Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Mainan Baru

Bab 7 Mainan Baru

Hari libur menjadi waktu yang sangat menyenangkan bagi Shena. Karena pada hari libur Shena bisa melakukan apapun yang ia mau. Biasanya Shena akan menghabiskan waktu liburnya untuk membantu ibunya memasak, membaca novel di kamar, bersantai di kamar, dan melakukan semua hal yang masih berada di dalam rumah.

Seperti yang saat ini sedang Shena lakukan. Ia tengah sibuk mengoleskan cat air berwarna merah di atas kanvas yang sudah ia beli beberapa hari yang lalu. Dan sekarang, setangkai bunga mawar merah berhasil Shena lukis dengan sempurna.

“Warnanya terlalu gelap,” komentar Shena pada lukisannya sendiri.

Shena kemudian mengambil cat berwarna merah dengan kuas lukisnya lalu dituangnya perlahan di atas kelopak bunga yang berwarna merah. Sesekali Shena melirik ke arah deretan bunga mawar yang terpampang jelas pada tembok kamarnya. Sebagaian dari bunga mawar tersebut sudah tampak mulai layu, dan sebagian pula ada yang masih terlihat segar.

Semua bunga mawar yang ada di kamar Shena adalah pemberian dari Dean. Setiap kali Dean memberikan bunga mawar, Shena selalu menyimpannya di kamar. Bukan tanpa alasan Shena melakukan hal seperti itu. Ia menjadikan bunga-bunga mawar pemberian dari Dean sebagai penyemangatnya untuk melakukan aktivitas setiap hari.

“Hari ini Dean belum memberi Shena bunga mawar,” keluh Shena sambil meletakkan kuas yang tadi ia gunakan untuk melukis.

Beberapa hari terakhir ini Shena tidak pernah bertemu Dean kecuali saat di sekolah. Itu pun Dean tidak menyapa Shena sama sekali. Setiap kali Shena melihat Dean, setiap itu pula ada Grace di sebelah Dean.

“Apa Dean benar-benar mencintai Grace?” tanya Shena pada dirinya sendiri.

“Grace memang cantik. Body-nya bagus, putih, mulus, hidungnya mancung, ada wajah-wajah bulenya juga. Grace juga pintar memakai make-up. Benar-benar cantik. Tidak seperti Shena yang gembel dan tidak bisa dandan sama sekali,” ujar Shena terdengar mengomentari penampilan Grace.

Pantas saja Dean menyukai Grace. Di sekolah Dean terkenal sebagai siswa yang paling tampan dan populer. Dan juga Grace, dia selalu menjadi buah bibir para siswa laki-laki. Tidak akan ada laki-laki normal yang tidak menyukai Grace.

“Mungkin kalau Shena jadi cowok, pasti bakal suka sama Grace juga,” kata Shena asal.

Satu helaan napas terdengar keluar dari mulut Shena. Lelah sendiri jika terus menerus memikirkan Dean. Seperti tidak ada gunanya, namun Shena menyukainya. Memang aneh.

***

Pukul tujuh malam Shena baru saja keluar kamar setelah menyelesaikan tugas sekolahnya. Setelah seharian penuh ia bersantai di dalam kamar, akhirnya tubuh Shena tidak bisa bohong jika ia membutuhkan udara segar.

Tujuan Shena saat ini adalah ke dapur untuk mengambil minuman dingin. Setelah itu Shena akan mengambil beberapa camilan untuk menemaninya menonton televisi.

“Sudah mau makan sekarang?” tanya Mina yang tengah sibuk memasak di dapur.

Shena menggeleng pelan. “Mau nonton sinetron dulu,” jawab Shena sembari mengambil satu botol air mineral dingin dan dua bungkus keripik kentang.

“Oh ya. Di meja ruang tamu ada paketan buat kamu, sayang” kata Mina yang membuat Shena mengernyit bingung.

“Paketan dari siapa, Bun?” tanya Shena.

“Bunda juga tidak tahu. Tadi bukan Bunda yang menerima paketannya,” jawab Mina sambil meneruskan pekerjaannya.

Karena tidak bisa menahan rasa kesabarannya membuat Shena bergegas ke ruang tamu. Ia tentu sangat penasaran dengan paketan yang disebutkan oleh Mina.

Sampai di ruang tamu, Shena dikejutkan dengan sebuah bucket mawar merah yang berukuran besar. Belum dipegang saja sudah bisa Shena tebak jika bunga mawar tersebut dapat menutupi separuh tubuhnya.

“Ini dari siapa?” tanya Shena sambil menyentuh beberapa kelopak bunga mawar yang tergeletak di atas meja.

“Kenapa besar sekali?” heran Shena. Ia sering melihat bucket bunga sebesar ini saat melihat drama Korea. Tapi Shena sendiri belum pernah mendapatkannya.

“Kenapa tidak ada nama pengirimnya?” tanya Shena setelah meneliti seluruh bagian bucket.

Tidak ada nama pengirim ataupun semacam surat yang ditinggalkan oleh pengirim bunga tersebut. Benar-benar tanpa nama. Kalau seperti ini, bagaimana cara Shena supaya bisa tahu pengirim bucket bunga ini?

“Apa mungkin dari Dean?” tanya Shena sambil menatap ke arah bucket bunga yang tidak bisa ia pegang karena sangat berat.

“Tapi, mana mungkin Dean memberikan bunga sebesar ini pada Shena. Harganya pasti sangat mahal,” kata Shena.

Lagi pula sekarang Dean sedang fokus pada hubungannya dengan Grace. Mana mungkin Dean sempat memikirkan hadian untuk Shena. Kalau sudah seperti itu, lalu siapa yang memberikan bucket raksasa ini pada Shena?

***

Pagi hari satelah kelas Shena selesai melaksanakan praktik olahraga, Shena bermaksud untuk menemui Dean. Shena akan menanyakan perihal bunga mawar tanpa nama yang semalam ia dapat.

Selesai berganti pakaian olahraga dengan pakain seragam OSIS, Shena segera berjalan ke sekeliling sekolah untuk mencari keberadaan Dean. Tadi saat pelajaran olahraga, siswa laki-laki dan perempuan praktik senam lantai di ruangan yang berbeda. Jadi Shena tidak bisa mengetahui ke mana Dean pergi setelah olahraga selesai.

“Mau kemana, Shen?” tanya Brenda saat melihat Shena berjalan di depannya.

“Cari Dean,” jawab Shena sambil terus berjalan melewati Brenda.

Shena sudah mencari di kelas, di kantin, dan juga di tempat tongkrongan Dean dengan teman-temannya. Namun hasilnya nihil. Shena sama sekali tidak melihat batang hidung Dean.

Sampai akhirnya Shena melihat wajah Dean dari kejauhan. Pria tersebut terlihat sedang duduk di bangku yang berada di taman belakang sekolah. Saat Shena akan berjalan mendekati Dean, tiba-tiba saja seseorang mencekal tangan Shena. Hal tersebut tentu membuat Shena menoleh ke arah orang tersebut.

“ Kamu?” tanya Shena dengan kedua mata yang sudah mendelik sempurna.

“Hai,” sapa Barents sambil menunjukkan seulas senyum pada Shena.

Ya. Orang yang baru saja mencekal tangan Shena adalah Barents. Kesal bercampur marah. Seperti itulah yang saat ini Shena rasakan. Kenapa Shena harus bertemu lagi dengan pria mengerikan ini?

“Kenapa Barents suka banget ganggu Shena?” tanya Shena memberanikan diri.

“Mengganggumu? Kapan?” tanya Barents polos.

“Barents selalu mengganggu langkah Shena. Dan Shena benci kalau diganggu,” kata Shena.

“Kamu benci kalau ada orang lain yang ganggu kamu?” tanya Barents yang dengan cepat diangguki oleh Shena.

“Kalau kamu benci diganggu orang, Dean juga akan benci kalau kamu mengganggunya,” kata Barents yang membuat Shena menatap bingung ke arahnya.

“Maksud Barents apa?” tanya Shena.

“Coba sekarang kamu lihat Dean sedang duduk dengan siapa,” ujar Barents sambil membalikkan tubuh Shena untuk menghadap ke arah Dean.

Dan saat itu juga dapat Shena lihat jika Dean sedang duduk bersama Grace. Keduanya terlihat sangat asyik mengobrol satu sama lain. Seperti beberapa hari terakhir ini, Shena sering melihat pemandangan seperti itu saat di sekolah.

“Jangan biasakan mengganggu orang pacaran,” kata Bareng yang berhasil membuat Shena menoleh.

“Shena tidak pernah mengganggu Dean pacaran,” kata Shena.

“Sekarang mungkin iya. Kamu tidak mengganggu mereka berdua pacaran karena sudah mendapat ancaman dari Grace,” tutur Barents. Terdengar jelas jika Barents mengetahui apa yang pernah terjadi antara Shena dan Grace.

“Barents tahu darimana?” tanya Shena.

“Tahu apanya?” tanya Barents yang jelas dibuat-buat. Ia hanya ingin lebih lama mengobrol dengan Shena.

“Barents tahu dari mana kalau Shena dapat ancaman dari Grace?” ujar Shena memperjelas pertanyaannya.

Barents tampak terdiam sambil memegang dagunya dengan satu tangan miliknya. Seolah-olah Barents benar-benar sedang memikirkan darimana ia mendapat informasi yang tadi ia katakan.

“Aku hanya asal menebak,” kata Barents.

Satu alis Shena terangkat. “Maksudnya?”

“Aku tidak benar-benar tahu jika Grace mengancammu. Yang tadi aku katakan hanya sebuah keisengan yang ternyata merupakan satu kebenaran,” papar Barents masih terus menampilkan senyum pada wajahnya.

Shena tampak kesal menatap Barents. Hari ini Barents berhasil mengelabuhinya. Membuat Shena terlihat sangat polos dan bodoh.

“Barents menyebalkan. Shena benci sama Barents!” kata Shena kemudian bergegas pergi dari hadapan Barents.

Melihat kepergian Shena justru membuat Barents terkekeh pelan. Senyuman yang menghiasi wajah tampannya perlahan sirna dan kemudian digantikan dengan sebuah seringaian.

“Mainan baruku sudah datang," gumamnya rendah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel