diam tanpa peduli dengan ucapan dari pria tersebut.

Di sisi lain. Tepat di bangku tribun paling atas, sebelah pojok kanan dekat dengan tembok, terlihat Shena dan Grace baru saja duduk sambil membawa camilan yang mereka beli dari kantin. Selain camilan, Shena juga membawa buku gambar dan juga pensil yang ia bawa dari kelasnya.

“Kenapa bawa buku gambar, Shen?” tanya Grace.

“Shena bosan kalau hanya menonton basket. Jadi Shena bawa buku gambar buat mengusir rasa bosan Shena,” jawab Shena yang membuat Grace mengangguk paham.

Setelah pertandingan basket dimulai, semua penonton tampak fokus pada kedua tim yang tengah bermain. Begitu pula dengan Shena dan Grace. Kedua tatapan Shena sekali pun tidak berhenti menatap ke arah Dean.

Meskipun sudah cukup lama Dean tidak menyapa Shena, namun Shena masih bisa tersenyum hanya karena melihat Dean. Seolah Dean sudah menjadi vitamin paling ampuh untuk kembali menyemangati Shena.

Pertandingan baru saja berlangsung beberapa menit, namun karena memang dasarnya Shena tidak menyukai olahraga, ia bosan jika terus menerus melihat ke arah lapangan. Alhasil, Shena mulai membuka buku gambar dan mengeluarkan pensil miliknya.

Sesaat Shena berpikir akan menggambar apa ia hari ini. Cukup lama mencari ide untuk menggambarnya, tatapan Shena tidak sengaja menemukan objek menarik yang bersumber dari tengah lapangan.

Satu tangan Shena terlihat mulai membuat kerangka dari objek yang akan ia gambar. Berawal dari coretan-coretan tipis, sampai akhirnya dapat terlihat jelas gambar dari seseorang yang tengah bermain basket.

“Lagi gambar apa, Shen?” tanya Brenda membuat Shena tersenyum tipis.

Tidak langsung menjawab pertanyaan dari Brenda, Shena justru kembali melanjutkan pekerjaan menggambarnya. Kali ini Shena tinggal memperjelas saja pada wajah yang ia gambar sehingga dapat terlihat jelas sosok yang sebenarnya tengah digambar oleh Shena.

“Itu gambar Barents, kan?” tanya Brenda.

“Bukan, Brenda” jawab Shena sambil menutup kembali buku gambarnya.

“Jelas sekali kalau yang kamu gambar itu Barents, Shen” kata Brenda.

“Shena tidak menggambar Barents,” ujar Shena.

“Apa kamu menyukai Barents?” tanya Brenda yang tentu membuat Shena menggeleng cepat.

“Shena tidak menyukai Barents,” elak Shena.

“Tapi baru saja kamu menggambar wajah Barents,” kata Brenda. Lagi-lagi Brenda masih yakin jika sosok yang tadi Shena gambar adalah Barents.

“Shena tidak menggambar Barents, dan Shena juga tidak menyukai Barents.” tegas Shena.

“Kalau bukan Barents, lalu yang tadi kamu gambar itu siapa?” tanya Brenda penasaran.

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Shena terdiam. Tentu ia tidak mau mengatakan pada orang lain jika objek yang selalu Shena gambar adalah Dean. Brenda pasti akan menasihati Shena lagi kalau Shena masih terus memikirkan Dean.

“Shena gambar orang yang Shena suka,” kata Shena kemudian segera beranjak pergi meninggalkan Brenda.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel